Baleg DPR RI: Biaya, Signifikansi RUU Dipertimbangkan

0
37

Biaya pembahasan satu Rancangan Undang-undang (RUU) oleh anggota DPR, sampai menjadi Undang-undang (UU) diperkirakan sekitar Rp 7 milyar. Biaya tersebut boleh dibilang ‘standard’ tanpa dipengaruhi urgensi dan signifikansinya terhadap seluruh rakyat. Misalkan UU Pornografi No. 44/2008 yang ternyata menuai pro dan kontra di masyarakat, biaya pembahasannya, dari RUU menjadi UU sekitar Rp 7 milyar. “Begitu pula RUU yang sedang kami bahas, yaitu RUU Cagar Budaya yang berada di luar sektor politik dan hukum, menghabiskan biaya sekitar Rp 7 milyar. Padahal RUU Cagar Budaya mungkin tidak terlalu menuai kontroversi masyarakat, tetapi biayanya tetap sama,” anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Basuki Tjahaya Purnama mengatakan kepada Business News (9/4).

Sementara adanya anggapan bahwa Baleg dan DPR tidak produktif dalam menyiapkan berbagai UU akibat lambannya proses pembahasan, menurut Basuki juga tidak benar. Dinamika masyarakat dan perpolitikan sangat dipengaruhi oleh UU yang dihasilkan oleh DPR. “Masalahnya, bukan DPR tidak produktif. Tetapi yang lebih penting adalah jangan sampai DPR ini seperti ‘kejar setoran’ dengan menghasilkan UU sebanyak mungkin dengan mengesampingkan kualitas. Justru kalau ternyata benar, DPR ‘kejar setoran’ artinya hanya menikmati honor dan gaji dari pembahasan setiap UU tersebut,”.

Proses pembahasan RUU menjadi UU, sebagaimana lazimnya juga melibatkan beberapa tenaga ahli. Selain itu, anggota juga mengadakan studi banding ke beberapa negara. Dari semua tahapan proses, tentunya menghabiskan biaya. “Kita rapat, tentu ada honornya. Begitu pula, undangan seorang tenaga ahli, juga harus ada honornya. Setiap ada inisiatif dari anggota untuk pembahasan RUU, kami menerima gaji sebesar Rp 5 juta, dipotong pajak menjadi sekitar Rp 4,1 juta,”.

Terhitung sejak Senin kemarin, 5 April 2010, DPR memasuki Masa Persidangan III Tahun Sidang 2009-2010 (hingga 18 Juni 2010). Dengan dimulainya kembali masa sidang tersebut, anggota DPR yang tersebar di berbagai alat kelengkapan akan melaksanakan serangkaian kegiatan yang merupakan perwujudan pelaksanaan fungsi DPR, termasuk salah satunya legislasi. Menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), tercatat ada 25 RUU yang masuk inventarisasi Baleg DPR. Tetapi dari 25, hanya sekitar enam RUU yang dibahas secara intens karena menyangkut sektor politik dan hukum.

Pembahasan RUU Cagar Budaya yang dibahas di sebuah hotel di area Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng sejak awal April 2010, tidak terlalu memusingkan biaya. Tetapi yang lebih penting adalah, apakah UU tersebut bisa salah atau tidak. Seperti UU Pornografi (No. 44/2008) yang sempat digugat untuk uji materi, dan akhirnya juga ditolak MK merupakan contoh nyata. Karena kalau UU salah, menuai pro dan kontrak, diajukan ke Mahkamah Konstitusi. “Biaya RUU rata-rata Rp 7 milyar, tetapi apakah akan menuai protes atau berbenturan dengan UU lainnya. Itu yang lebih penting, bukan biayanya (Rp 7 milyar). UU Pornografi adalah contoh yang paling jelas, sampai akhirnya masyarakat Bali tidak mau taat terhadap UU tersebut,”.

RUU Cagar Budaya yang sedang dibahas, ternyata memuat 72 pasal. Dari pembahasan pasal per pasal, prosesnya sering kali menimbulkan perdebatan panjang. Sehingga tidak heran, bila selama rapat pembahasan, ada anggota yang membuka-buka Kamus Umum Bahasa Indonesia. Satu kata saja di sebuah pasal, kalau ternyata dianggap meragukan, pembahasan akan semakin panjang dan melebar.

“Jadi masyarakat harus bersyukur, kalau DPR tidak ‘kejar setoran’ dan sebaliknya jangan anggap DPR ‘tidak produktif’. Karena dengan tidak kejar setoran, berarti DPR sangat hati-hati, bekerja keras untuk menghasilkan UU yang bisa diterima,”.

Di tempat yang berbeda, Ronald dari PSHK (9/4)memperkirakan hanya enam RUU yang bisa lebih mendapat perhatian DPR. Mengingat kondisi perpolitikan di DPR sendiri sangat dinamis, semua rencana kerja termasuk pembahasan RUU sangat rentan. Sehingga PSHK yakin bahwa hanya ada enam dari 25 RUU di Baleg yang berpotensi disahkan menjadi UU pada bulan Juni 2010 mendatang. Enam RUU tersbut antara lain RUU Bantuan Hukum, RUU tentang Perubahan atas UU 24/2003 (Mahkamah Konstitusi), UU 22/2004 (pembentukan Peraturan Per-UU), UU 10/2004 (Partai Politik), dan lain-lain. Ke-6 RUU tersebut merupakan isyarat yang sudah disampaikan oleh Ketua DPR RI pada rapat pembukaan masa persidangan 2009-2010. Sedangkan biaya yang diperkirakan untuk pembahasan satu RUU, sampai sejauh ini belum ada assessment yang sangat valid. “Setiap RUU memiliki keunikan tersendiri, sehingga mempengaruhi biaya dan waktu penyelesaian. Misalkan proses ratifikasi UU internasional lebih singkat dibanding proses RUU politik. Bahkan ada UU Politik, menghabiskan waktu hampir dua tahun sebelum disahkan menjadi UU,”. (SL)

sumber : Business News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here