Basuki Ingin Bank DKI “Go Public”, Jakpro Jadi Raja Properti

6
72

Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa Pemprov DKI memiliki alasan tertentu mengapa melimpahkan penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada BUMD DKI di APBD Perubahan 2013. Adapun tiga BUMD yang diberikan PMP adalah Bank DKI, PT Jakarta Propertindo, dan PT Pembangunan Sarana Jaya.

“Karena kita kan mau go public,” kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (21/8/2013).

Untuk menuju go public itu, maka DKI harus memberikan suntikan dana hingga Rp 1 triliun ke Bank DKI. Menurut Basuki, persyaratan yang diajukan oleh Bank Indonesia, untuk perusahaan yang akan melantai di bursa adalah harus memiliki dana cadangan.

Saat ini, Bank DKI sedang mengalami kekurangan modal. Apabila tidak memenuhi standar BI, maka Bank DKI tidak akan diberi izin untuk menjual saham mereka ke publik.

Sementara dana segar untuk PT Jakarta Propertindo karena Basuki berencana menjadikan PT Jakpro menjadi raja properti di Jakarta. Untuk mewujudkan keinginannya menjadi raja properti, maka Jakpro wajib membeli banyak lahan.

Dana yang digunakan untuk membeli lahan itu berasal dari setoran modal pemerintah. Tak hanya itu, Pemprov DKI juga menugaskan PT Jakpro untuk membeli saham Palyja, membereskan Waduk Pluit, dan membangun ruang bawah tanah di Monas.

“Untuk PT Pembangunan Sarana Jaya juga sama. Dia ditugaskan merapikan semua TOD (transit oriented development), mirip seperti PT Jakpro. Jadi, mereka harus disuntik modal,” kata Basuki.[Kompas.com]

6 COMMENTS

  1. Bayar saja pajak dgn benar tepat waktu gak pake nunggak ato minta keringanan juga sudah membantu Bank DKI koq. Kan bayarnya semua lewat dan ujung2nya ke bank DKI juga.
    Masalahnya kita sering dapat hambatan dlm membayar pajak (yg sudah saya ungkapkan di postingan tersendiri lalu), misalnya pemberian data2 STTP PBB yg tak bisa dinerikan langsung di UPPD scr resmi (harus RT/RW yg ngasih), lewat internet-banking, dst – yg bisa mempercepat pembayaran PBB dan sekaligus memenuhi hak pembayar pajak utk memperoleh data2 PBB (NJOP, dst) tsb.
    Penyederhanaan perhitungan pajak jadi pajak dgn tarif rasio dasar/1-step semacam pajak Final (atau PPN) juga bisa jadi terobosan baik yg dapat mempercepat proses perhitungan pajak oleh pembayar pajak tanpa perlu lewat jasa (oknum) hitung pajak lagi.
    Tapi saya tak tahu apa bisa diterapkan juga di DKI utk semua aspek perpajakan atau tidak. Musti tanya pak AHok lagi.

    FYI, Setoran nasabah tidak dihitung sbg main company asset atau aset/modal usaha, krn dana tsb bisa ditarik kapan saja. Yg dihitung adalah modal investor2 di bank tsb (yg tidak bisa menarik modalnya dgn cepat), itu sebabnya sbg pemilik bank DKI, sebelum bisa IPO, pemda DKI harus suntik dana ke Bank DKI dulu (yg dananya berasal dari pembayaran pajak kalian semua warga DKI, yg bisa dihitung sbg asset jika disertakan sbg PMA/Penyertaan-Modal-Awal) sesuai syarat2 kecukupan modal di lantai bursa dan berikutnya investor2 lainnya bisa menyusul utk menambah asset agar bisa melewati persyaratan IPO tentang kecukupan modal awal.
    (Phew! Ternyate ane bisa bacod soal keuangan dan ekonomi juga ya :D, gak tau bener/salah, mohon dikoreksi klo salah…)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here