Jokowi Jamin Netralitas PNS DKI

8
83

Ahok.Org – Pesta demokrasi pemilihan umum akan digelar dalam waktu yang tidak lama lagi. Sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang, pegawai negeri sipil (PNS) dituntut netral dalam pemilu. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo pun menjamin PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta akan bersikap netral dalam pemilu nanti.

“Saya pastikan PNS kita netral. Karena sesuai dengan PP (Peraturan Pemerintah) nomor 53, PNS dilarang memberi dukungan. Sekali lagi saya tegaskan kami semua netral dan tidak beri dukungan pada siapapun dan partai apapun,” tegas Jokowi, saat menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Balaikota DKI Jakarta, Senin (17/2).

Pernyataan tersebut menanggapi pertanyaan dari salah satu anggota Komisi II DPR RI, Abdul Malik Haramain yang menanyakan soal netralitas PNS DKI dalam Pemilu 2014. Sebab, selama ini netralitas aparat sering kali diragukan, khususnya di tingkat bawah.

“Soal netralitas masih sering diragukan di tingkat aparat. Kalau Pak Gubernur dan Pak Wagub saya yakin sudah netral, tapi bagaimana di tingkat bawah? Seperti kelurahan dan RW. Itu yang diragukan. Apa tindakan bagi aparat yang tidak netral?,” kata politisi PKB ini.

Hal itu, lanjut Abdul Malik, sudah seharusnya tidak hanya prosedural saja, tetapi juga dalam hal substansial. Sehingga, jangan sampai aparat Pemprov DKI, baik dari lurah hingga pejabat tinggi diragukan kenetralannya. “Saya minta ketegasan tentang netralitas aparat di DKI,” katanya.

Selain itu, tambah Abdul, ia juga menyarankan agar Pemprov DKI memperhatikan pendatang yang masuk ke ibu kota. Mengingat, sirkulasi penduduk di Jakarta cukup cepat. Hal itu untuk menghindari terjadinya kecurangan yang dapat merugikan partai politik peserta Pemilu. “Di Jakarta sirkulasi penduduk cepat. Bagi yang ber-KTP DKI, tidak masalah. Tapi apa yang dilakukan KPU dan Bawaslu untuk menindak orang luar yang masuk ke Jakarta dan jadi pemilih?” tandasnya.[Beritajakata]

8 COMMENTS

  1. Pak Gubernur & Pak Wagub YTH. Saya ada menyatakan keberatan soal pembagian TPS ( tempat pemungutan suara ) buat warga mencoblos. Kan azas pemilu / pilkada adalah jujur, langsung dan rahasia. tapi saya ragu bahwa itu benar jujur dan rahasia. Dahulu sekali, TPS dibuat per kelurahan. Jadi, kalau di TPS itu misal menang partai PPP, tapi yang memenangkan pemilu adalah Partai Demokrat, maka seluruh warga di satu kelurahan itu harus gigit jari bila pemerintah lebih mendahulukan pembangunan di kelurahan lain yang mendukung partai demokrat dibandingkan kelurahan yang mendukung partai PPP tsb. 1 kelurahan warganya menderita.

    Sekarang, dengan alasan supaya cepat selesai dilaksanakan dan hasilnya segera diketahui, diperbanyaklah tempat2 TPS yang mewakili 1-2 RT. sehingga bila di TPS RT tsb yang menang partai PPP bukan partai Demokrat misalnya, jadi yang menderita warganya cuman di 2 RT tsb saja. tidak seluruh warga di 1 kelurahan yang merasakan dampaknya. Ini jelas menimbulkan intimidasi kepada warga. apalagi dalam pertemuan RT dan RW, sering dinasehatkan untuk memenangkan partai ini dan itu, karna partai tsb sudah berbuat baik meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan melakukan ini dan itu bla..bla..bla… Lebih parahnya pak, bahkan 1 RT pun, dibuat 2 TPS dengan pembagian menurut wilayah nama2 jalan. jadi bisa terjadi kesenjangan sosial karna TPS ini yang terlalu dirinci.

    kalau memang PNS itu netral, boleh bapak2 usulkan pada KPU agar 1 kecamatan memilih tempat pencoblosan di lapangan sepak bola yang besar dan dibuat bilik2 pencoblosan yang sangat banyak. tempat pendaftaran warga untuk coblos berdasarkan alfabetical, atau usia atau gender. jadi warga diacak rumah tinggalnya. bila dibagi 5 kelompok berdasarkan afabetical, kan akan cepat juga warga selesai nyoblos.

    Maksud saya, ketimbang TPS diberbagai tempat, kumpulkan 5-10 TPS tsb di satu lokasi yang luas sekaligus seperti lapangan bola. sports club. dll.

    Hasilnya dari 10 TPS di satu lokasi tsb, bisa beragam siapa yang menang suara per TPS, tapi tidak diketahui warga dari kelurahan mana, RT mana yang memenangkan suara partai dominan tsb.

    Dengan smakin diperbanyaknya TPS berdasarkan RT merupakan buah simalakama bagi warga untuk memilih. kalau partai pilihannya kalah, alamat 5 tahun ke depan, itu rt akan kalah terus dalam perolehan bantuan pemerintah. ironis bukan ? mending jadi golput daripada tanam bom yang mencelakakan diri sendiri.

    Saya tidak tahu, pembagian TPS itu atas kebijakan pemprov atau KPU langsung. Tapi itulah dilema yang saya rasakan antara nyoblos dan golput karna adanya intimidasi tsb. terima kasih.

  2. kapan yah pemilu bisa di rumah, via online saja, dgn memasukan no KTP saja….

    tapi gak semua rakyat bisa online, ya yg gak bisa tetap coblos di kelurahan saja…

    yg sdh online, gak bisa coblos lagi, karena input nya ya no KTP tadi…

    Susahnya lagi, brp kertas suara yg harus disediakan…. 😀

    • Ide bagus juga tuh. kan negara bertanggung jawab bahwa 1 warga hanya boleh punya 1 nomor KTP. tapi sengaja hal ini tidak serius dilakukan pemerintah supaya bisa curi2 suara dalam pemilu untuk memenangkan partainya. semua cara dihalalkan termasuk membiarkan pertikaian SARA antar warga supaya sibuk belain agamanya, sukunya, kampungnya dan lupa untuk membangun diri, dan membangun kota. yang bagus sudah dibangun dalam sekejap dirusakkan. kita tidak beda keadaannya dengan negara Suriah, negara palestina. perang dimana2. antar kampung. antar agama dengan ormas2 anarkhis. antar kelompok sosial marjinal vs kelompok sosial menengah ke atas. Sengaja dibuat begitu. Dosa pemerintah pusat kita, pemerintah daerah kita, para pejabat wakil rakyat, lembaga hukum – sungguh luar biasa besarnya. Kapan Indonesia mau bertobat ya ? nga capek apa usaha merubah pancasila dan UUD 45 jadi syariat islam dari sejak jaman Soekarno sampai sekarang ? sampai saya dengar tentang isu Negara Islam Indonesia dalam Negara Republik Indonesia ? 🙁

      Ini akar masalahnya adalah KTP ganda atau triple yang dimiliki oleh setiap warga Indonesia. Hal ini harusnya jadi perhatian semua pejabat kalau mau Indonesia maju.

      • Bung Wirss, setelah pikir2, saya ralat deh koment saya diatas. kalau pemilu online dengan masukkan no KTP saja, berarti tidak rahasia lagi. karna ketahuan kita pribadi milih partai mana 🙂 plus kecanggihan teknologi untuk bobol sistem sudah terlalu tinggi. jadi cara manual memang adalah yang terbaik. paling box nyoblosnya diperbanyak 😀

  3. Pemilu maunya pakai E- pemilu aja. jadi semua warga bebas memilih dimana aja. bebas di tps mana aja.asal ada E KTP.tentunya dengan sistem yg bagus seperti sistem di perbankan.
    contoh nii pemilih harus ada E-ktp.
    e ktp di tusuk ke mesin seperti atm lalu pilih. setelah pilih E- ktpnya gk bisa digunakan untuk memilih kedua kalinya. dengan sistem ini akan menghemat uang rakyat untuk jangka panjang/selamanya. gk perlu kluar uang Triliunan tiap ada berbagai jenis pemilu untuk cetak kertas pemilu dan kardus kotak suara ataupun sekat dll.ini bisa digunakan juga untuk pemilukada dll.jadi saudara TKI kita di luar negri pun bisa ikut pemilu dengan mesin ini asal ada E-Ktp di kantor luar negri RI di seluruh pelosok dunia.
    klo bisa mesin ini tersedia juga di perbankan. Klo pakai E-pemilu berarti Indonesia itu Green Indonesia cinta alam. maju ribuan langkah dari negara maju lainnya. tapi saya gk tahu ada gk ya negara di dunia yg pakai E-pemilu? klo gk ada Indonesia bisa Jadi NO 1 dee…. ^^ Love Indonesia Baru Raya

  4. saran dan usul saudara saudari sekalian sudah dicatet dan direkam,persoalannya, jgnkan soal elektronik yang canggih, kartu debit atm atau rekening bank aja masih sekian ratus juta jiwa yang blom pernah buat Dan satu lagi soal rt mana yang milih partai mana tergantung pejabat pemenangnya, kalau tidak rasis dan memang adil yah gak masalah siapa pilih siapa toh semua nya warga negara juga apa kalau gak milih si anu gak boleh jadi warga negara dia ?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here