Penyapu Jalan Menggantungkan Harapan kepada Ahok

14
116

Ahok.Org – Hari masih gelap. Jarum jam menunjuk pukul 02.30 WIB. Sebagian besar warga ibu kota Jakarta masih terlelap dalam tidur. Jalanan di beberapa kawasan tampak lengang.

Kokok sang jago belum terdengar ketika Darmawan dan istrinya, Lina, mulai menyapu sepanjang Jalan Pondok Pinang Raya, Jakarta Selatan.

Sorot lampu penerangan jalan raya (PJU) di kedua sisi jalan membantu keduanya untuk membersihkan sampah, mulai dari botol bekas minuman hingga daun-daun kering yang berguguran.

Udara pagi yang menusuk kulit tidak menjadi penghalang bagi Darmawan dan Lina untuk bekerja pada dini hari. Keduanya sibuk menyapu jalan tanpa menghiraukan beberapa kawula muda yang memanfaatkan situasi lengang di kawasan tersebut untuk ugal-ugalan menggunakan sepeda motor.

“Memang setiap hari kami harus mulai kerja jam segini (pukul 02.30 WIB). Kalau mulai pukul 05.00 pagi, di sini udah mulai ramai kendaraannya,” ujar Darmawan, membuka percakapan saat ditemui Kompas.com di Jalan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2014).

Darmawan mengaku menekuni pekerjaan ini (penyapu jalan) sejak dua tahun silam. Dia dan istrinya ditempatkan pada lokasi yang sama, Darmawan menyapu sisi kiri jalan, sedangkan Lina bertanggung jawab membersihkan sisi kanan jalan.

Pria asal Madiun, Jawa Timur, ini juga bersyukur bahwa penghasilannya sebagai tukang sapu cukup untuk membiayai pendidikan ketiga anaknya, walaupun terkadang dia harus mengutang.

“Kalau dulu masih dipegang swasta, kami hanya digaji Rp 700.000. Saat (kepemimpinan) Pak Jokowi, gaji kami naik, makanya saya dan istri saya semangat kerja,” ujar dia.

Darmawan menambahkan bahwa ia sudah merantau ke Jakarta sejak tahun 1989 setelah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas. Berbekal ijazah SMA, dia mencoba peruntungannya di Jakarta.

Tanpa keterampilan yang memadai, lanjut Darmawan, dia terpaksa mengubur mimpinya untuk bisa bekerja sambil kuliah. Masa-masa itu dilewatinya dengan bekerja sebagai kuli bangunan dengan penghasilan yang kecil.

Pekerjaan sebagai kuli ditekuni hingga dia menikahi Lina pada tahun 1996. Dari pernikahan mereka, lahirlah Arief (17), Nisa (14), dan si bungsu, Riki (10). Ketiga anaknya kini dititipkan pada sang nenek di Madiun.

Arief saat ini bersekolah di sebuah sekolah menengah kejuruan (SMK) di Madiun, sedangkan Nisa duduk di bangku SMP, dan adiknya, Riki, baru saja duduk di kelas V SD.

Pengalaman dan cita-cita masa lalu yang urung tersampai menjadi motivasi baginya untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga bergelar sarjana.

“Saya ingin masa depan anak-anak saya lebih baik dari kami, orangtuanya. Kami tidak ingin mereka bekerja seperti kami,” sambung Arief.

Pekerjaan sebagai penyapu jalan ditekuni dengan serius dan penuh tanggung jawab oleh pasangan suami istri ini. Bahkan, mereka selalu memulai pekerjaan tersebut sejak pukul 02.30 WIB dan rehat sejenak pada pukul 06.00 pagi ketika jalanan di sekitar kawasan tersebut mulai dipadati kendaraan bermotor.

Kendati demikian, dia bersama istrinya masih akan tetap berada di lokasi tersebut hingga pukul 09.00 pagi untuk sesekali memungut sampah yang dibuang sembarangan para pengendara yang melintas.

“Setelah pukul 09.00, kami istirahat sampai pukul 01.00 siang. Setelah itu, lanjut kerja bersih-bersih sampai pukul 05.00 sore,” ujarnya.

Darmawan dan Lina harus menyapu sejauh 2,5 km. Lokasi awal mereka menyapu adalah perempatan Jalan Pondok Pinang–Lebak Bulus hingga ke Seven Eleven di Jalan Pondok Pinang Raya.

Kendati digaji Rp 80.000 per hari atau Rp 2.400.000 untuk sebulan, Darmawan mengaku masih harus sering mengutang karena jadwal pembayaran gaji yang tak pasti setiap bulannya. Utang tersebut dipakai untuk membantu kebutuhan hidup anak-anaknya di Madiun dan kebutuhan mereka di Jakarta.

Tentang upah tersebut, lanjut Darmawan, dia berharap nantinya gaji mereka bisa dinaikkan sehingga kebutuhan hidup mereka bisa terpenuhi.

“Kalau nanti Pak Ahok jadi gubernur, saya ingin dia perhatian sama rakyat kecil seperti kami. Kalau bisa, kami digaji Rp 3 juta per bulannya,” kata dia.

Darmawan memiliki alasan tersendiri terkait permintaannya itu. Dengan gaji sebesar itu, dia bersama istrinya berharap bisa menabung sedikit demi sedikit untuk persiapan kuliah anak-anaknya nanti.

Dalam pandangannya, pendidikan adalah salah satu jalan bagi anak-anaknya agar bisa mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Terlebih lagi, ke depannya, persaingan di dunia kerja semakin ketat sehingga dia ingin mempersiapkan masa depan anak-anaknya lebih baik.

Seusai berbincang sejenak, Darmawan pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. Dengan hati-hati, dia membersihkan daun-daun yang berada di sela-sela pembatas jalan. Hari masih gelap, tetapi udara dingin tak lagi begitu menusuk kulit.

“Saya harus bersih-bersih di sini lebih cepat karena nanti harus bersihkan tumpukan sampah bekas orang jualan di lesehan. Di sana (sampahnya) lebih banyak,” ujar dia lalu tersenyum lepas. [Kompas.com]

14 COMMENTS

  1. bushet,
    dihari-hari ultah republik megah (saya sering dengar pidato-2 bahwa negeri ini besar, bangsa ini besar dst, dst, dst!!!)
    masih ada darmawan-darmawan dan lina-lina seperti dikisahkan diatas, masyaAllah, ngapain saja negeri tercinta ini selama sehabis masa revolusi fisik????
    .
    dan AKU, terutama AKU sebagai manusia, kan juga termasuk wni kan, lantas sudah bikin apa saja n dimana si-AKU selama ini???
    .
    salam,

  2. berapa jumlahnya para darmawan-darmawan dan lina-lina ini di dki? antara 50-60% ?!?!?
    .
    untuk ada jokowi-ahok yg tidak “membesar-besarkan” negara n bangsa ini, melainkan berupaya agar negara dan bangsa ini menjadi layak dihuni manusia indonesia!!!
    .
    dan, ada dimana tempat KU??
    .
    salam,

  3. perubahan itu sudah ada dan Jakarta pasti akan terus berubah dibawah Kepemimpinan Pak Ahok, kita dpt melihat ketulusan beliau.

    Pak ahok tidak akan pernah sama seperti pejabat-pejabat lain, tidak akan pernah, dia telah meletakkan standar kepemimpinan yang sangat tinggi dan sya belum lihat sampai saat ini ada pejabat/pemimpin lain yg mengikuti atau yg berani mengikuti gaya keterbukaan beliau atau mungkin memang belum ada…..

    Rekam Jejak sejak di Belitung dan konsistensi apa yang dia perjuangkan tidak akan pernah TERBANTAHKAN.

    • Benar pak awang, pemimpin itu yang paling utama adalah bisa lulus ujian uang. Karena ada pepatah yg mengatakan bahwa tdk ada yg tidak tunduk dengan uang, kemungkinan hanya kurang besar. Basuki atau juga Jokowi lulus dari ujian uang (sampai sejauh ini tentunya)
      Itu modal besar unt jd pempimpin, sbab basuki sendiri pernah mengatakan kalau atasannya bersih, maka tdk ada bawahan yg berani main2…

  4. Tapi kok Front pembela I”””” terang terangan menolak pak ahok? Kalo orang jujur dan baik ditolak brarti kan ingin orang yang….? Untuk memimpin…, memagnya ada lagi pemimpin seperti pak ahok? Cari kelaut juga kagak nemu yang sama seperti pak Ahok…

    • Banar lagi Aria, saya obyektif saja memang Ahok ini pemimpin yg langka. Dia punya beberapa sifat yg biasanya tidak pernah bergabung. Dia Cerdas, Berani, Tegas tetapi anehnya jujur dan tdk mempan suap. Cerdas, Berani itu konotasinya dengan pintar mengarang, berbohong, berani ambil resiko meskipun salah, sedang jujur itu konotasinya dengan lugu, bodoh.. gampang ditipu…tidak berani korupsi…hehehehe…

  5. Nohhh……sebelum pak jokowi ahok cuma digaji 700.000 sebulan…. Mana janji pejabat sebelumnya saat kampanye mensejahtrakan rakyat kecil? Masihkah memilih pejabat seperti itu? Masihkan kalian Rasiz mengatas namakan agama untuk mengaku sok beragama? Jangan agama di jual belikan untuk pencitraan, karena masyarakat dan Tuhan sendiri yang akan menghukum.

  6. Halo pak Ahok

    Seluruh rakyat Jakarta meminta pak Ahok untuk segera mengultimatum semua produsen dan penjual agar segera menurunkan harga jual minimal 25% – 30% atau akan dikenakan denda yang sangat tinggi.

    Ini pasal yang bapak bisa kenakan :
    1. Anti Monopoli
    2. Perlindungan Konsumen

    Seluruh Rakyat Jakarta meminta agar Pak Ahok dengan gagah berani meniru langkah pemerintah China / Tiongkok yang melindungi konsumen dengan menyuruh semua produsen dan penjual untuk menurunkan harga jual minimal 25% – 30% dari harga normal.

    • Halo Pak Muhammad,

      Kenapa elo gak calonin diri elo jadi Wagub aja? gue lihat dari dulu sampe sekarang, elo itu cuman bisa nya nyuruh ini itu ke Ahok. Mending elo juga bantu lah~!

  7. Seharusnya orang2 seperti ini memndapat perhatian khusus atau lebih lagi seperti mendapat uang pesiun bila dia sudah menginjak usia 55 tahun jangan para PNS saja yang memndapat uang pesiun, seharusnya juga untuk penyapu jalanan dipikirkan lagi untuk membersihkan jalan tidak dengan alat manual melainkan dengan alat penyapu jalan yang menggunakan tekhnologi tinggi seperti di Singapore.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here