Pemerintah Belum Ikhlas Dengan Keistimewaan Yogyakarta

1
60

Ahok.Org – Pembahasan RUU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) di Komisi II DPR RI sampai saat ini masih alot, terutama terkait dengan mekanisme pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur daerah itu.

Fraksi-fraksi di DPR sebagian besar menyetujui agar Sultan dan Paku Alam yang bertakhta langsung ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur. Namun pemerintah tetap “berputar-putar” mencari alasan atas nama demokrasi dengan menawarkan opsi-opsi yang terkesan jauh dari makna dan sejarah keistimewaan DIY itu sendiri, seperti memaksakan adanya Gubernur dan Wakil Gubernur Utama, pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur melalui pemilihan, dan lain-lain.

Sudah beberapa kali dilakukan konsinyering dan rapat-rapat di DPR untuk membahas masalah ini, namun belum menemukan titik temu. Akhir-akhir ini rapat selalu berakhir dengan lobi, termasuk rapat hari Rabu tanggal 29 Februari 2012 di Komisi II DPR. Inisiatif lobi pun selalu datang dari pemerintah.

Pemerintah diwakili Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan.  Lobi-lobi itu selalu dilakukan secara tertutup dan hasilnyapun hanya diketahui anggota panja dan pemerintah. Entah apa yang disepakati dalam lobi itu, hanya mereka sendiri yang tahu. Diharapkan agar hasil lobi itu tetap pada koridor nilai-nilai sosiologis, filosofis, budaya dan nilai-nilai sejarah  keistimewaan Yogyakarta itu sendiri termasuk amanat konstitusi Republik ini.

Pemerintah dan DPR harus berpijak pada nilai-nilai itu. Apabila tidak demikian, maka UU yang akan dihasilkanpun hanya akan mencederai sejarah dan konstitusi bangsa ini. Pesan Soekarno “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” atau lebih dikenal dengan istilah JASMERAH patut direnungkan kembali.

Ada beberapa point penting dari hasil konsinyering tanggal 16 dan 17 Februari 2012 di Wisma DPR Kopo, Bogor, Jawa Barat, yaitu:

Pertama, Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY sesuai dengan Keppres Nomor  55/P Tahun 2011 disepakti berakhir masa jabatan tanggal 9 Oktober 2012 (disetujui 17 Februari 2012). Kedua, Untuk masa jabatan 5 tahun berikutnya Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dijabat oleh Sultan HB X dan Pakualam IX (yang bertakhta) melalui penetapan yang diusulkan kepada Presiden RI dan berakhir masa jabatannya sampai dengan tanggal 9 Oktober 2017 (disetujui 17 Februari 2012). Ketiga, Untuk selanjutnya setelah berakhir masa jabatan 5 tahun melalui mekanisme penetapan sebagaimana dimaksud pada point kedua, maka untuk mengisi jabatan gubernur dan wakil gubernur melalui mekanisme DPRD; (1) dalam hal HB X dan PA IX maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, masyarakat perorangan tidak diberi kesempatan untuk maju, (2) dalam hal HB dan PA maju, kerabat tidak maju maka tidak ada pemilihan lagi, (3) dalam hal HB dan PA tidak maju, ada sejumlah hak…., maka fraksi-fraksi mengajukan calon berdasarkan persetujuan tertulis dari HB dan PA (sumber?), (4) dalam hal HB dan PA tidak maju, HB dan PA yang mengajukan calon kepada DPRD.

Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur HB X dan  PA IX  point kedua dan ketiga mangkat/berhalangan tetap di tengah masa jabatannya, perlu disikapi dan pemerintah diharapkan membuat formula (rumusan) sebagai pasal antisipasi. Perbedaan utama yang muncul adalah jangan sampai ada kontestasi antara HB dan PA dengan masyarakat. Sebagian fraksi menganggap itu tidak patut, sementara pemerintah memberikan peluang dan ruang pada masyarakat untuk ikut maju dalam pemilihan melalui fraksi-fraksi di DPRD.

Pada rapat tanggal 29 Februari 2012, Pemerintah melalui Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan menyampaikan beberapa hasil kesepakatan para pakar tanggal 28 Februari 2012 tentang prinsip-prinsip mekanisme pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur Provinsi DIY. Kesepakatan tersebut berisi 2 (dua) opsi, yaitu:

Opsi I: Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam yang bertahta maju, partai politik/gabungan partai politik “dapat” mengajukan pasangan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur. Dalam hal partai politik/gabungan partai politik tidak mengajukan pasangan calon, Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam yang bertahta langsung ditetapkan oleh DPRD sebagai  Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DIY.

Opsi II: Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam yang bertahta tidak maju, Sri Sultan Hamengku Buwono yang bertahta mengajukan calon Gubernur dari kerabat Kasultanan dan Sri Paku Alam bertahta mengajukan calon Wakil Gubernur dari kerabat Pakualaman, partai politik/gabungan partai politik “dapat” mengajukan pasangan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur.  Dalam hal partai politik/gabungan partai politik tidak mengajukan pasangan calon, kerabat Sri Sultan Hamengku Buwono dan kerabat Sri Paku Alam yang bertahta langsung ditetapkan oleh DPRD sebagai  Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DIY.

Selain itu Dirjen Otda juga memaparkan beberapa materi untuk dibahas bersama DPR seperti prinsip-prinsip pengisian gubernur dan wakil gubernur berdasarkan kesepakatan Kopo tanggal 17 Februari 2012, sumber calon (calon Gub & Wagub dapat berasal dari HB & PA yg bertahta, kerabat HB & Kerabat PA yang diusulkan HB & PA yang bertahta, pasangan calon yang diusulkan dari parpol/gabungan parpol), HB X & PA IX sejak ditetapkan UU ini ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur Prov.  DIY, untuk paling lama 5 tahun dan persyaratan-persyaratan teknisnya, apabila HB & PA yang bertakhta tidak maju (tidak bersedia menjadi calon gubernur dan wakil gubernur DIY atau tidak memenuhi syarat sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY) dan persyaratan administrasinya, apabila HB & PA bersedia sebagai calon atau dicalonkan sebagai gubernur dan wakil gubernur Provinsi DIY, pengertian Kerabat Kesultanan dan Kerabat Pakualaman (Kerabat Kasultanan adalah mereka yang mempunyai garis keturunan langsung dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX. (karena jasa HB IX merujuk pada Maklumat tgl 5 September 1945) dan Kerabat Pakualaman adalah mereka yg mempunyai garis keturunan langsung dari Sri Paku Alam VIII. (karena jasa PA VIII merujuk pada Maklumat tgl 5 September 1945).

Djohermansyah memaparkan juga tentang kewenangan keistimewaan Provinsi DIY, Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, Kelembagaan Pemerintahan Daerah Provinsi (Gubernur, Wakil Gubernur dan DPRD), Kasultanan dan Pakualaman ditetapkan sebagai Badan Hukum, pertanahan dan penataan ruang, dana Keistimewaan, dan masa transisi, kewenangan Istimewa Pertanahan dan Tata Ruang, tugas HB X & PA IX sebagai SRI Sultan dan Sri Paku Alam tentang pengaturan pertanahan (Pasal 35 RUUK DIY). (Kamillus Elu, SH).

Penjelasan selengkapnya”

Paparan Dirjen Otda Kemendagri Pada Rapat 29 Februari 2012

Hasil Rapat Panja RUUK DIY di Kopo, 16 dan 17 Februari 2012

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here