Ahok: Aku Tidak Korupsi, Kamu Menyesal Tidak?

20
194

Ahok.Org – “Kamu menyesal tidak ketika saya jadi bupati tidak korupsi?” tanya Basuki Tjahaja Purnama, Wakil Gubernur DKI Jakarta, kepada istrinya, Veronica S Tan. Ketika melihat istrinya segera menggelengkan kepala, Basuki pun membatin, “Saya tidak salah menikah (dengan Veronica S Tan)”.

Beberapa tahun lalu, keluarga Basuki pernah hanya mempunyai satu mobil. Mobil itu untuk mengantar Basuki beraktivitas, juga antar-jemput anak-anak Basuki ke sekolah.

Namun, kemacetan di Jakarta sering kali menyulitkan sopir Basuki tiba di sekolah tepat waktu. Akibatnya, istri dan anak Basuki kadang pulang naik bajaj. “Anak-anak saya sih langsung teriak hore naik bajaj. Tetapi, terkadang saya kepikiran istri naik bajaj meski untungnya dia tak keberatan,” ujar Basuki.

“Jadi, keluarga penting untuk proses (antikorupsi) seperti ini,” tegas Basuki, Kamis (31/10), saat memberikan sambutan dalam Malam Penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) 2013 di Jakarta.

Basuki meraih BHACA 2013 bersama Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Nur Pamudji.

Ketika menjabat Bupati Belitung Timur (2005-2006), kata Basuki, peluang korupsi atau sekadar gratifikasi terbuka lebar. Selembar kertas izin tambang dapat bernilai Rp 1 miliar-Rp 2 miliar. Dari perkebunan kelapa sawit, mungkin saja dia dapat bagian 10 persen. Namun, Basuki menolak tegas gratifikasi. “Miskin saja belagu,” ujar Basuki, menirukan ucapan seorang investor Malaysia kepadanya.

Minimnya tabungan membuat Basuki menghadapi dilema ketika mundur dari anggota DPR untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2012. “Di DPR sebenarnya nyaman. Tiap bulan dapat gaji Rp 60 juta, ditambah uang sidang, reses, dapat Rp 100 jutalah,” ujarnya.

Veronica pernah mengingatkan Basuki terkait kondisi keuangan keluarga. “Kamu enggak mikir, ya? Anak kita tiga, bagaimana bayar sekolahnya?” tutur Basuki, menirukan protes istrinya. Namun, ketika itu, Veronica tetap menghormati dan mendukung langkah Basuki untuk maju di Pilkada DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo.

Mobil mewah

Hidup sederhana apa adanya ditekankan Basuki kepada keluarganya. Namun, tidak berarti dia tak punya ketertarikan pada barang mewah. Basuki mengaku senang mobil mewah walau tak tertarik membelinya.

“Tetapi saya lebih beruntung daripada Bung Hatta yang hanya dapat menggunting iklan sepatu Bally. Saya hidup di zaman ada Youtube, jadi dapat menikmati mobil dari segala sisi. Nonton dari Youtube seolah-olah naik mobil beneran,” cerita Basuki.

Ketika masih bermukim di Bangka Belitung, Basuki mengaku juga pernah menggunting lembaran iklan mobil untuk sekadar dilihat. Saat hijrah ke Jakarta, dia pun merasa lebih beruntung karena dapat langsung “cuci mata” di pameran otomotif.

“Waktu itu coba-coba (Toyota) Land Cruiser, duduk di dalamnya, pegang setir, senang sekali. Eh, baru sadar, bukannya mobil dinas saya Land Cruiser, ya? Sampai lupa karena biasanya naik-turun berkali-kali, begitu saja,” ujar Basuki, disambut tawa para tamu BHACA 2013.

Hidup sederhana juga diterapkan Nur Pamudji. Nur juga menegaskan, penobatan dirinya menjadi salah satu tokoh antikorupsi tak lepas dari pengaruh keluarga. “Terima kasih karena sudah mau hidup sederhana,” ujar Nur kepada istri dan anaknya yang hadir di penganugerahan BHACA 2013.

Perlawanan terhadap korupsi memang ada baiknya dimulai dari keluarga. Internalisasi nilai antikorupsi harus terus dikerjakan semua anggota keluarga.

Indonesia memang telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi tahun 2003. Telah pula ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption.

Dalam konvensi itu, ada konsep bagus: illicit enrichment atau kekayaan yang tidak wajar. Konsep itu dapat dijalankan dengan menerapkan pembuktian terbalik atas kekayaan pejabat publik yang mencurigakan. Kegagalan menjelaskan asal-usul harta dapat menyebabkan harta itu disita negara.

Sangat disayangkan, konsep ini tidak dijalankan maksimal. Di sinilah peran keluarga untuk menyelisik dan mempertanyakan ketika keluarga itu bergaya hidup lebih mewah daripada pendapatan yang diterima.
Curiga dan bawel adalah harga yang seharusnya dibayar daripada salah satu anggota keluarga dibui.

Memberdayakan keluarga untuk mengatasi korupsi jadi satu langkah logis ketika negara kerap tak serius melawan korupsi.

Andai Indonesia serius menangani korupsi, dapat meniru Jepang yang menerapkan pajak tinggi atas warisan sehingga ahli waris hanya menerima 30-40 persen dari harta yang ditinggalkan orangtuanya.

Jika regulasi itu diterapkan di Indonesia, kiranya akan menurunkan animo siapa pun untuk menumpuk harta kekayaan atas nama jaminan bagi anak cucu selama tujuh turunan.

Perlawanan melawan korupsi memang harus dilakukan dari segala sisi. “Jika kita tak korupsi, burung garuda Indonesia akan mengalahkan burung elang Amerika,” kata Basuki, menutup sambutannya. Sepakat.[Tribunnews]

20 COMMENTS

  1. Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu Veronica yang telah menjaga Bang Ahok untuk tidak korupsi. Moga2 dapat berkelanjutan untuk selamanya dan dapat ditiru oleh keluarga lain.
    Memang antikorupsi harus dimulai dari keluarga. Selamat!

  2. Setuju sekali pak Ahok, peran pasangan sangat penting dalam mendorong kita untuk anti korupsi.
    Terimakasih bu Vero, sudah memberi contoh yang baik kepada kami, meskipun pastinya tidak mudah.

  3. Benarlah kata2 bijak yg mengatakan keberhasilan ” SUAMI ” krn ada istri yg mendukung dr belakang, dan ” ISTRI PENOLONG BAGI SUAMI ” kiranya kesaksian hidup keluarga Pak Ahok bisa mengispirasi pejabat2 pemerintah kita unt hidup menurut apa yg dipercayakan Tuhan kepadanya, jgn memakan yg bukan hak nya .

  4. Sosok Ahok adalah inspirasi untuk kita semua. Budaya korupsi yang telah menggurita dan mengakar rumput sejak orde baru tumbang seringkali membuat generasi muda hilang kepercayaan kepada pejabat publik dan anggota DPR. Tapi Ko Ahok memberikan harapan baru, bahwa masih bisa utk jadi pejabat yang “aneh” tidak harus ikut mainstream. Saya teringat salah satu kutipan dari penulis buku kristen Ellen White yang sangat cocok dengan kepribadian pak Ahok. Kutipan tsb berbunyi demikian, “The greatest want of the world is the want of men–Men who will not be bought or sold; men who in their inmost souls are true and honest; men who do not fear to call sin by its right name; men whose conscience is as true to duty as the needle to the pole; men who will stand for the right though the heavens fall.” — Ellen White.
    “Kebutuhan dunia yang terbesar adalah kebutuhan akan orang2 yang tidak bisa diperjualbelikan, yang pada sanubarinya benar dan jujur, orang yang tidak segan mengatakan dosa itu dosa, dan yang hati nuraninya teguh kepada tugas seperti jarum menunjuk ke kutub; serta orang yang akan tetap berdiri utk kebenaran walau langit runtuh sekalipun” – Ellen White. Berkarya terus Pak Ahok.

  5. Ane siih cuma pegang prinsip : ‘ Janganlah kau pernah memberi makan isteri & anak2mu ( baca : keluarga ) dengan harta yang tidak halal ‘…
    Bravo buat Ahok…Bener bangeet klo ada yang pernah bilang keberhasilan seorang suami tergantung dari isterinya…Semoga tidak akan pernah berubah sampai habis masa baktinya..Amiin.

  6. Betul sekali pemimpin korup pasti keluarganya ga terbiasa hidup sesuai dengan kebutuhannya (bukan keinginannya).

    Orang korup atau toleransi thd korup sudah pasti gagal pimpin keluarganya.

    Saya doakan semoga Jokowi-Ahok lancar dalam menuntaskan tugasnya sbg gubernur & wakil gubernur, tetap konsisten thd prinsip yg skrg, tetap terjaga kesehatan pribadi & keluarganya.. amien.

  7. di kalangan pengusaha besar, Duo Jokowi Ahok sebagai Gubernur dan Wagub DKI sdh santer dikenal sebagai pemimpin yg ‘tidak bisa disentuh’, ‘tdk bisa dibeli’ dgn berbagai tawaran. Tetapi karena itu, kalangan usaha juga senang, karena segala sesuatu jadi memiliki kepastian.

    THE UNTOUCHABLE!

    Semoga bermunculan orang2 berprinsip, takut dosa, di segala lini dan bidang pemerintahan kita! AMIN!

  8. Ahok, Basuki Tjahcaya Purnama, si Penggema Suari Hati

    “Daripada korupsi, lebih baik mati; sebab mati dalama kebenaran dan kejujuran adalah keuntungan”

    Jaman ini tampak telah berhasil mengaburkan makna “jujur dan tidak jujur”, “benar dan tidak benar”. Kebenaran begitu mudah digiring menjadi ketidakbenaran. Dalam konteks roda pemerintahan, kebenaran sedemikian mudah diputarbalikkan. Si empunya omongan sesat, dalam hitungan menit, dengan mimik tanpa guratan rasa bersalah, akan lantang memelintir dan membelokkan kejujuran atau kebenaran dari apa yang ia barusan ucapkan kepada publik. Apa yg telah diucapkan 5 menit yang lalu segera akan diletakkan dalam konteks yang berbeda pada 5 menit kemudian.

    Lihatlah betapa mudahnya pra eksekutif di negeri ini berubah tampilan dalam waktu singkat. Begitu juga dengan para “wakil rakyat” yang ada di lembaga legislatif sana – kebanyakan bertutur tanpa rumusan yang jelas. Kerjanya membuat, merevisi atau meng-amandemen undang-undang, tetapi omongan keseharian mereka sangguh jauh dari tatanan bahasa yang runut sebagimana yang terdalam rumusan undang-undang hasil kerjaan mereka.

    Melejitnya laju sarana teknologi komunikasi ternyata juga turut mengacaukan mana bahasa lisan dan mana bahasa tulisan. Semua menjadi kabur… dan tak pelak lagi, kata-kata pun demikian cepat menjadi bubur. Begitu pula kebenaran dengan gesit dipermainkan oleh mulut-mulut yang mengunyah kebenaran hingga larut, hingga tak lagi ada bedanya antara apa yang dipikirkan dan apa yang keluar dari mulut.

    Para penguasa di era terkini ternyata begitu mudah jatuh pada fenomena dunia virtual: antara yang di-publish berbeda dengan apa yang riil dilakoni, antara realitas keseharian dan realitas maya yang ia tampilkan di pengadilan akan juah berbeda dan pasti akan membingungkan kita. Realitas pun segera menjadi ‘abu-abu’ karena kasus suap atau karena banyaknya uang negara yang mereka gunakan memenuhi nafsu-nafsu.

    Ahok atau Pak Basuk, bersama Pak Jokowi ternyata menyadari fenomena terkini ini. Mereka berkehendak mengembalikan ke surga apa yang semestinya akan kita nikmati di surga; dan meletakkan persoalan dunia kembali ke dunia. Ya, terutama Pak Ahok. Ia begitu ‘galak’ dan tak gentar mengusahakan misi jenis ini. Bagi Ahok,kebenaran tak boleh disalahpahami sebagai kebenaran yang bersembunyi dibalik ketidakbenaran yang memangsedang terjadi. Kebenaran itu ibarat mawar berduri. Kita tahu bahwa tusukan durinya pasti menyakiti, hingga kita pun lantas berhenti untuk menggenggamnya dan cukup menikmati kebenaran itu dari kejauhan sana. Kita lebih menyukai kebenaran sebagai ‘narkoba’ yang membuat kita fly; dan sebaliknya kita tak siap meletakkan kebenaran itu sebagai cara hidup (the way of life) kita.

    Tapi tidak dengan Ahok. Beliau tak pernah takut dengan duri. Demi kebenaran sejati yang sepanjang hidupnya sebagai pejabat di negeri yang senang mempermainkan kebenarn kesana dan kemari. Ahok – bersama sang gubernur Jokowi, menyadari bahwa hitamnya hati para penguasa negeri ini telah menjadikan korupsi sebagai sarana memurnikan diri, tentu setelah puas memenuhi birahi bersama wanita-wanita selain bini atau istrinya yang resmi yang ia beli dengan uang hasil korupsi, entah dari hasil penjualan sapi, entah karena telah berhasil menyelewengkan uang pembangunan untuk negeri ini, entah karena demi partai-partai yang dijadikan kendaraan pribadi-pribadi.

    Dalam konteks inilah, melalui aksi nyata dan juga lewat ungkapan pribadinya, Ahok berani bahkan nekat mati demi menegakkan negeri ini, bahkan ia rela mati. Ia tak rela menjadikan negeri ini larut dalam karut marut perpolitikan yang menafikan kebenaran. Ia tak rela rakyat menjadi korban dari para politisi yang mempermainkan kebenaran demi keuntungan diri. Ketika para pejabat yang “kalah pamor” karena ulah mereka tak bisa diterima masyarakat mulai memperkeruh keadaan agar Ahok mundur dalam misinya, Ahok malah lebih ganas dan lebih garang melawan ketidakadilan yang tidak beradab yang sedang digembar-gemborkan ‘lawan-lawan politiknya’. Kepada sang istri ia berpesan bahwa dalam memperjuangkan kebenaran di negeri ini bisa saja ia dibunuh oleh mereka yang merasa terusik. Kepada Veronica, sang istri, Ahok malah berpesan supaya ‘kalau jenazahnya ditemukan, ia minta dimakamkan di Belitung, kota kelahirannya.

    Ahok, yang kini menjadi simbol perlawanan atas ketidakadilan dan penyelewengan yang telah mendarah daging dilakoni oleh para pejabat negara, sebagi salah dari antara mereka, merasa bertanggungjawab untuk meletakkan kembali kebenaran itu pada tempatnya. Kebenaran adalah hatga mati. Kebenaran bukan kebenaran yang relatif. Kebenaran itu bukan demokrasi. kebenaran itu tunggal dan tak bisa dipolitisasi. Kebenaran itu tak bisa dilarutkan dalam polling atau survey sesaat. Bahkan, ketika semua orang dan kelompok selalu merasa benar, atau ketika si pejabat A, B, C, dst selalu merasa telah melakukan hal benar, maka masyarakat atau setiap orang yang menyaksikannya serentak akan tahu kalau itu bukanlah sebuah kebenaran.

    Betul bahwa demokrasi membuat kita lebih bebas dalam berekspresi. Ya, termasuk dalam mengungkapkan kebenaran versi kita. Tetapi, sesungguhnya kebenaran itu datang dari ‘Atas’ dan diletakkan oleh ‘Sang Pemberi’ di kedalaman hati kita. Artinya, kebenaran itu ada di dalam hati kita semua. Ia adalah warna putih yang siap memurnikan warna hitam. kebenaran itu adalah terang yang siap menyirnakan kegelapan. Ketika para pejabat ramai-ramai menutup-nutupi asal-muasal kekayaan mereka yang tiba-tiba membengkak, Ahok lagi-lagi malah mempublish besaran pendapatannya sebagai pejabat di DKI. Ia pun tanpa tedeng aling menyeru ke media kalau di Jakarta, Gubernur dan Wagubnya Tak Terima Setoran ! Ahok memang mempesona. Sikapnya yang tegas dalam menegakkan kebenaran melalui konstitusi bahkan membuat para anggota dewan di negeri ini hanya bisa diam. Karena mereka sangat yakin kalau diri mereka sendiri turut bertanggungjawab atas kekacauan di negeri ini. Lantas mengapa Ahok begitu berani memeberangus ketidakadilan dan ketidakbenaran yang terjadi?

    Sejauh saya lihat, Ahok selalu mengingat apa yang pernah ia katakan dan lakukan untuk rakyat, dan sebaliknya ia juga sadar betapa ia dibesarkan juga oleh rakyat. Kesadaran ini membuat beliau tidak habis pikir dengan tingkah pejabat lain, termasuk atasannya, mendagri , ketua partainya, dan juga presiden sang bosnya yang tak henti-henti berubah-rupa ! Ahok, misalnya bukan orang yang membenci FPI (Front Pembela Islam), tetapi cara-cara kekerasan oleh ormas inilah yang tidak bisa dibenarkan olehnya. Lagi, dengan inkonsistensi mendagri, ketua partai, bahkan presiden dalam menyikapi kekerasan yang pernah dilakukan oleh FPI pun membuat Ahok harus ‘berjalan sendiri’.

    Saya cuma berharap Ahok tetap konsisten dalam mengusahakan kebenaran dan kejujuran dalam hidup dan tugasnya sebagai pelayan di negeri ini.

  9. saya harap Pak Ahok & Pak Jokowi bersedia jadi gubernur secara bergilir di tiap propinsi di Indonesia…biar ga kalah sama ibu kota..

    maju terus! pantang surut langkah dari tujuan yang hendak dicapai!

  10. Pak Basuki, semangat
    dan mudah”an selalu konsisten menghadapi
    setan-setan di kanan kiri depan belakang yang selalu menggoda.
    Ingat hidup tidak hanya didunia ini Pak.
    Semangat!!!

  11. Saya sebagai orang Jakarta, yang lahir dan besar di Jakarta.. Mendukung Penuh Bapak Ahok-Jokowi untuk menjadikan Jakarta lebih Baik lagi..

    Indonesia beruntung mempunyai 2 pasangan yang hebat.. Soekarno-Bung hatta dan Jokowi-Ahok..

  12. Dua Sejoli Koh Ahok dan Cie Veronika yang sedang di Berkati Tuhan ,…. Aminn, Terima Kasih Tuhan Karena Kau Kirim hambamu yang Mulya untuk Memimpin Kota Jakarta ini Aminn

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here