Duet Maut Tak Saling Sikut

29
218

Ahok.Org – Jokowi-Ahok tak hanya menonjol sebagai model kepemimpinan pemerintahan daerah yang penuh terobosan. Keduanya juga menyajikan sinergi unik. Potensi konflik pasangan ini diredam dengan memaduserasikan keunggulan masing-masing. Eksperimen berharga di tengah banyak pasangan yang awalnya bersanding, akhirnya bertanding.

Ada kesamaan antara duet Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Prov. DKI Jakarta 2012, dengan pasangan SBY-JK di Pilpres 2004. Jokowi, sapaan akrab Gubernur DKI Jakarta itu dan SBY, panggilan pesiden, sama-sama rising star politik pada masanya. Elektabilitas Jokowi pasca-pemilihan gubernur Jakarta 2012 terus menanjak, begitu pula tingkat keterpilihan SBY selepas Pilpres 2004.

Dua primadona elektoral pada eranya itu juga sama-sama didampingi pasangan tak biasa: out of the box. Sosok JK sebagai wapres berbeda daripada umumnya wapres, yang sekedar konco wingking. JK tampil aktraktif, menjadi problem solver, dan banyak terobosan. Pun performa Ahok, tidak seperti kesan umum wagub yang sekedar pelengkap protokoler.

Kepada daerah populer itu biasa. Tapi tak banyak wakil kepada daerah sekondang Ahok. Mantan Bupati Belitun Timur ini banyak melontorkan gagasan kejutan, pekerja produktif, dan punya kemampuan bicara yang argumentatif. Terlihat saling mengisi dengan Jokowi yang kalem dan biacara secukupnya. Ahok tidak cuma menumpang popularitas Jokowi, melainkan juga memberi warna lebih.

Salah satu wajud pengakuan publik, tahun ini Ahok dianugerahi “Bung Hatta Anti-Corruption Award” – penghargaan yang pernah diterima Jokowi tahun 2010, saat masih menjadi Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah. Banyak yang memandang kiprah Ahok sebagai wagub mirip JK sebagai wapres. Pasangan SBY-JK dinilai tepat dan saling mengisi. SBY sosok pemikir visioner, JK tipe pekerja smart yang berorientasi kedepan.

Tapi ditengah jalan, ketegangan SBY-JK mulai berakumulasi. Puncaknya, duet ini pecah kongsi menjelang Pemilu 2009, dan akhirnya SBY bertarung melawan JK. Duet pemimpin publik yang semula bersanding, lalu bersaing, dan puncaknya bertanding, juga menjalar ke banyak kepala daerah.

Pasangan Fauzi Bowo-Prijanto, pendahulu Jokowi-Ahok di DKI Jakarta, sehabis bersanding bergeser menjadi bersaing. Pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf di Jawa Barat, pada pilkada berikutnya bertanding. Banyak pula contoh lain di tingkat kabupaten/kota. Hanya sedikit pasangan kepala daerah yang langgeng dan berduet kembali pada periode kedua, seperti Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu`man di Sulewesi Selatan.

Ada lagi Soekarwo-Saifullah Yusuf di Jawa Timur, meski di tengah jalan pasangan ini nyaris pecah kongsi. Konflik kepentingan kepada dan wakil kepada daerah memang potensial. Salah satu faktor penggodanya, ada aturan main, bila kepala daerah utuh, sang wakil bakal menggantikan.

Kekompakan kepada daerah termasuk faktor krusial dalam sukses pemerintah daerah (pemda). Itulah sebabnya, dalam RUU Pilkada dan revisi UU Pemda yang sekarang sedang dibahas, penerintah menawarkan konsep wakil kepada daerah diangkat dari pegawai negeri sipil, bukan dipilih lewat pilkada. Itu sebagai respons atas maraknya rivalitas pimpinan daerah. Bahkan ada opsi, wakil gubernur ditiadakan pada provinsi yang penduduknya dibawah 5 juta orang.

Duet Jokowi-Ahok bukan hanya menarik lantaran mempertontonkan banyak langkah solutif penuntasan sejumlah masalah publik: layanan kesehatan dan pendidikan gratis, penyelesaikan damai hunian ilegal Waduk Pluit yang menahun, sampai penyelesaian cemerlang pedagang liar di jalanan Pasar Tanah Abang, Jatinegara dan Pasar Minggu, yang sudah lama jadi biang kemacetan.

Pasangan ini juga menyajikan model sinergi yang khas antara gubernur dan wakil gubernur. Sinergi kuat itulah yang menompang sukses pelayan publik. Pemerintahan mereka memang baru setahun dan tidak bisa dijamin akan terus kompak. Tapi sejauh ini, gaya duet ini relatif efektif meredam potensi konflik antar-mereka. Ini bukan pasangan tanpa potensi politik.

Keduanya bekas pemimpin fenomeal di daerah masing-masing, Jokowi bintang dari Surakarta, Ahok mutiara dari Belitung. Latar parti keduanya juga berbeda. Jokowi dari PDIP, Ahok eks anggota Fraksi Golkar DPR RI yang jelang pilkada Jakarta, direkrut masuk Gerindra.

Mereka hasil perjodohan kilat antara Gerindra dan PDIP. Ketika saat ini relasi antara pimpinan Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sedang merenggang, namun kombinasi Jokowi-Ahok seperti tak tertanggung. Bahkan Wasekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto menggambarkan bahwa kader PDIP Sumut itu menginginkan duet Jokowi-Ahok diusung dalam bursa Pilpres 2014.

Ahok membuka salah satu rahasia suksesnya menjalin solidaritas dengan Jokowi, Ahok menolak disebut mirip Jusuf Kalla,”Saya bukan mazhab JK,” kata Ahok.”Kalau saya mazhab JK, Pak Jokowi mungkin sudah ribut sama saya atau diam-diam ngga mau saya lagi.” Apa bedanya dengan JK? “Kalau saya, ngomong dulu baru baru mikir. Kalau JK, kerjakan duku baru mikir,” kata sosok yang gayanya memimpin rapat mudah dilihat di Youtube ini.

“Kalau saya ngomong, terus pak gubernur tidak berkenan, saya dipanggil. Kan saya belum melakukan,” katanya. “Kalau kamu kerja, lalu baru mikir, ya marah dong si Bos.  Kamu kok kerja dulu ngga ada diskusi. Kalau saya sounding dulu dan pak Gubernur ngga panggil, berarti setuju, baru saya kerjakan.”

Ahok mengaku tahu diri bahwa dia bawahan gubernur.”Itu bukan berarti menghina JK,” katanya. “Kalau SBY puas dengan JK, dia akan pilih JK yang sudah lima tahun bekerja, Tapi akhirnya SBY kan milih Budiono, itu karena JK mazhabnya seperti itu.”

Jokowi lebih banyak di lapangan. Blusukan. Ahok lebih sering memimpin rapat di kantor. Jokowi sesekali saja memimpin rapat. Pembagian ini kebetulan cocok dengan karakter mereka. “Saya ngga begitu suka keliling-keliling kayak Pak Jokowi. Pusing saya kalau mesti keliling-keliling begitu,” katanya.”Saya ngga pernah keluar (dari kantor). Kalau saya mau kondisi di lapangan, saya suruh orang untuk foto.”

Sedangkan Jokowi tidak betah rapat lama-lama.”Masalah rapat-rapat itu, saya ngga kuat, jadi wagub saja,” kata Jokowi.”Wagub ngga terlalu senang turun lapangan, jadi ya saya saja yang turun,” Mungkinkah suatu saat dibalik, Jokowi banyak memimpin rapat, dan Ahok ke lapangan? “Ya ngga, kan kesenengannya sudah masing-masing, Masa tukar-tukaran kesenengan,” jawab Jokowi, tersenyum.

Resep lain, masing-masing saling memahami kelemahan dan kelebihan. Urusan seni budaya, Ahok mengaku tak menguasai.”Kayak festival-festival, saya ngga ngerti. Beliau lebih jago. Kalau beliau lebih jago, ngapain direbut. Kalau kamu ngga bisa kerjaannya ya jangan. Kalau kita bisa, yang kita ambil kita kerjakan sebaik-baiknya,” kata Ahok panjang lebar. Tapi pada kasus Kartu Jakarta Sehat (KJS) — yang pernah diboikot sejumlah rumah sakit– Ahok lebih menguasai dan Jokowi dengan legowo menyerahkannya pada Ahok.

“Kalau KJS, memang beliau kasih saya. Karena saya lebih menguasai. Saya dari tahun 2006 sudah kerjakan di Belitung. Beliau juga mengerjakan di Solo dengan Askes,” katanya.”Jadi prinsipnya, kalau Anda memang lebih menguasai, ya Anda yang mengerjakan. Kalau tujuannya pengen menonjol, pengen keliahatan namanya, pasti nanti berantem.”

Jokowi memperkuat,”Yang paling penting, kerja sama seperti harus didahului kesamaan. Tidak ada kepentingan.” Bubarnya duet kepemimpinan, kata Jokowi, biasanya cuma karena dua hal.”Kepentingan ekonomi dan kepentingan politik. Rebutan politik dan rebutan ekonomi,” papar Jokowi.”Yang juga sering ramai itu rebutan massa. Kalau kita ngga tahu juga, massa kita yang mana, kita merasa tidak ada yang saling ambil lahan politik atau ekonomi, Ya jadi, begini-begini saja.”

Mantan Wagub DKI Jakarta, Prijanto yang saat pilkada lalu mendukung Jokowi-Ahok, tidak mau gegabah mengambil konsklusi bahwa pasangan ini kompak.”Hati-hati membuat kesimpulan kompak atau tidak kompak, saya tidak berani simpulkan,” kata sosok yang pernah berseteru dengan Fauzi Bowo ini. Bisa saja pencitraan. “Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu,” kata Prijanto.

Prijanto menyebut, faktor yang rentan meretakkan Jokowi-Ahok adalah latar keduanya sebagai politisi plus pengusaha,”Apalagi dua-duanya masih muda dan belum selesai dengan diri masing-masing,” katanya. Pensiunan jenderal bintang dua ini lebih banyak memperingatkan Jokowi-Ahok.”Mereka harus hati-hati pada pihak luar, biasanya pengusaha kakap atau politisi senior mereka,”katanya.”Kalau sampai benar-benar terpengaruh, bisa pecah duet ini.”

Perbedaan karakter Jokowi yang lebut dan Ahok yang meledak-ledak, Prijanto khawatir ini juga menjadi bumerang. Perihal pembangian kerja, Jokowi banyak blusukan, Ahok banyak memimpin rapat, kata Prijanto, sudah tepat. Salah besar, katanya jika wagub lebih banyak kluyuran.”Apalagi menjelang pilkada, bisa dianggap mau kampanye,” katanya.”Wagub itu ibarat ibu rumah tangga, mengkoordinasikan staf. Jadi sudah pas.”

Prijanto tidak terlalu memuji beberapa agenda Jokowi-Ahok yang selama ini diapresiasi luas. Penertiban Tanah Abang, kata Prijanto, memang sudah tugas.”Dulu saya dan pak Fauzi Bowo juga menertibkan Pasar Senen dan Jatinegara,” katanya.”Itu sudah tugas dan biasa saja,” Ia menambahkan.”Waktu itu prioritasnya belum ke Pluit dan Tanah Abang.”

“Pengerukan Waduk Pluit bukan pekerjaan yang luar biasa karena memang tugas pemerintah daerah,” ujarnya. “Yang luar biasa itu kalau bisa berantas korupsi. Kalau cuma ngeruk kali, selokan, penertiban kan memang pekerjaannya.” Prijanto mengaku sektor kesehatan dengan KJS dan pendidikan dengan KJP lebih baik dari sistem sebelumnya.

Andrinof Chaniago, analis kebijakan publik dari UI, melihat  meski ada perbedaan karakter komunikasi Jokowi dengan Ahok, karakter pribadi dua pasangan ini hampir sama.”Mereka sama-sama rasional, fair dan tujuannya mengejar hasil.” kata Andrinof. Berbeda dari kepemimpinan SBY yang tidak mengejar hasil, tapi menyenangkan semua orang.”Padahal yang disenangkan itu kepentingan pribadinya.”

Buat Jokowi-Ahok, kepentingan publik jadi target.”Walaupun mendadak, bahkan sering muncul terbosan belum matang sudah dilontarkan,” katanya. Berbeda dari pasangan pemimpin Banten Atut-Rano Karno, yang dinilai tidak memiliki visi dan karakter kepemimpinan kuat.

Soal visi, kata Andrinof, duet Jokowi-Ahok sebenarnya biasa, Tidak visioner seperti SBY,”Tetapi kepemipinan SBY tidak progresif,” katanya. Apalagi setelah SBY berpasangan dengan Boediono. Sedangkan Jokowi-Ahok sama-sama progresif dan ingin berbuat yang kongkret.

Berbeda dari Prijanto, Andrinof belum melihat ada faktor krusial yang berpotensi meretakkan pasangan ini, termasuk isu pencapresan Jokowi. Kuncinya, karena pasangan ini dapat memposisikan diri secara tepat. Ahok menempatkan diri sebagai wagub.”Ahok tidak menonjolkan posisi sebagai orang yang bersama-sama satu paket,” Andrinof menjelaskan.

Pekerjaan Ahok di kantor juga berat karena butuh pengorbanan psikologis. Ia harus rutin di kantor yang mungkin membosankan.”Kalau dua-duanya di kapangan kan kacau nanti.” Jokowi memang kadang tak setuju gaya Ahok dan menegur.”Tetapi Jokowi bukan tipe orang yang menyalahkan sepenuhnya. Dia memahami perbedaan karakter orang,” katanya. Sisi lain, Ahok orang yang fair dan mudah menerima masukan.”Jika ditegur, apalagi logis, dia menerima”.

Dalam telaah Andrinof, pembagian kerja saling mendukung antara pasangan pemimpin sekarang ini belum banyak. SBY saat ini, kata Andrinof, tidak memperoleh pasangan yang pas. Akan lebih baik jika yang satu pemikir dan perencana, pasangannya harus problem solver, penggerak dan eksekutor. Sebenarnya, kata Andrinof, JK pasangan cukup ideal buat SBY, karena melengkapi karakter SBY yang pemikir-perencana.

Tapi masalahnya, kata Andrinof,”Karakter pribadi mereka tidak cocok.” SBY terlihat tidak nyaman bersanding dengan JK karena SBY tipikal orang yang tidak ingin disamai, apalagi dilampaui. Situasi semacam itu, sejauh ini, tidak terjadi pada pasangan Jokowi-Ahok.[Majalah Gatra]

29 COMMENTS

  1. dilihat dari mengapa mereka terjun ke politik pemerintahan sudah jelas tidak ada yang bisa meretakkan mereka donk wahai para pengamat, kok anda2 tidak mengamati mengapa JB (Bukan Justin Bieber ya tapi Jokowi Basuki) mau masuk dan terjun ke politik, karena mereka kan dikecewakan oleh pemerintahan yg rumit dan ruwet terutama birokrasi dan penerapan hukum yang kaku yang kadang lebih sering tidak berpihak ke rakyat umumnya, jadi visi mereka sama makanya gak mungkin retak, gitu aja kok repot, gak usah sekolah S1,S2 apalagi S3 juga gw ngerti karena rekam jejak nya jelas, ntah yang lain yang tak jelas rekam jejak mengapa mau bermain dgn politik itu ^_^

  2. Ada pasangan seperti jokowi ahok mungkin baru ada “sekarang” semenjak kemerdekaan. Jadi buat apa lagi kita pusing2 untuk memilih pasangan ini untuk 2014. Ayo dong indonesia harus lebih cerdas sedikit. Andaikan gk ada parpol2an, kepentingan politiknya pasangan ini sangat pantas memimpin indonesia. Memang banyak kandidat lain yg bagus2 tapi saya rasa belum selevel dgn jokowi ahok. Politikus kan kebykan pintarnya Sembarang ngomong tanpa ada dasar yang jelas. Beda sama ahok, ngomong nyembur aja tp ada dasarnya. Yang berdebat dengan ahok tampak jelas tak berkutik, harusnya malu ya, tapi masih byk yg muka tembok.
    Kalau mau indonesia maju, jokowi ahok gk ada duanya, tp apa mungkin ya jokowi ahok RI1 RI2? Kepentingan kelompok sepertinya masih menguasai negeri ini. Jokowi kl dipasangkan dengan yg lain, saya yakin gk akan seideal ahok. Ayolah pak ahok indonesia butuh anda.

    • Bangsa kita butuh lehih banyak pemimpin2 yg seperti pak jokowi dan pak ahok yg bekerja dengan hati dan tidak mengutamakan kepentingan kelompok dan golongan, jujur, bersih dan mengemban tanggungjawab yg menginginkan otak,perut dan dompet rakyatnya terpenuhi. apa lagi yg kurang dari bangsa kita semuanya sdh tersedia hanya perlu dikelola dengan baik. Duet pak jokowi ahok memang sangat kelihatan saling mendukung dan memposisikan jabatannya dengan baik. terimakasih

  3. Pilpres mana bisa pilih pasangan sendiri bung andrinof..selama presidential treshold nya masi 20% sangat susah partai politik bs dapat 20%..alhasil ya koalisi lah..walau blom tentu satu visi…jd yg musti di beresin ya presidential tresholdnya..tp partai gede mana mau? Yg diotak mrk bukan kepentingan rakyat,tp partai.

  4. sayang banget kalau jakarta ditinggal pasangan ini, yang saya rasakan semenjak mereka menjabat beliau sudah banyak membantu untuk membenahi jakarta yg sudah sangat semerawut dikarenakan pejabat terdahulu pd ga beres untung aja ada jokowi ahok yg berani eksekusi dalam mengambil keputusan, jd mantab lah… tinggal bawahan-bawahannya doank nhe yg harus dievaluasi lg kinerjanya… kalau bisa rombak besar2an secepatnya…biar jd lbh baik lg. amien
    i love ahok

    • Kalau Pak Jokowi jadi RI1, Pak Ahok otomatis jadi Gub. DKI. Ini lebih bagus lagi bagi DKI dan malah bagi NKRI secara keseluruhan. Bagi DKI menjadi lebih mudah/lancar hubungannya dengan Pusat. Ini penting karena banyak kemajuan DKI yg tergantung Pusat, misalnya normalisasi 13 sungai di DKI ini wewenang Pusat (Kemen PU). Kalau Kemen. PU “lelet”, Pak Ahok tinggal telpon Pak Jokowi saja. Bagi NKRI pasti sangat bagus. Hal2 yg sudah bagus di DKI, pasti ditularkan ke seluruh 34 provinsi di RI.Misalnya sistim pembayaran pajak secara online , pengadaan barang secara E-Catalog dsb. Dan yg lebih oke lagi, Pak Jokowi itu pejabat yg anti “setoran” baik dari siapa saja. Orangnya sederhana, lugas dan jujur….lambat atau cepat pasti akan ditiru oleh para pejabat bawahannya dan Pemda2 di seluruh RI.Sehingga RI berangsur jadi negara yg bersih dari koruptor. Rakyat cepat sejahtera…..bukan hanya keluarga pejabatnya saja seperti yg terjadi di Provinsi Banten skr. ini.

  5. kalau pakde jokowiahok yg jelas tidak ada kepentingan untuk memperkaya diri, kerja tulus demi rakyat dan itu sudah mereka lakukan dari dulu dari hasil rekam jejak keduanya bisa dicek tapi pemimpin lain masing masing punya kepentingan makanya pisah

    • Kalau Pak Jokowi Presiden, beliau pasti akan berani bikin terobosan bagaimana caranya supaya bisa urus dengan baik Gubernur, Bupati dan walikota seluruh RI. Beliau orangnya BERANI karena JUJUR dan tidak mau terima “setoran” dari siapapun karena jabatannya. . . . beliau pro rakyat kecil, sederhana gaya hidupnya, mau kerja keras : hari liburpun mau kerja… tengah malampun cek banjir . . . mana ada pejabat tinggi lainnya yg seperti ini?

  6. Kunci dasar mereka kompak adalah sama-sama bukan maling ! Kalau satu saja diantaranya punya ambisi tolol yaitu ingin ‘kayarayagemahripahlohjinawi’ dari jabatannya sudah pasti tidak akan bisa cocok ..ibarat terang tak mungkin jadi satu dengan gelap..atau seperti air dan minyak… atau seperti pks dengan psk..Dan, apabila jokowi jadi nyapres..pdip harus menyiapkan pengganti yang benar-benar tidak jauh dengan karakter jokowi yang humanis dan egaliter.. yang adalah reinkarnasi roh gusdur dalam semangat kekinian..walau langka pasti ada…

    • pak jokowi dan ahok bisa jadi RI 1 dan RI 2. tinggal kerelaan partai mereka masing-masing saja. DKI siapa yg urus ya??? karena APBDnya besar kan jgn sampai habis dikorup juga. terimakasih.

    • Saya setuju jokowi ahok jadi ri1 dan ri2, karena problem indonesia sangat banyak, dan banyak kepentingan bermain didalamnya, butuh orang yg cerdas, inovatif,tegas, mau bekerja keras, dan punya visi untuk kemajuan bangsa. Sehingga orang2 yg tidak kompeten di jabatan nya, bisa dibuang ke laut. Seperti pepatah mengatakan, jika ingin kaya jadilah pengusaha, jika ingin berbakti pada masyarakat dan negara jadilah pejabat..btw, itu pepatah saya sendiri.. 😀

  7. Kalau sekiranya Partai yang diperlukan untk mengusung beliau berdua itu ? Kenapa Pak J-B tidak bikin partai sendiri ? Saya yakin banyak “orang” yang punya keinginan kuat untuk memajukan Indonesia dan punya uang untuk dukung buka kantor DPP diseluruh Indonesia…tidak perlu keluar uang triliuanan, kalau masing-masing pada sukarela bangun didaerah mereka masing-masing. Tinggal Pak J-B buka mulut, pasti banyak yang mau…Salam…Go..JB

  8. *penjelasan……puanjang bangeeettt……tapi bisa disingkat “tumbu entuk tutupe”, cuma 3 biji kata
    *pendekatan politik memang menggelitik bahkan suka ngithik-ithik, pendekatan budaya……….manaaaaa????????? he..3x

  9. Kita perlu pemimpin bermental Mao Tse Tung atau Lee Kwan Yu yg tegas menghancurkan ketidak benaran. Para elit di legislatif dan eksekutif lebih banyak yg buruk. Buktinya usulan Ahok di DPR unt memberantas pemimpin korup tdk digubris. Yg anehnya para gubernur,bupati masih saja maling uang rakyat,mereka tdk mau meniru JokoHok. Saya hanya berdoa supaya Indonesia diberi rahmat pemimpin yg seperti JokoHok.

  10. saya dari lampung ke jakarta dan melihat kondisi jakarta sudah lumayan contohnya di sekitaran roxy itu udah gak ada parking on the street ayau apalah dan di kali pesing itu udah dilakukan pengerukan berkala alhasil sampah yang biasanya numpuk ini malah sediit,,,,,
    saya sebagai warga lampung bangga dengan bapak jokowi dan ahok yang memimpin dengan bijak,,,,,
    pokoknya pasangan ini gak boleh pisah deh
    i love jakarta
    i love jokowi ahok

  11. Gak tahu ya ini sptny Bu MEGA hanya menjadikan Pak JOKOWI sbg REKLAME berjalan untuk PDIP.Saya kasihan pada Pak JOKOWI.Orang yg punya sifat nunut dan baik hati ini cuma dimanfaatkan.Saya yakin bgt klo PDIP mencapai 20% presidential treshold pasti Ibu MEGA yg maju nyapres dan Pak JOKOWI dipaksakan jd Wakil.Klo PDIP kalah baru pak JOKOWI dimajukan jd presiden dg menggandeng/koalisi partai lain.Artinya Ibu MEGA sama saja spt ibu tiri yg tdk sayang sm Pak JOKOWI.Pak JOKOWI selalu saja dilepas kerja keras sendiri.DUET JOKOWI AHOK adalah DUET TERBAIK sepanjang SEJARAH di INDONESIA.Tapi negara ini negara SABLENG, POLITIKUS yg nguasai pemerintahan dan legislatif semua KEBLINGER.Benar kata seorang teman diatas, jika Pak JOKOWI AHOK buat PARTAI sendiri…wah jangan ditanya lagi, saya pst ikut dalam bus ini.Tapi apa kita punya cukup kesabaran menunggu 5 thn lagi?Dan blm tentu 2 Bpak HEBAT ini mau menghianati partai yg mengusungnya.Bisa2 kita saja ini…tapi itu ide bagus jika semua demi kebaikan BANGSA mengapa tidak?Jika skenario Bu MEGA spt diatas sebaiknya PRABOWO-AHOK yang maju beri kesempatan.Ini pasangan spt pembuka HUTAN liar perPOLITIKAN BOBROK di INDONESIA…jika Pak PRABOWO mau deklarasikan gandeng Pak AHOK segera saya pasti pilih ketimbang MEGA JOKOWI…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here