Evaluasi Pemilukada 2011 dan Persiapan Pemilu 2014

1
68

Ahok.Org – Komisi II DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua KPU dan Ketua Bawaslu di ruang rapat Komisi II DPR RI Jakarta, Senin 20 Februari 2012. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN Hakam Naja. Rapat tersebut membahas evaluasi pelaksanaan Pemilukada tahun 2011, persiapan Pemilukada 2012 dan persiapan pelaksanaan tahapan pemilu tahun 2014.

Sebagian besar Anggota Komisi II DPR RI menyoroti tentang semakin tingginya konflik pemilukada di daerah-daerah yang berujung pada tindakan anarkis. Selain itu, banyak kasus sengketa pemilukada yang harus berakhir di Mahkamah Konstitusi. Penyelesaian sengketa pemilukada di MK di satu sisi menunjukkan bahwa kesadaran hukum masyarakat semakin tinggi, namun disisi lain membuktikan bahwa masih banyak ”lubang-lubang hitam” penyelenggaraan pemilukada di republik ini. KPU dan Bawaslu menjelaskan bahwa sebagian besar kasus pemilukada terkait dengan politik uang (money politics), pengerahan PNS, intimidasi dan kekerasan.

KPU

Ketua KPU Hafiz Anshary menjelaskan bahwa ada beberapa permasalahan terkait pemilukada, seperti masalah regulasi dimana ada beberapa pasal di dalam UU yang tidak mudah dilaksanakan. Adapula pasal-pasal yang tidak sinkron antara UU yang satu dengan UU yang lain. Misalnya masalah sumber pemutakhiran data pemilih. UU Nomor 32 Tahun 2004 jo. UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah  dengan UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pemutakhiran data pemilih didasarkan pada data pemilih pada pemilu terakhir, sementara menurut UU Nomor 22 Tahun 2007, sumber data yang digunakan untuk pemutakhiran data pemilih adalah data kependudukan dari pemerintah. Selain itu, anggaran pemilukada yang berasal dari APBD juga banyak menimbulkan masalah seperti keterlambatan persetujuan, jumlah yang tidak sesuai dengan kebutuhan, dan kesulitan pencairan dengan berbagai alasan, tidak ada sanksi hukum bagi kepala daerah yang mengulur-ulur anggaran sehingga menghambat proses pemilukada, kepengurusan parpol yang lebih dari satu, pemecatan pengurus parpol di daerah di injure time, pengusulan calon yang lebih dari satu, perbedaan pasangan calon yang diusung antara pengurus parpol di daerah dengan pengurus pusat, pergantian pasangan calon yang diusung didetik-detik terakhir masa pendaftaran atau dipenghujung masa penyerahan perbaikan berkas, ijazah palsu, persoalan tes kesehatan, dukungan ganda untuk calon perseorangan dan dukungan  fiktif, penyelenggara yang tidak netral, tidak profesional, penyelenggara yang terlibat konflik kepentingan, putusan pengadilan yang berbeda atau melewati tahapan. Misalnya perbedaan antara putusan Pengadilan Negeri dengan MK, putusan Pengadilan Negeri atau PTUN sesudah semua proses tahapan pemilukada berakhir dan calon terpilih sudah dilantik.

Ketua KPU menjelaskan pula bahwa  sepenjang tahun 2011 terdapat 125 permohonan yang terregistrasi di MK. Ada 10 permohonan  yang dikabulkan (7 permohonan dikabulkan sebagian dan 3 permohonan dikabulkan seluruhnya). Selebihnya, 2 permohonan ditarik kembali oleh pemohon, 80 permohonan ditolak seluruhnya, 26 permohonan tidak diterima, 1 permohonan gugur, 5 putusan sela, dan 1 ketetapan.

Penyelesaian oleh KPU dilakukan berdasarkan Peraturan KPU Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Bentuk sanksinya berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian. Sepanjang tahun 2011 ada beberapa pengurus KPU yang diberikan sanksi pemberhentian seperti pemberhentian ketua dan anggota KPU Kota Jayapura, Papua, pemberhentian 2 anggota KPU Kabupaten Bima, NTB, pemberhentian dari jabatan ketua dan pemberian teguran keras secara tertulis kepada dua anggotanya, pemberhentian ketua dan 3 anggota KPU Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, pemberhentian ketua KPU Pekanbaru Riau dan pemberhentian ketua dan anggota KPU Buton, Sulawesi Tenggara.

Hafiz Anshary menjelaskan bahwa banyak putusan KPU terkait pelanggaran Kode Etik tersebut yang kemudian digugat di PTUN dan dimenangkan penggugat. Padahal KPU hanya melaksanakan rekomendasi Dewan Kehormatan KPU. Ketua KPU juga melaporkan bahwa sampai dengan Januari 2012, ada 87 daerah yang melaksanakan pemilukada tahun 2011 namun baru 50 daerah yang menyampaikan laporan ke KPU.

Bawaslu

Ketua Bawaslu  Bambang Eka Cahyo Widodo menjelaskan bahwa ada beberapa masalah potensial yang muncul dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilukada, yaitu:

Pertama, Tahapan pemutakhiran data pemilih, yaitu pemilih ganda (terjadi di Mentawai, Sorong, Maybrat, Sangihe, Mesuji, MDB dan Jepara), pemilih meninggal masih terdaftar sebagai pemilih, pemilih yang mempunyai hak pilih tidak terdaftar dalam DPT (Maluku Tenggara Barat), penduduk yang belum berdomisili selama 6 bulan terdaftar sebagai pemilih (Maybrat, Maluku Tenggara Barat, Jepara dan Sangihe), pemilih yang terdaftar dalam DP4 tetapi tidak terdaftar dalam DPS (Sangihe), pemilih yang tidak ada di tempat masih terdaftar dalam DPT (Mesuji), anak dibawah umur masih terdaftar sebagai pemilih, pemilih yang cacat mental, pengawas pemilukada tidak bisa mengakses data dari KPU Kabupaten/Kota (Barito Selatan), penggunaan data pendaftaran haji sebagai data DPS, KPU Kabupaten/Kota me-copypaste data pemilih dari DP4, tidak menggunakan DPS (Pekanbaru), KIP Kabupaten/Kota tidak memberikan data yang sudah dimutakhirkan kepada PPS dan PPK (DPS), (Aceh Timur), PPS mengundang PPL dalam rapat pleno (Aceh Utara), selisih jumlah pemilih yang terlalu mencolok antara pemilu legislatif, pemilu presiden dan pemilukada (Sorong, Mesuji, Jepara, Maybrat, Maluku Tenggara Barat, Sangihe), dan kesalahan penulisan identitas pemilih (Jepara, Sangihe, Maluku Tenggara Barat).

Kedua, Pendaftaran  dan penetapan calon, yaitu KPU Kabupaten/Kota tidak memberikan dokumen persyaratan pasangan calon kepada pengawas pemilukada, dualisme dukungan partai politik dalam mendukung pasangan calon (Nias), KPU Kabupaten/Kota tidak melakukan verfikasi faktual, dukungan ganda untuk calon perseorangan, kelengkapan dan keabsahan berkas pasangan calon (Lembata, Nias).

Ketiga, Tahapan kampanye, yaitu perbedaan aturan dalam UU dan peraturan KPU tentang definisi kampanye (Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Timur, Kota Sabang, Aceh Tenggara), pelibatan anak-anak dalam kampanye (Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Timur, Kota Sabang, Aceh Tenggara), kampanye di luar jadwal (Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Timur, Kota Sabang, Aceh Tenggara), penggunaan fasilitas negara (Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Timur, Kota Sabang, Aceh Tenggara), penyalahgunaan jabatan (Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Timur, Kota Sabang, Aceh Tenggara), menggunakan sarana ibadah dan pendidikan untuk kampanye, pelibatan perangkat desa, kecamatan dan jajaran setingkatnya (Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Timur, Kota Sabang, Aceh Tenggara), pemasangan baliho tidak sesuai dengan lokasi yang ditentukan.

Keempat, Pengawasan dana kampanye, yaitu pasangan calon tidak membuat pembukuan khusus kampanye, KPU Kabupaten/Kota tidak memberikan LPPDK pasangan calon kepada pengawas pemilukada, identitas penyumbang tidak jelas, nilai sumbangan melebihi Rp 50.000.000,- untuk perseorangan dan melebihi Rp 350.000.000,- untuk perusahaan, sumber dana kampanye dari pihak-pihak yang dilarang (Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Singkil, Aceh Timur, Kota Sabang, Aceh Tenggara), penetapan kantor akuntan publik tidak melalui tender terbuka, laporan dana kampanye tidak disampaikan secara lengkap, penggunaan APBD oleh incumbent, dan sumbangan dana kampanye tidak sesuai ketentuan jumlah maupun sumber penerimaan.

Kelima, Tahapan pengadaan dan distribusi logistik, yaitu  spesifikasi surat suara tidak sesuai dengan ketentuan KPU Kabupaten/Kota (Rokan Hulu, Malinau), design grafis yang mendukung pasangan calon tertentu, surat suara dicetak melebihi jumlah DPT + 25% dari DPT, kualitas tinta tidak sesuai dengan ketentuan, pendistribusian logistik tidak tepat waktu (Rokan Hulu), jumlah logistik yang dimasukan ke dalam kotak suara tidak sesuai dengan berita acara, kotak suara tidak tersegel dengan baik, KPU Kabupaten/Kota tidak terbuka pada pengadaan jasa perusahaan yang mencetak surat suara, pencetakan surat suara tidak sesuai jadwal/tahapan (Malinau), keterlambatan distribusi akibat kondisi geografis yang sulit dijangkau (Rokan Hulu, Nunukan), keamanan distribusi logistik di daerah konflik (Rokan Hulu), dan teknik pelipatan surat suara kurang tepat (Rokan Hulu).

Keenam, Tahapan pemungutan suara, yaitu adanya pemilih ganda (Rokan Hulu, Malinau), pemilih yang menggunakan hak pilih orang lain (Kota Sabang), mobilisasi C6 KWK KPU oleh tim sukses pasangan calon, politik uang, pemilih mendaftar melebihi pukul 12.00 wib, pemilih tidak terdaftar dalam DPT dan DPS, petugas KPPS tidak netral (Rokan Hulu), jumlah surat suara melebihi  jumlah DPT + 25%, KPPS mencoblos surat suara pemilih yang tidak hadir, mobilisasi massa di TPS oleh pasangan calon tertentu, intimidasi kepada pemilih (Rokan Hulu), mobilisasi pemilih (Batam), saksi tidak hadir di TPS (Rokan Hulu, Aceh Tengah), petugas KPPS mengalihkan hasil suara salah satu pasangan calon ke pasangan calon yang lain (Aceh Timur), dan saksi membawa/memasang atribut pasangan calon (Aceh Besar).

Ketujuh, Tahapan penghitungan suara, yaitu penghitungan suara dilakukan sebelum pukul 13.00 wib, saksi pasangan calon tidak lengkap, penghitungan suara kurang penerangan, anggota KPPS tidak konsisten menentukan suara sah dan tidak sah, berita acara hasil penghitungan surat suara telah dilakukan lebih dahulu, anggota KPPS tidak memberikan berita acara form C dan lampiran form C1 kepada saksi dan PPL, saksi tidak dapat menyaksikan dengan jelas proses penghitungan surat suara, coblos tembus (Kota Balikpapan), dan penggelembungan suara (Rokan Hulu, Malinau, Kota Batam).

Kedelapan, Tahapan pergerakan kotak suara, yaitu tidak utuhnya kotak suara karena pengrusakan segel dan pembukaan kotak suara, manipulasi hasil perolehan suara dan sebagainya. Untuk memastikan keutuhan hasil maka diperlukan pengawasan terhadap proses pergerakan kotak suara serta rekapitulasi hasil perolehan suara. Beberapa masalah potensial pada tahapan ini adalah pleno di PPK tidak dihadiri saksi pasangan calon, hasil rekapitulasi perhitungan di TPS berbeda dengan yang dipegang oleh saksi pasangan calon, rekapitulasi di KPU Kabupaten/Kota tidak sesuai dengan di PPK dan PPS (Kutai Barat), pengiriman kotak suara dari KPPS ke PPK, dan dari PPK ke KPU Kabupaten/Kota tidak sampai tepat waktu (Rokan Hulu), kotak suara tidak disegel/dalam keadaan rusak (Rokan Hulu), berubahnya berita acara dan sertifikasi perolehan suara (Rokan Hulu, Kota Batam), adanya intimidasi dan teror (Rokan Hulu), dan salinan form C1 tidak diberikan kepada setiap saksi dan PPL (Malinau, Kota Sabang).

Persiapan Pelaksanaan Tahapan Pemilu 2014

Ketua KPU menjelaskan bahwa berdasarkan perkembangan pembahasan Rancangan Perubahan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, tahapan pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara. Pemungutan suara diperkirakan bulan April 2014. Pendaftaran parpol peserta pemilu dimulai bulan Agustus-Desember 2012. Tahap penyerahan data kependudukan dijadwalkan bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013. Selanjutnya sinkronisasi aplikasi pemutakhiran data pemilih antara KPU dan Dirjen Adminduk bulan Januari-Februari 2013. Penyerahan DP4 dari pemerintah ke KPU dan proses pemutakhiran data pemilih bulan Maret–Oktober 2013. Tahapan penyusunan dan penetapan dapil yang diawali dengan penyerahan data kependudukan dari pemerintah kepada KPU bulan Desember 2012 sampai dengan Februari 2013. Tahapan pencalonan dimulai bulan Mei–September 2013. Masa kampanye dimulai Januari 2013 sampai dengan April 2014.

Khusus untuk pengadaan logistik pemilu dan pendistribusiannya dimulai bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Pemungutan suara,  penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, penghitungan pembagian kursi bulan April– Mei 2014. Sedangkan penetapan hasil pemilu, penghitungan pembagian kursi dan penetapan calon terpilih, termasuk proses persidangan di MK jika ada gugatan bulan Mei-Oktober 2014. Sumpah janji untuk anggota DPRD Kabupaten/Kota bulan Juli– Agustus 2014, DPRD Provinsi bulan Agustus–September 2014,  DPR RI dan DPD RI tanggal 1 Oktober 2014.

Kesimpulan Rapat

Pertama, Terkait penyelenggaraan pemilukada yang terjadi sejak tahun 2010 sampai dengan sekarang, Komisi II DPR RI meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk menyerahkan data terkait sebagai bahan masukan dalam melaksanakan fungsi legislasi DPR RI, yakni; jenis-jenis pelanggaran yang terjadi dan tindak lanjut yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, klasifikasi partai politik dan perseorangan sebagai pemenang pemilukada, masalah partai politik terkait persyaratan dan pengusungan calon, kelemahan regulasi yang terjadi di lapangan, dan kategorisasi penanganan putusan peradilan, khususnya yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Kedua, Komisi II DPR RI mendorong agar peran pencegahan dari Bawaslu dapat dilaksanakan secara lebih efektif.

Ketiga, Terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pemilukada, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang akan dibahas oleh DPR RI, Komisi II DPR RI meminta KPU dan Bawaslu untuk dapat memberikan masukan-masukan yang komprehensif.

Keempat, Terkait usulan anggaran pemilukada agar dialokasikan dari APBN, Komisi II DPR RI meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk menyampaikan usulannya secara komprehensif. (Kamillus Elu, SH).

1 COMMENT

  1. kalo bisa bikin uu kalo terdakwa ,tersangka, atau yang diduga terlibat kasus korupsi atau kasus lain , dilarang mencalonkan /dicalonkan sebagai kepala daerah jangan kaya bupati di lampung dilantiknya di penjara.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here