(24/05)—Fokus pembahasan dalam RDP kali ini adalah mengenai evaluasi Daerah Otonom baru (DOB) dalam rangka implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Evaluasi tersebut akan dilakukan oleh tim teknis yang terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN dan RB, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Sekretariat Negara, Bappenas, BPKP, BKN, BPS, dan LAN.
Seperti kita ketahui bersama, proses pembentukan DOB atau yang biasa dikenal dengan istilah pemekaran daerah ini sedang dalam status “Moratorium” atau penundaan sementara. Moratorium ini merupakan kesepakatan politik antara DPR dengan pemerintah untuk memberi kesempatan bagi pelaksanaan seluruh rangkaian Pemilu 2009.
Sesuai kesepakatan dengan Komisi II DPR-RI, Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) direncanakan dapat selesai dan disampaikan kepada DPR-RI pada akhir Juni 2010, karena saat ini penyelesaiannya sudah mencapai 80 %. Desain besar ini mencakup desain penataan ulang daerah otonom yang baru maupun yang lama, termasuk estimasi jumlah provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia hingga tahun 2025. Dalam proses penyusunannya, telah mengakomodasikan berbagai pertimbangan dimensi geografi, dimensi demografi, dan dimensi kesisteman (sistem pertahanan dan keamanan, sistem sosial politik, sistem sosial ekonomi, sistem keuangan, sistem administrasi publik, dan sistem manajemen pemerintahan).
Mengenai pengukuran yang digunakan dalam evaluasi DOB juga menjadi fokus perhatian dalaRDP ini. Berdasarkan ketentuan PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelengaraan Pemerintahan Daerah, kriteria dalam evaluasi DOB adalah sebagai berikut:
1) Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah merupakan sistem pengukuran kinerja, yang mencakup: (i) penetapan IKK; (ii) tenik pengumpulan data kinerja; (iii) metodologi pengukuran kinerja; dan (iv) analisis, pembobotan, dan interprestasi kinerja.
2) Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan dengan penilaian total Indeks Kinerja Pemerintahan Daerah yang merupakan composit dari 2 variabel yaitu Indeks Capaian Kinerja dan Indeks Kesesuaian Materi.
3) Indeks Capaian Kinerja dilakukan melalui penilaian terhadap tataran pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan 22 Aspek dan 171 Indikator Kinerja Kunci. Aspek-aspek pada tataran pengambil kebijakan yang dievaluasi meliputi:
(1) Ketentraman dan ketertiban umum daerah;
(2) Keselarasan dan efektifitas hubungan antara pemerintahan daerah dan pemerintah serta antar pemerintahan daerah dalam rangka pengembangan otonomi daerah;
(3) Keselarasan antara kebijakan pemerintahan daerah dengan kebijakan pemerintah;
(4) Efektifitas hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD;
(5) Efektifitas proses pengambilan keputusan oleh DPRD beserta tindak lanjut pelaksanaan keputusan;
(6) Efektifitas proses pengambilan keputusan oleh kepala daerah beserta tindak lanjut pelaksanaan keputusan;
(7) Ketaatan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah pada peraturan perundang-undangan;
(8) Intensitas dan efektifitas proses konsultasi publik antara pemerintah daerah dengan masyarakat atas penetapan kebijakan publik yang strategis dan relevan untuk daerah;
(9) Transparansi dalam pemanfaatan alokasi, pencairan dan penyerapan DAU, DAK, dan bagi hasil;
(10)Intensitas, efektifitas, dan transparansi pemungutan sumber-sumber pendapatan asli daerah dan pinjaman/obligasi daerah;
(11)Efektivitas perencanaan, penyusunan, pelaksanaan tata usaha, pertanggungjawaban, dan pengawasan APBD;
(12)Pengelolaan potensi daerah; dan
(13)Terobosan inovasi baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sedangkan aspek-aspek pada tataran pelaksanaan kebijakan yang dievaluasi, meliputi:
(1) Kebijakan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan;
(2) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
(3) Tingkat capaian SPM;
(4) Penataan kelembagaan daerah;
(5) Pengelolaan kepegawaian daerah;
(6) Perencanaan pembangunan daerah;
(7) Pengelolaan keuangan daerah;
(8) Pengelolaan barang milik daerah; dan
(9) Pemberian fasilitasi terhadap partisipasi masyarakat.
4) Evaluasi kinerja kabupaten/kota dalam lingkup provinsi dilakukan oleh Tim Daerah, sedangkan evaluasi kinerja provinsi dan pemeringkatan kabupaten/kota secara nasional dilakukan oleh Tim Nasional dengan melibatkan para Pakar dan/atau lembaga Independen yang dilakukan secara objektif, akuntabel, dan transparan.
5) Hasil Evaluasi menghasilkan Total Indeks Kinerja Pemda dengan Status Kinerja dalam 4 kategori yaitu: Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, dan Rendah.
No |
Hasil Evaluasi LPPD Pemda Tahun 2007 |
Peringkat & Status |
Tidak diberi Nilai |
Jumlah |
|||
Sangat Tinggi |
Tinggi |
Sedang |
Rendah |
||||
1 |
PROVINSI |
0 |
20 |
10 |
3 |
0 |
33 |
2 |
KABUPATEN |
9 |
133 |
105 |
54 |
49 |
350 |
3 |
KOTA |
2 |
42 |
23 |
10 |
9 |
86 |
JUMLAH |
11 (2,35%) |
195(41,58&) |
138 (29,42%) |
67 (14,29%) |
58 (12,37%) |
469 |
Hasil evaluasi Kinerja Penyelengaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) khususnya Daerah Otonom Baru (DOB) LPPD Tahun 2007 dan Tahun 2008 sebagaimana diuraikan diatas dapat diringkas sebagai berikut:
1) Hasil Evaluasi Kinerja Daerah Otonom Baru pada tahun 2007
a) Provinsi yang berkinerja Sangat Tinggi: 0 (nol), Tinggi: 3 (tiga), Sedang: 2 (dua) dan Rendah: 2 (dua).
b) Kabupaten yang berkinerja Sangat Tinggi: 1, Tinggi: 33 (tiga puluh tiga), Sedang: 37 (Tiga Puluh Tujuh), Rendah: 21 (Dua Puluh Satu); dan
c) Kota yang berkinerja Sangat Tinggi: 0 (nol), Tinggi: 12 (Dua Belas), Sedang: 5 (Lima), dan Rendah: 5 (Lima).
2) Hasil Evaluasi Daerah Otonom Baru pada tahun 2008
a) Provinsi yang berkinerja Sangat Tinggi: 0 (nol), Tinggi: 7 (tujuh), Sedang: 0 (nol), dan Rendah: 0 (nol);
b) Kabupaten yang berkinerja Sangat Tinggi: 0 (nol), Tinggi: 60 (enam puluh), Sedang: 49 ( Empat Puluh Sembilan) dan Rendah: 7 (Tujuh);
c) Kota yang berkinerja Sangat Tinggi: 0 (Nol), Tinggi: 24 (Dua Puluh Empat), Sedang: 4 (Empat), dan Rendah: 1 (satu).
Secara umum hasil evaluasi dalam 2 (dua) tahun ini menunjukan kinerja Daerah Otonom Baru berkinerja rata-rata sedang dan belum signifikan mencapai tujuan otonomi daerah, serta masih terdapat daerah yang berkinerja rendah atau kemampuan rendah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pelayanan publik dan daya saing daerah.
Salah satu alasan penyebab rendahnya kinerja Daerah Otonom Baru adalah pembentukannya terburu-buru (kurang persiapan) dan disisi lain belum optimalnya pembinaan dari kementerian dan lembaga dalam memfasilitasi peningkatan pengembangan kapasitas daerah.
Banyak permasalahan terjadi disebabkan dalam proses pembentukan tang terburu-buru (kurang persiapan) antar lain RUU sudah jadi, padahal syarat-syarat administrasi, syarat-syarat teknis syarat dan syarat cakupan wilayah belum lengkap. Beberapa saran/rekomendasi penyempurnaan proses pembentukan DOB, agar kedepan akan lebih terencana, terarah dan sesuai dengan kerangka nasional Grand Design Penataan Daerah, adalah:
1) Untuk mengatasi permasalahan kelambatan pembentukan organisasi perangkat daerah serta kurangnya personil yang kompeten untuk mengisi organisasi perangkat daerah, dapat dipertimbangkan peningkatkan kualitas persyaratan teknis dengan melampirkan draft struktur organisasi perangkat daerah yang akan diusulkan dan disesuaikan dengan potensi wilayahnya. Demikian juga tenaga atau personil yang dibutuhkan dan perkiraan pengisiannya ke calon daerah otonom baru sudah terencana dalam sistem pengembangan karir PNS di daerah.
2) Untuk mengatasi kurang memadainya jumlah penduduk yang dilayani dibandingkan pejabat publik yang ada, kedepan perlu dipertimbangkan persyaratan jumlah penduduk minimal dalam persyaratan teknis pembentukan DOB.
3) Pembentukan DOB kedepan perlu menyelaraskan persyaratan jumlah penduduk dengan kisaran jumlah penduduk di provinsi, kabupaten dan kota sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Jika memang pertimbangan efisiensi lebih utama bagi pemerintah maka persyaratan minimal jumlah penduduk menurut para pakar Grand Desain Penataan Daerah adalah antara 100.000 di luar Jawa khususnya di Indonesia Bagian Timur, sedangkan persyaratan minimal 200.000 jiwa bagi Indonesia Bagian Barat dan Bagian Tengah terutama untuk wilayah daratan. Pengecualian untuk daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar, dapat dipertimbangkan untuk menerapkan kebijakan khusus dalam rangka menjaga keutuhan NKRI. Bagi daerah dengan wilayah kurang dari 100.000 di luar Jawa dan 200.000 di Indonesia Bagian Barat dan Bagian Tengah dapat diberlakukan terlebih dahulu sebagai kabupaten/kota adminsitratif. Kemudian setelah perkembangannya baik atau Indeks Perkembangan DOB sudah mencapai 100 atau tahap perkembangan dilampaui, kemudian statusnya ditingkatkan menjadi daerah otonom.
4) Pada umumnya peresmian DOB yang dilaksanakan pada bulan-bulan di akhir atau awal tahun anggaran, bermasalah dalam penyiapan anggarannya. Untuk kedepan dapat dipertimbangkan melaksanakan pengaturan waktu peresmian dan pelantikan penjabat Gubernur/Bupati/Walikota yang tepat sesuai dengan siklus waktu penyusunan anggaran, sehingga tidak menjadi penghambat pelaksanaan pembangunan yang dapat menghambat perkembangan DOB selanjutnya.
5) Dalam proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Pembentukan DOB, perlu dipertimbangkan untuk mencantumkan dalam pasal-pasal, pengaturan pengalihan peralatan, dokumen dan aset (P3D), jika perlu sudah disiapkan daftar inventarisasinya sejak awal pengkajian kelayakan teknis.
6) Batas wilayah selalu akan menjadi salah satu permasalahan yang menonjol berupa sengketa daerah pemilihan dan sengketa lahan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dipertimbangkan untuk menyelesaikan batas wilayah sebelum Undang-undang pembentukan disyahkan (termasuk penegasan batas dalam bentuk titik koordinat).
7) Sebagian besar DOB masih belum memiliki lahan untuk perkantoran, atau bagi yang sudah tersedia, aspek legal dari lahan tersebut masih bermasalah, sehingga pemerintah DOB harus mencari lokasi baru yang prosesnya lebih panjang dengan biaya yang mahal. Kedepan perlu dipertimbangkan untuk menambahkan persyaratan teknis pemekaran untuk menyediakan lahan perkantoran dengan aspek legal yang sudah selesai.
Namun demikian hasil secara lengkapnya hingga kini masih belum disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada Komisi II DPR. Oleh karena itu kemudian Komisi II memberi batas waktu hingga Juni bagi Kemendagri untuk menyelesaikan laporannya dan memberikan kepada Komisi II.