No |
ISU UTAMA |
PERMASALAHAN |
SARAN/REKOMENDASI |
1. |
Klasifikasi Penyelenggara Negara. |
Pengertian Penyelenggara Negara (termasuk didalamnya PNS) belum mempunyai batasan dan kriteria yang jelas dan tegas terkait dengan kriteria, misalnya :
- sumber gaji (APBN),
- kewenangan (eksekutif, legislatif, yudikatif, auditif, moneter),
- hak dan kewajiban,
|
- Redefinisi dan pengkategorian tentang Penyelenggara Negara dan unsur-unsurnya.
- Perlunya disusun UU tentang Kepegawaian Negara yang secara spesifik mengatur mengenai Pegawai Sipil (PS).
|
2. |
Netralitas Pegawai Negeri Sipil |
- Pengaruh kepentingan politik terhadap birokrasi masih dominan baik di pusat maupun daerah, sehingga membuat PNS tidak netral terutama pejabat struktural.
- Infrastruktur dan suprastuktur birokrasi dimanfaatkan untuk kepentingan politis dalam pemilukada (dana, jabatan, fasilitas, organisasi birokrasi, dsb).
- Perbedaan penetapan Pejabat Pembina Kepegawaian antara UU 32/2004 (pejabat karier) dan PP 9/2003 (pejabat politis) yang membawa konsekuensi terhadap netralitas PNS.
|
- PS dilindungi dari kepentingan politis praktis melalui pengelolaan yang berbasis manajemen kinerja (standard kompetensi jabatan, standard kinerja, penilaian kinerja, reward & punishment, dsb) termasuk adanya sanksi bagi praktik politisasi birokrasi (law enforcement).
- Pembentukan Komisi Kepegawaian Sipil (KKS).
- Penetapan dan penegasan Pejabat pembina kepegawaian adalah pejabat karier tertinggi (Sekjen, Setda, Wakil Menteri, Wakil Kepala Daerah).
|
3. |
Malpraktik dalam pengelolaan kepegawaian |
- Kebijakan dalam pengelolaan kepegawaian masih berpotensi untuk terjadinya kolusi, nepotisme dan suap, yang terjadi baik di instansi pusat maupun daerah.
- Kebijakan dari pusat seringkali tidak diikuti dengan sosialisasi sehingga implementasi dilapangan sering berbeda.
- Kurangnya monitoring dan evaluasi pusat terhadap implementasi kebijakan.
|
- Adanya standarisasi dalam pengelolaan kepegawaian.
- Instansi yang bertanggungjawab dalam pengawasan implementasi kebijakan dalam pengelolaan kepegawaian adalah Kementerian PAN & RB, BKN, LAN dan KKS.
|
4. |
Rekrutmen |
- Perencanaan dan penetapan formasi PNS sering tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi.
- Adanya perbedaan standar kelulusan dan kriteria penerimaan dalam proses seleksi CPNS.
- Adanya kepentingan untuk selalu meningkatkan jumlah PNS setiap tahun.
|
- Pengusulan formasi PS harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi yang didahului dengan analisis beban kerja (ABK).
- Seleksi dilakukan dengan dua tahap (tahap nasional dan tahap khusus/sesuai formasi masing-masing instansi).
- Perlu adanya kebijakan yang mampu mengontrol jumlah PS secara ketat yang direkrut secara nasional.
|
5. |
Pengangkatan dalam jabatan |
Pengangkatan dalam jabatan struktural belum didasarkan pada nilai-nilai obyektifitas, akuntabilitas dan kompetisi yang sehat. Unsur subyektifitas dan kepentingan politis seringkali lebih mengemuka sehingga mendorong terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme. |
Pengangkatan dalam jabatan struktural didahului dengan :
- standar kompetensi jabatan struktural.
- fit and proper test.
- assesment center.
|
6. |
Jenjang Kepangkatan |
- Jenjang kepangkatan dan golongan saat ini dirasakan terlalu rumit untuk pengelolaan kepegawaian (17 tingkat I/a sampai dengan IV/e).
- Selain ada jenjang kepangkatan dan golongan juga ada eselonisasi untuk jabatan struktural.
- Kenaikan pangkat/golongan belum menggambarkan adanya peningkatan kompetensi.
|
- Perlu dilakukan penyederhanaan jenjang kepangkatan dan golongan (dalam 15 grade).
- Eselonisasi dalam Jabatan struktural dihapus, langsung menyebut jabatan yang dipangku PS.
- Kenaikan grade menunjukkan kenaikan kompetensi yang didukung dengan kompetensi dan hasil penilaian kinerja pegawai.
|
7. |
Mutasi antar kementerian dan antar daerah |
- Belum ada pola mutasi antar kementerian dan antar daerah sehingga sulit untuk memindahkan pegawai.
- Sistem terbuka dan tertutup belum optimal dilaksanakan terutama terkait dg sistem anggaran.
- Distribusi pegawai tidak merata.
- Fungsi PNS sebagai perekat bangsa belum terwujud.
- PNS sebagai agen perubahan belum tercapai.
|
- Perlu kebijakan yang mengatur perpindahan PS yang bersifat nasional (open management).
- Pola karier pegawai disusun secara sistemik dalam lingkup nasional, lokal maupun instansional sehingga dapat mewujudkan PS sebagai agen perubahan.
|
8. |
Pengembangan pegawai |
- Pengangkatan pegawai hononer daerah menyisakan permasalahan yang terkait dengan masih rendahnya kompetensi yang dimiliki.
- Pelaksanaan diklat prajabatan terlalu singkat dan umum, belum mampu memberikan pemahaman dan penghayatan sebagai ‘yanmas’ dan peningkatan kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan.
- Anggaran pengembangan pegawai masih minim.
- Pasal 14 ayat 2 PP 101 mengakibatkan tingginya jumlah alumni Diklatpim yang belum terserap dalam jabatan struktural, tetapi disisi lain pengajuan calon peserta Diklatpim tetap meningkat.
|
- Rekruitmen pegawai harus selalu berdasarkan kebutuhan dan kompetensi.
- CPS perlu diinduksi melalui masa orientasi/magang sekurang-kurangnya 2 tahun yang merupakan bagian integral dari Diklat Prajabatan.
- Diperlukan penetapan alokasi jam pelaksanaan diklat teknis/fungsional sekurang-kurangnya setiap PS 20 jam pelajaran/tahun anggaran.
- Diperlukan analisis kebutuhan diklat (TNA) untuk mengetahui kebutuhan aktual pengembangan pegawai.
- Pasal 14 ayat 2 PP 101/2000 harus direvisi (penegasan dik-duk).
|
9. |
Sistem karier |
Belum teraplikasikannya sistem karier dalam manajemen kepegawaian. |
- Perlu disusun kebijakan sistem karir (termasuk pola dan mekanisme promosi, mutasi, rotasi pejabat struktural) berbasiskan manajemen kinerja dengan mengedepankan kompetensi dan kinerja.
- Sistem karier terintegrasi dengan aspek manajemen kepegawaian lainnya.
|
10. |
Sistem remunerasi |
- Terjadi perbedaan sistem remunerasi (gaji dan tunjangan) antar instansi pemerintah pusat maupun daerah, dan lembaga negara.
- Sistem remunerasi yang sekarang belum memenuhi standar KHL (kebutuhan hidup layak).
- Rasio yang terlalu sempit antara gaji terendah dan tertinggi hanya 1:3.
- Rasio gaji pokok dengan tunjangan lainnya berbanding terbalik, padahal seharusnya gaji pokok lebih besar dibandingkan dengan tunjangan lainnya.
- Komponen gaji tidak menunjukkan kinerja (pegawai yang berprestasi dan tidak berprestasi digaji sama).
|
- Remunerasi diberikan berdasarkan prinsip 3P+L (pay for performance, pay for position, pay for person, pay for living cost).
- Sistem remunerasi disusun berdasarkan gradasi yang obyektif dan proporsional.
- Nominal remunerasi ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan APBN dan kondisi perekonomian.
- Sistem remunerasi 3P+L harus segera diberlakukan.
|
11. |
Sistem pemberhentian dan pensiun |
- Prosedur pemberhentian pegawai sangat sulit dan panjang.
- Adanya kecenderungan untuk memperpanjang BUP sehingga berdampak menghambat kaderisasi.
- Rendahnya nilai manfaat dari pensiun yang diterima.
|
- Penyederhanaan prosedur pemberhentian pegawai melalui implementasi manajemen kinerja.
- Ketegasan kebijakan dalam penetapan usia pensiun (khususnya untuk pejabat struktural) (kata “dapat” dalam PP 32/1979 dihilangkan).
- Reformasi sistem pensiun PS dengan tujuan sebagai penghargaan dan juga meningkatkan kesejahteraan para pensiunan.
|
12. |
Hukuman Disiplin |
- Rendahnya upaya penegakan hukum.
|
- Penegakan disiplin pegawai melekat pada atasan langsung. Dengan didukung penerapan sistem manajemen kinerja.
- Pemberian insentif bagi PNS yang disiplin dan pembinaan hingga pemberian hukuman bagi PNS yang melanggar disiplin.
- Sosialisasi, dan pelembagaan nilai-nilai dalam PP No. 53 Tahun 2010 secara optimal dengan menjadikannya sebagai bagian melekat dalam diri PNS.
|
13. |
Penegakan Kode Etik |
Menurunnya nilai-nilai etika PNS. |
- Perlu adanya internalisasi dan sosialisi PP 42/2004 tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS.
- Pembentukan lembaga kode etik.
|
14. |
Komisi Kepegawaian Negara (KKN) |
- KKN belum terbentuk walaupun sudah 11 tahun diamanatkan oleh UU 43/1999.
- Reposisi lembaga-lembaga yang menangani kebijakan manajemen PNS terkait rencana pembentukan KKS.
|
- Perlu dibentuk Komisi Kepegawaian Sipil (KKS).
- Penataan kelembagaan pengelolaan manajemen PS.
|
15. |
Pegawai Sipil yang bekerja di Mabes TNI/Polri, Lembaga Negara dan Lembaga ad-hoc. |
PNS yang bekerja di lembaga negara dan ad-hoc cenderung menjadi unsur pelengkap saja, sehingga pengembangan karirnya tidak optimal. |
Perlu adanya kebijakan yang secara spesifik mengatur pemberdayaan PS tersebut. |
16. |
Pemisahan antara pejabat publik (negara) dengan pejabat karier. |
Pejabat karir yang mencoba berkiprah dalam jabatan politis (ikut pemilukada) dan ternyata gagal masih dimungkinkan kembali lagi ke posisi PNS. |
Perlu ditetapkan agar PS yang ingin pindah ke jabatan politis harus melepaskan sepenuhnya jabatan sebagai PS. |
Netralitas PNS masih di pertanyakan.Kalau kita lihat dari pilkada di Indonesia kebanyakan PNS berperan jadi tim sukses walau tidak terang terangan.Tapi mereka rajin bergerilya sana sini.