(19/10)—Komisi II DPR RI melakukan RDP dengan Badan Pertanahan Nasional tanggal 18 Oktober 2010 dengan acara: “Penyesuaian RKAK/L Tahun Anggara 2011”. Rapat ini merupakan rapat lanjutan tanggal 20 September 2010.
Sekretaris Utama (Sestama) BPN Managam Manurung, SH, M.Kn menjelaskan bahwa Pagu Sementara Tahun 2011 untuk BPN RI sebesar 3.449.019.757.000,- (tiga triliun empat ratus empat puluh sembilan miliar sembilan belas juta tujuh ratus lima puluh tujuh ribu rupiah).
Anggaran tersebut dialokasikan untuk kegiatan pelayanan publik sebesar Rp 2.194.821.234.180,-(63,64%) dan penyelenggaraan pemerintahan BPN sebesar Rp 1.254.198.522.820,-(36,36%).
Dari anggaran tersebut, BPN Pusat memperoleh Rp 463.943.562.136 (13,45%) dan BPN Daerah memperoleh Rp 2.985.076.194.864,-(86,55%).
Sumber dana anggaran BPN Tahun Anggaran 2011 terdiri dari Dana Publik sebesar Rp 2.308.625.700.000,- dan Dana Masyarakat (PNBP) sebesar Rp 1.140.394.057.000,-
Kasus Pertanahan
Sestama BPN juga menyampaikan daftar kasus pertanahan yang diadukan masyarakat kepada DPR RI yang terdiri dari 205 kasus dan tersebar di 27 Kantor Wilayah Provinsi, yaitu Provinsi NAD (2 kasus), Sumatera Utara (36 kasus), Kepulauan Riau (6 kasus), Riau (12 kasus), Sumatera Barat (7 kasus), Sumatera Selatan (7 kasus), Bangka Belitung (3 kasus), Lampung (9 kasus), DKI Jakarta (37 kasus), Jawa Barat (21 kasus), Jawa Tengah (10 kasus), DIY (1 kasus), Jawa Timur (15 kasus), Bali (3 kasus), Maluku Utara (2 kasus), Kalimantan Selatan (1 kasus), Kalimantan Barat (1 kasus), Kalimantan Tengah (1 kasus), Kalimantan Timur (5 kasus), Sulawesi Tengah (1 kasus), Sulawesi Selatan (8 kasus), Gorontalo (1 kasus), Sulawesi Tenggara (2 kasus), Sulawesi Utara (4 kasus), Maluku (3 kasus), NTT (5 kasus), dan Papua Barat (2 kasus).
Total permasalahan yang diadukan kepada Komisi II DPR RI sampai akhir September 2010 sebanyak 244 kasus, terdiri dari 218 inventarisasi masalah pertanahan Komisi II DPR RI, dan 26 Timja pertanahan Komisi II DPR RI (RDPU). Selain itu, masih ada 17 kasus lagi dari 4 Provinsi yang belum masuk, yaitu Jambi (6 kasus), Banten (6 kasus), Sulawesi Barat (2 kasus), Papua (3 kasus).
Dari beberapa data tersebut di atas tampak bahwa jumlah kasus pertanahan terbanyak justru terjadi di Provinsi DKI Jakarta yang notabene adalah Ibukota Negara dan pusat pemerintahan di Republik ini. Apa yang salah dengan semua ini? Entahlah!. Namun yang jelas hal ini membuktikan bahwa memang benar istilah yang mengatakan “busuknya ikan itu dimulai dari kepalanya”. Apabila demikian, apakah masih mungkin semua permasalahan pertanahan di Republik ini dapat terselesaikan dengan tuntas apabila yang “busuk” adalah BPN Pusat? Setiap tahun anggaran, triliunan rupiah uang rakyat digelontorkan untuk membiayai BPN dengan segala kebutuhannya. Keberadaan BPN Pusat tidak efektif dan hanya menjadi sarang masalah pertanahan. Selain itu, BPN juga membebani anggaran Negara. Untuk itu keberadaan BPN perlu dipertimbangkan kembali oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI.
Bapak Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM yang merupakan salah Anggota Timja Pertanahan Komisi II DPR RI pernah mengusulkan agar BPN RI dibubarkan saja dan bentuk lembaga pertanahan di setiap kabupaten/kota karena yang mengerti tentang pertanahan di daerah adalah para Bupati/Walikota.
Rapat ini ditunda gara-gara SMS gelap kepada beberapa anggota Komisi II DPR RI. Selengkapnya dapat dilihat di www.jurnalparlemen.com. (Kamillus Elu, SH)
departemen dan badan badan di pemerintahan harus terus diawasi saya setuju RDP bermanfaat