Ahok.Org (06/01) – Jumat, 31 Desember 2010, saya bertemu saudara Asin yang merupakan mantan napi karena pernah tertangkap melakukan pembalakan liar di area hutan produksi. Ada 10 orang yang tertangkap bersama dia dan dipenjara antara 3,5-6 bulan. Menurut dia, jika ada “urus” bisa diputus lebih ringan. Mereka kerja tanpa ijin karena proyek-proyek pemerintah maupun swasta membutuhkan banyak papan cor yang bisa dijual dipasaran Rp.1,5 jt/ m3 . Masalah di penjara adalah 1 kamar tahanan dihuni 7 napi.
Sementara WC di dalam kamar napi (tentu saja akan berbau tidak sedap saat ada yang sedang buang air besar). Sebelum ada putusan, para tahanan adalah titipan Kejaksaan dan ditempatkan di ruang dengan ukuran 2×3 yang dihuni 10 orang. Di kamar tahanan bukan hanya nyamuk, tetapi banyak “kepenjit” yang menggigit. Untungnya petugas-petugas napi menurut mereka cukup baik.
Jam 16.07, saya sedang di sawah di danau Nujau. Saat ini sedang musim tanam dan baru 1 bulan lebih. Pupuk organik diperoleh dari bantuan pusat dimana petani bisa peroleh dengan ganti ongkos Rp.5000/karung (isi 50 kg). Sampai sudah berkurang isinya untuk memupuk padi yang sudah 1 bulan, petani tidak berani beli tambahan, karena seharusnya usia 25 hari harus ada pupuk urea dan TSP. Akhirnya bantuan subsidi ke danau nujau ini diambil pihak lain jatahnya karena tidak ada dana subsidi.
Total bantuan hanya 2 ton. Menurut petani, pupuk organik bantuan pusat ini dibuat dari tanah laut. Masalah bantuan Gapoktan adalah penggarap bagi sistem dengan pemilik lahan. Hasil kotor hanya 3,4 ton gabah kering panen per hektar sekali panen. Tetapi, penggarap asal Pandeglang ini merasa lebih nyaman disini karena ada pekerjaan karena sementara di Belitung kekurangan penggarap. Mereka pernah alami sekeluarga sakit, habis Rp. 6 juta di RSUD Tanjung Pandan, mereka dapat uang dari para tetangga. Nama penggarapnya Salim dan rekannya Rahman (mereka berasal dari Pandeglang, Banten, sudah sejak 2004 di Belitung).
Jam 15.53 ketemu pak Mustar ketua Gapoktan. Menurut informasi, tahun 2008 pernah dapat dana PUAP Rp.100 juta semasa ketuanya Dedi, tetapi satu petani hanya dapat 200ribu-500 ribu saja. Sampai tahun 2010 sudah ada 25 gapoktan yang dapat dana PUAP untuk se-beltim (info dari pak Mustar ini akan saya konfirmasi pada hari senin 3/1/2011 dengan kepala dinas pertanian Beltim).
Jam 17.33 kami tiba di rumah mas Dedi asal Jatim, petani yang mendirikan kelompok belajar bercocok tanam bina tani anak-anak cahaya pagi (sebelumnya kami mengunjungi lahan pertaniannya yang ditanami timun, kacang panjang dan cabe).
Tadi sempat melihat panen timun sebanyak 300 kg yang dipanen tiap 2 hari dan dijual ditempat oleh pengumpul Rp.2.500/kg. Pengumpulnya adalah ibu paruh baya dengan mengendarai sepeda motor bebek. Akhirnya yang di tingkat pembeli timun dijual seharga Rp.5.000/kg. Ibu pengumpul ini pada subuh besok menjual kepada para pedagang sayur. Kami ngobrol sampai jam 18.50 di rumah mas Dedi. Beliau bercerita sulitnya dana PUAP untuk Gapoktan sebesar Rp.100 juta yang didapat pada tahun 2008. Mereka ingin belikan sapi untuk hasilkan pupuk dan memanfaatkan uang dari hasil pengembangan sapi daging.
Ternyata tidak boleh dan semua anggota memutuskan membagi rata saja. Akhirnya tiap petani dapat hanya Rp.150 ribu-500 ribu, dan akhirnya habis begitu saja. Mas Dedi putuskan membentuk kelompok tani seperti ini saja dan akan membuktikan mereka bisa berhasil dengan mengajak investor kecil bergabung dengan sistem bagi hasil (katanya inilah sistem bagi hasil/ Syariah). Saya menyarankan membentuk yayasan untuk kelompok tersebut dan mengajukan ijin lokasi lahan lain untuk pemgembangan kelompok ini dan saya bersedia bantu untuk biaya ke notarisnya. Saya juga sarankan ajukan bantuan ke Bupati. Ia mengatakan sudah trauma karena dulu bupati menolak dan membuang saja proposalnya. Saya katakan Bupati sekarangkan beda dan dia senyum saja.
Sabtu, 1 Januari 2011. Jam 9 pagi kebaktian di gereja Gantung. Setelah selesai, saya hadir di acara open house bupati Beltim di rumah dinasnya. Jam 16.04 saya mengadiri resepsi pernikahan atas undangan via sms dari mempelai (karena mereka tahu saya sedang ada di kampung). Cara paling mudah menikmati kue kampong asli adalah saat acara resepsi pernikahan seperti ini. Acara seperti ini juga paling efisien untuk mendengarkan aspirasi masyarakat biasa, ketua RT sampai tokoh masyarakat. Sesungguhnya masyarakat sudah begitu gembira ketika kita yang mereka percayakan sebagai pejabat publik mau duduk bersama, makan bersama, menyalami dan juga berbicara mendengarkan mereka. Inilah bentuk pelayanan pejabat publik yang tidak menuntut pelayanan kembali. Di tengah acara, Polisi PP melaporkan menangkap remaja yang melakukan perbuatan asusila di daerah pantai. Ada yang mengatakan akibat nonton adegan porno di “hand phone” yang
cukup menghebohkan itu. Saat ini jam 16.57 saya sedang menanti kedatangan rekan aktivis LSM yang datang ke belitung timur dari Amerika dan Jakarta.
Di dalam acara open house ini, banyak kesempatan bicara dengan para kepala desa dan pengusaha. Yang menarik adalah otonomi tingkat desa telah menghasilkan beberapa pengusaha menjadi kepala desa. Di satu pihak ini adalah keberhasilan demokrasi dimana banyak pengusaha tertarik menjadi pejabat publik. Di sisi lain, apa yang akan terjadi jika para pengusaha menjadi pejabat publik seperti
kepala desa niatnya adalah menguasai sumber daya alam dan “menguasai”lahan untuk memperkaya diri dan dengan selalu mengatas namakan masyarakat menghalangi investasi di desanya? Investasi bisa dilakukan oleh mereka sendiri yang memang pengusaha.
Jadi di era otonomi ini bukan hanya bupati/walikota yang berbahaya jika datang dari latar belakang pengusaha atau birokrat/penguasa bertindak sebagai pengusaha dalam memonopoli sumber daya alam untuk kekayaan sendiri atau kelompoknya, kepala desa juga melakukan yang sama. Karena itu
dalam demokrasi kita ini, seharusya prinsip piagam PBB melawan korupsi (illicit enrichment/kekayaan yang tidak wajar) harus diberlakukan dalam setiap pencalonan maupun kepada seluruh pejabat publik dari kepala Desa sampai presiden.
Minggu, 2 Januari 2010, saya mengikuti kebaktian gereja di desa laskar pelangi. Dari dulu hanya 1 kali kebaktian per minggu, jam 9 pagi dan gereja hanya ada 1 yang dihadiri lebih kurang 70 an tiap minggu, diantaranya adalah kakek nenek saya dari pihak mama yang sudah berusia 86 tahun, om,
tante, anak-anaknya, cucu-cucunya dan para iparnya, juga dari pihak bapak saya, sepupu-sepupu saya dan anak-anaknya dan iparnya juga. Ada beberapa dari Jawa dan Batak, dan kadang ada anak buah kapal dari Sulut jikalau sedang berlabuh di sungai lenggang Beltim juga ikut kebaktian. Minggu pertama di awal tahun diisi dengan perjamuan kudus yang dilayani Padat asal kabupaten Belitung induk, karena di beltim belum ada pendeta, dan kebaktian dilayani penginjil suami istri asal Kalimantan (suku dayak) dan penginjil asal Toraja yang beristri orang asal suku Jawa.
Selesai kebaktian gereja kami ke kebunnya mas Dedi lagi. Kami diskusi melihat potensi tanaman cabe dan kelompok belajar tani anak-anak. Di Beltim cocoknya bukan membangun Politeknik untuk kebutuhan manufaktur tetapi lebih cocok ke sekolah kejuruan pertanian, perkebunan dan perikanan, sehingga ketika lulus bisa menjadi pengusaha di atas lahan-lahan yang nganggur dan laut yang belum terolah.
Jam 16.36 kami baru selesai ketemu beberapa masyarakat di acara sunatan anak bang Bidin di desa Buding kec. Kampit. Kami diskusi acara di TVRI dan Metro TV dimana saya pernah tampil dan juga peluang usaha yang terbaik bagi masyarakat; apakah menanam sengon, karet, sawit atau hortikultura seperti yang mas Dedi lakukan di danau Nujau yang kami kunjungi tadi siang. Kami mampir maka bakmi khas Belitung di toko man li.
Jam 17.25 kami masih di balai pembenihan ikan air tawar di lereng bukit. Menurut penduduk setempat ada bekas bendungan di atas bukit untuk menampung air. Kalau diperbaiki dan berfungsi, seharusnya bisa membuat pembangkit listrik tenaga micro-hidro untuk kebutuhan komplek pembibitan tersebut. Sampai jam 21.00 bincang-bincang dengan beberapa aktivis dan 1 anggota DPRD Beltim di warung kopi lokasi pasar rakyat laskar pelangi. Teman saya yang menikmati
kopinya menyatakan rasanya khas dan enak.
Senin, 3 Januari 2010 jam 12.01 kami melakukan tugas sosial mengunjungi orang-orang yang tua dan lumpuh, meminjamkan kursi roda, yang setelah tidak dipergunakan lagi, akan dipinjamkan ke tetangganya atau sekampungnya yang membutuhkan. Ada nenek yang berusia 101 tahun di desa Jkr Asam kec Gantung Beltim. Ada ibu yang mengalami kecelakaan 4 tahun yang lalu, dan ada ibu yang
sejak umur 2 tahun telah lumpuh (kereta roda bantauan dari desa telah rusak). Ada juga yang di pulau kecil, kami akan titipkan ke nelayan yang kebetulan ke pulau.
Sebelum berangkat ke dinas pertanian, pak kades desa tetangga datang , mengabarkan sudah ada masyarakat yang mau mengalah menjual lahannya seluas 5000 m2 kepada investor yang mau membangun SPBU di desanya karena langkanya BBM dan jauh dari SPBU. Kata pak kades, mereka minta Rp.250 juta untuk ganti rugi lahannya.
Jam 14.11 saya sudah mendapat balasan sms dari Kadin pertanian untuk diskusi dengan PPL (penyuluh pertanian lapangan) dan mitra PUAP (Program Unggulan Agro Pertanian). Kami bicara soal gapoktan dari mulai mekanisme hingga kondisi sekarang. Tahun 2008 , dapat 10 , tahun 2009 dapat 15, tahun 2010 mengajukan 10 dapat 5.
Untuk mempercepat aset petani, seharusnya diberi sertifikat gratis. Gapoktan ada yang berhasil dan yang gagal, sementara penguasaan lahan sawah masih di tangan dinas pertanian. Kebun induk karet untuk bibit dan produksi benih padi hibrida. Pukul 16.23 pertemuan selesai. Jam 17.28 selesai dari lapangan bola kaki desa Padang, memberikan bantuan kostum dan bola kaki sambil mengingatkan mereka bahwa saya tidak suka kalau tiap kali pemilu mereka minta, makanya saya tolak. Sekarang saya tidak peduli apakah mereka mendukung atau tidak, saya akan tetap memberikan bantuan perlengkapan tersebut murni sebagai bentuk dukungan saya terhadap perkembangan tim sepakbola mereka. Bukan dimaksudkan sebagai alat barter suara politik. Kami berfoto bersama setelah pengarahan.
17.37 sore saya menyempatkan diri bergabung dengan anak-anak yang ikut liburan reses ke Beltim. Sayangnya sudah terlambat, saat hampir sampai pantai sudah ketemu di jalan, akhirnya pergi makan mie ayam dan bakso saja di warung pinggir jalan dalam perjalanan pulang ke rumah.
19.47 tiba di rumah mau mandi, dan siap-siap menerima kades dari desa lainnya, juga untuk dengar info bahwa ada lahan yang siap dijual untuk membangun SPBU karena langkanya BBM di desanya dan jauh dari SPBU.
BTP