Bahan Masukan Rapat Komisi II Dengan DPRD DIY Terkait RUUK

0
217

Ahok.Org (09/02) – Pada Rapat Paripurna DPR, Jumat 17 Desember 2010, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan bahwa DPR RI telah menerima draft Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri RI. Ditargetkan, pada masa sidang kali ini, RUUK DIY sudah dapat dibahas bersama dengan melibatkan seluruh stakeholder secara intensif.

Dalam pembahasan RUUK DIY penting untuk  memperhatikan masukan dan aspirasi masyarakat dan juga unsur pemerintahan terkait, salah satunya dalah dari Institusi DPRD Provinsi Yogyakarta yang secara konstitusi adalah penyambung lidah aspirasi masyarakat di Provinsi Yogyakarta.

Pembahasan RUUK DIY ini memiliki urgensi yang berbeda jika dibandingkan dengan pembahasan RUU lain. DPR dihadapkan pada dinamika di masyarakat, khususnya rakyat Yogyakarta yang begitu tinggi perhatiannya akan isu ini.

Pandangan DPRD Yogyakarta mengenai RUU Keistimewaan Yogyakarta

Berdasarkan info yang dihimpun dari berbagai sumber, berikut beberapa statement dari DPRD sebagai Institusi maupun beberapa catatan aspirasi rakyat Yogya yang disampaikan melalui DPRD Provinsi Yogyakarta:

DPRD Yogyakarta Mendukung sepenuhnya Status Keistimewaan Yogyakarta (Rapat Paripurna DPRD DIY 13 Januari 2011)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta mendukung sepenuhnya status keistimewaan Yogyakarta. Dewan juga mendukung penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Putusan tersebut diambil dalam sidang paripurna DPRD Yogyakarta, Kamis (13/1).

Rapat dipimpin Ketua DPRD Yogyakarta Henry Kuncoroyekti. Hadir di ruang sidang Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Wakilnya Sri Paduka Pakualam IX. Perwakilan lima fraksi di DPRD Yogyakarta tidak absen. Masing-masing dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera.

Semula, tak ada pembacaan pandangan umum kelima fraksi. Akibatnya, sempat terjadi beberapa kali interupsi. Akhirnya, seluruh fraksi membacakan pandangan soal masalah yang menggelayuti pemerintahan Kota Pelajar itu.

Seluruh fraksi menyatakan mendukung keistimewaan Yogyakarta. Anggota dewan memutuskan mendukung penetapan Gubernur dan Wagub DIY.

Di luar gedung, ratusan orang berkumpul sejak pagi. Kendati tiba lebih cepat tiga jam dari dimulainya sidang, massa mengisi kesibukan dengan kegiatan seni. Mereka menggelar atraksi budaya tradisional, bernyanyi, dan menari.

Sejumlah orang mengusung beraneka spanduk. Seperti disuarakan anggota dewan, massa mendukung penetapan gubernur Yogyakarta. Mereka berjanji terus mendukung keistimewaan daerah yang dikenal dengan Kota Gudeg itu

(http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/01/13/120538/DPRD-Yogyakarta-Dukung-Keistimewaan)

Dalam rapat paripurna tersebut seluruh Fraksi, Termasuk Fraksi Partai Demokrat, menyatakan mendukung status keistimewaan Provinsi DIY. Fraksi Partai Demokrat menyatakan dukungan penetapan keistimewaan DIY berdasarkan aspek filosofis, yuridis dan sosial. Dan mengaku siap mengawal penetapan RUUK DIY, mendukung penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Paku Alam yang bertahta sebagai gubernur dan wakil gubernur serta menyampaikan aspirasi masyarakat Yogyakarta tersebut ke DPR RI.

=====================

Opini Publik yang dikirm melalui saluran aspirasi DPRD Yogyakarta:

Berikut adalah beberapa gambaran aspirasi masyarakat Yogyakarta yang dikirimkan kepada melalui website DPRD Yogyakarta:

Emmii Bj

Selasa, 14 Desember 2010 | 08:54 WIB

Buat yang iri dengan Yogyakarta…. Bisakah kalian meniru Yogyakarta….. Demo puluhan ribu orang tanpa anarki… Toko toko tutup bukan takut kerusuhan tapi berpartisipasi menuntut penetapan… PKL dan Tukang becak juga libur untuk mendukung Sri Sultan…. Seluruh rakyat Yogya rela berkorban untuk KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA… Memang seharusnya Keistimewaan Yogyakarta jangan diutik utik dan dicederai hanya untuk pengalihan isu BANK SENTIR, MAKELAR KASUS dan KEGAGALAN PEMERINTAH PUSAT menegakkan HUKUM….

#

ajar cahyadi

Sabtu, 4 Desember 2010 | 07:20 WIB

Indonesia butuh Yogyakarta – Yogyakarta tidak butuh Indonesia

#

agung haryo yudanto

Sabtu, 4 Desember 2010 | 05:08 WIB

karena Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat ada sebelum NKRI bahkan semenjak jaman VOC 1600an.Dan kedaulatannya diakui sebagai negara bagian dr jaman VOC hingga penjajahan jepang.

#

Pieter Daniel Benggolo MT

Sabtu, 4 Desember 2010 | 01:32 WIB

NKRI usianya baru 65 th, MATARAM sudah 260 th. Begitu kok yang muda merasa lebih Pinter ya tidak mungkinlah. KEBO kok kon nyusu GUDEL opo yo ono susune? Keblinger tenan

#

M Joedi

Jumat, 3 Desember 2010 | 08:51 WIB

Pilkada DIY gak papa… paling pada bokiot… gak mau jadi panitia… coab kalo seluruh lurah di DIY boikot… apa mau didrop dari luar? dan juga pemilih gak mau datang.

#

Good Day26

Jumat, 3 Desember 2010 | 08:50 WIB

kok pemerintah kurang kerjaan ya? yg begini2 diurusin. biarkan jogja as it is

#

AMIR M

Jumat, 3 Desember 2010 | 08:43 WIB

Siapapun yang akan menyengsarakan rakyat Jogjakarta pasti akan kualat ! Saya sungguh trenyuh menyaksikan nasib Pak SBY yang semakin jelas, dari peristiwa ke peristiwa, menanggung beban balas budi kepada para sahabatnya yang ” menolongnya ” ke tampuk RI- 1. Semoga Allah memaafkan segala kekuarangan Pak SBY.

#

s dardjan

Jumat, 3 Desember 2010 | 08:03 WIB

Bagaimana kalau seandainya Sultan mencalonkan diri menjadi Presiden dan menang pilpres? Apakah dengan begitu Sultan melepaskan jabatannya sebagai raja di Yogya yang masa jabatannya seumur hidup dan menjadi Presiden yang masa jabatannya maksimal 14 tahun? Mudah-mudahan hal ini diakomodir oleh UUK DIY.

#

Jake Rodell

Jumat, 3 Desember 2010 | 07:58 WIB

Biarkanlah Jogja seperti adanya,selama kami masih mencinati jogja dan jogja masih mencintai kami maka itulah demokrasi yang sesungguhnya!

#

Paena Andreas

Jumat, 3 Desember 2010 | 07:52 WIB

Kalau memang harus, sekali lagi harus selalu menuruti kemauan penguasa ya bagaimana lagi, tinggal mohon kepada Sultan untuk selalu mencalonkan gubernur, agar kita pilih. Kalau penetapan artinya beliau-beliau yg terhormat itu tidak mendapat bagian anggaran pilkada, artinya celengannya tidak tambah gendut

==============

Keistimewaan Yogyakarta Versi Pemerintah

DALAM Draft RUU dan juga Naskah Akademik yang disampaikan Kementerian Dalam Negeri RI kepada DPR RI, tidak ada perubahan dalam hal kepemimpinan Yogya, Draf RUU tetap memuat ketentuan Sultan Yogyakarta dan Paku Alam sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama. Sementara posisi Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih oleh DPRD DIY.

Dalam draft RUU setebal 33 halaman yang terbagi dalam 12 bab, 40 pasal, dan disertai penjelasan dari pemerintah tersebut, aspek Keistimewaan ini diatur pada Bab IV berjudul Kewenangan.

Pada pasal 6 disebutkan keistimewaan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berada di provinsi.

Sedangkan Pasal 7 ayat (2) mengatur empat kewenangan dalam urusan istimewa yang mencakup:

a. penetapan fungsi, tugas, dan kewenangan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama;

b. penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah Provinsi;

c. kebudayaan; dan

d. pertanahan dan penataan ruang.

Untuk pelaksanaan keistimewaan budaya, RUUK ini hanya menjabarkan secara umum di Pasal 25. Namun, berbeda dengan provinsi lain, RUUK ini mengatur lebih lanjut pelaksanaannya dalam peraturan daerah istimewa (perdais).

Pada Pasal 25 ayat (1) diatur bahwa kewenangan kebudayaan diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.

Ayat (2) mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan tersebut diatur dalam Perdais.

Sementara pada bagian pertanahan dan penataan ulang, RUUK mengatur dalam Pasal 26 untuk tanah-tanah milik Kesultanan dan Pakualaman (Sultanaat dan Pakualamanaat Grond).

Berikut isi pasal tersebut:

(1) Dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pertanahan dan penataan ruang, Kesultanan dan Pakualaman ditetapkan sebagai Badan Hukum.

(2) Sebagai Badan Hukum, Kesultanan mempunyai hak milik atas Sultanaat Grond.

(3) Sebagai Badan Hukum, Pakualaman mempunyai hak milik atas Pakualamanaat Grond.

(4) Sebagai Badan Hukum, Kesultanan dan Pakualaman merupakan subyek hukum yang berwenang mengelola dan memanfaatkan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond dengan sebesar-besarnya ditujukan untuk pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.

(5) Ketentuan lebih lanjut tentang Badan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

===========================

Poin-poin Keterangan Pemerintah Atas TUU Keistimewaan Provinsi DIY

(Disampaikan dalam Raker Komisi II Dengan Kemendagri, 26 Januari 2011)

  • Bahwa RUUK DIY sebelumnya telah pernah diajukan dan dibahas pada masa bakti Anggota DPR-RI Periode 2004-2009, tetapi belum berhasil dirampungkan karena belum ada kesepakatan tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam rapat kerja Pemerintah dengan DPR-RI pada tanggal 28 September 2009, direkomendasikan pembahasan lanjutan RUU tersebut menjadi agenda prioritas DPR-RI periode 2009-2014.
  • Ketika Pemerintah menyiapkan RUUK DIY ini, wacana publik lebih didominasi oleh isu penetapan atau pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Padahal, keistimewaan DIY dalam RUUK DIY bukan semata-mata mengatur hal tersebut.
  • Dimensi filosofis; keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah refleksi filosofis Kesultanan, Pakualaman dan masyarakat. Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan kebhinekaan dalam keikaan sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh sebab itu keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, harus memberikan fondasi bagi pengokohan lebih lanjut masyarakat multi-kultural yang mampu menabur benih keharmonisan dan kohesivitas sosial.
  • Dalam dimensi perspektif historis-politis; yang paling fenomenal adalah sikap tegas Sri Sultan  Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam  VIII  yang mengucapkan selamat dan dukungannya terhadap Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Presiden Soekarno sangat menghargai ketegasan kedua tokoh kharismatik dari Yogyakarta, dan selanjutnya Presiden menerbitkan Piagam Kedudukan, berisi penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai kepala daerah Kerajaan Yogyakarta.
  • Dukungan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tersebut kemudian dikukuhkan dengan Amanat 5 September 1945 setelah mendengar pertimbangan dari Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID). Amanat tersebut menegaskan Yogyakarta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia dengan memilih status sebagai daerah istimewa.
  • Pencermatan atas sejarah Yogyakarta dan Indonesia dalam rentang waktu yang panjang menunjukkan status keistimewaan Yogyakarta merupakan pilihan politik sadar yang diambil Sultan HB IX dan Paku Alam VIII, dan bukan pemberian dari entitas politik nasional.
  • Oleh sebab itu dari sudut pandang pemerintah nasional, penetapan pemerintah RI yang mengakui keistimewaan Yogyakarta melalui UU No. 3 Tahun 1950 hendaklah difahami sebagai penghormatan terhadap ketulusan dan komitmen Yogyakarta berintegrasi dengan Indonesia, ketimbang pemberian keistimewaan oleh otoritas politik nasional.
  • Dari sudut pandang yuridis; predikat keistimewaan Yogyakarta dapat dirujuk pada pada Amanat Sri Paduka Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan dan Amanat Sri Paduka Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam yang menyatakan  status Yogyakarta telah mengalami perubahan dari sebuah daerah Zelfbesturende Landschappen atau daerah Swapraja menjadi sebuah daerah yang bersifat istimewa di dalam  Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penegasan yang lebih gamblang lagi dapat kita telusuri dalam Konstitusi RIS tahun 1949 dan UUDS tahun 1950.
  • Prinsip-prinsip yang digunakan dalam menyusun Regulasi Keistimewaan DIY,  pertama; Prinsip kerakyatan di mana pengaturan keistimewaan adalah  peneguhan kembali sumbangsih Yogyakarta yang dipelopori oleh Sultan HB IX yang secara paradigmatis mengubah “Daulat Raja” menjadi “Daulat Rakyat” sebagaimana diungkapkan dalam buku “Tahta Untuk Rakyat”. Penegasan tersebut merupakan bagian  dari proses pelembagaan demokratisasi sejak awal berdirinya Republik ini. Oleh karena itu regulasi keistimewaan Yogyakarta secara prinsipil dituntun oleh fungsinya sebagai lokomotif  pendorong kelangsungan demokratisasi, bukan saja di tingkat lokal, tapi juga pada tataran nasional sebagaimana dibuktikan oleh sejarah DIY.
  • Prinsip kedua;Bhinneka Tungga Ika. Sebagaimana halnya penyelenggaraan pemerintahan nasional harus ditata di atas prinsip Bhinneka Tungga Ika, penyelenggaraan pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak bisa lepas dari keniscayaan itu. Prinsip ke-bhinneka-tunggal-ika-an terungkap dalam berbagai bentuk.

Ø  Pertama, tata kelembagaan pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam format yang dirancang dikedepankan adanya figur yang memiliki kapasitas simbolik untuk mengikat keragaman dalam suatu sistem. Fungsi simbolik ini dijalankan lembaga baru yang dibentuk oleh undang-undang ini, yakni Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama atau  sebutan lainnya yang lebih tepat, sebagai representasi bersatunya dua pemimpin di masa lalu

Ø  Kedua, Tata pemerintahan DIY harus dirancang agar bisa mengoptimalkan kapasitasnya untuk mengelola keragaman identitas dan kepentingan di antara keduanya. Pelembagaan kedua institusi tersebut dikandung maksud dalam rangka menjaga harkat, martabat dan kewibawaan serta “ke-wingitan (kesakralan)” Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam, terutama untuk menghindarkan dari permasalahan hukum. Disisi lain, undang-undang ini dirancang dalam rangka memberi ruang untuk ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam menetapkan tata kelembagaan yang tepat untuk itu.

Ø  Ketiga, dalam spirit penyelenggaraan pemerintahan ke-bhinneka-tunggal-ika-an perlu diwujudkan dua hal: (a) keleluasaan untuk mengekpresikan identitas kelompok, dan (b) pelarangan untuk melakukan diskriminasi. Dengan berpegang pada prinsip multikulturalisme yang telah mengakar dalam budaya Yogyakarta, pemerintahan akan bisa berfungsi dengan lebih baik.

  • Prinsip Ketiga adalah efektifitas Pemerintahan. Testimoni  sejarah  membuktikan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX mempunyai komitmen yang sangat kuat untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat. Cita-cita luhur tersebut  harus dilanjutkan dalam regulasi  mengenai keistimewaan Yogyakarta yang menekankan pada penciptaan sebuah tata pemerintahan yang efektif. Upaya mewujudkan pemerintahan yang efektif mengandung konsekuensi keharusan menciptakan pemerintahan yang berorientasi pada rakyat, transparan, akuntabel, responsifitas, partisipatif dan menjamin kepastian hukum.
  • Prinsip  keempat adalah pendayagunaan Kearifan Lokal. Hal ini berarti  penegasan kembali  peran Kesultanan dan  Pakualaman sebagai entitas kultural yang secara berkesinambungan menjadi katalis bagi dinamika masyarakat Yogyakarta. Oleh karena itu, pengaturan keistimewaan Yogyakarta akan diletakkan sebagai bagian dari prinsip kontinuitas peran kultural ini sehingga Kesultanan dan Pakualaman  yang merupakan warisan budaya bangsa dan dunia  tetap relevan dengan perkembangan hari ini dan masa datang. Ini berarti, pengakuan dan peneguhan peran Kesultanan dan Pakualaman tidak dilihat sebagai upaya pengembalian nilai-nilai dan praktek feodalisme sebagaimana digugat sejumlah kalangan, melainkan sebagai upaya menghormati, menjaga dan mendayagunakan kearifan lokal yang telah berakar lama dalam kehidupan sosial dan politik di Yogyakarta dalam konteks kekinian maupun masa depan.
  • Dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip tersebut maka Pemerintah telah merumuskan di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang secara garis besar substansinya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Ø  Pertama, pengakuan secara legal posisi Kesultanan dan Pura Pakualaman sebagai  warisan budaya bangsa, dan oleh karena itu mempunyai fungsi pengawal, pelestari, dan pembaharu aset dan nilai-nilai budaya asli Indonesia sebagai warisan budaya dunia.

Ø  Kedua, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki bentuk dan susunan pemerintahan yang berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia. Perbedaan pokok terletak pada pengintegrasian Kesultanan dan Pakualaman ke dalam struktur pemerintahan Provinsi DIY dan sekaligus pemisahan antara wewenang dan struktur pengelola urusan politik dan pemerintahan sehari-hari dengan urusan politik strategis. Pengintegrasian Kesultanan dan Pakualaman ke dalam struktur pemerintahan Provinsi DIY dilakukan melalui pemberian wewenang, berikut dengan segenap implikasi yang melekat di dalamnya  kepada Sultan dan Paku Alam sebagai satu kesatuan politik yang berfungsi sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama atau sebutan lainnya yang lebih tepat.

Ø  Ketiga, Keistimewaan dalam Kebudayaan, Pertanahan dan Penataan Ruang. Kewenangan istimewa dalam ketiga urusan ini diwujudkan melalui kewenangan penuh dalam menetapkan kebijakan-kebijakan dan dalam merumuskan Peraturan Daerah Istimewa tentang ketiga urusan pemerintahan itu. Dalam bidang kebudayaan meliputi kewenangan penuh dalam mengatur dan mengurus pelestarian, serta pembaharuan aset dan nilai-nilai budaya Jawa pada umumnya, dan Yogyakarta khususnya. Sedangkan dalam bidang pertanahan, meliputi kewenangan mengatur dan mengurus kepemilikan, penguasaan dan pengelolaan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond. Dalam kaitannya dengan kewenangan dalam bidang pertanahan di atas, Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama atau sebutan lainnya yang lebih tepat, berwenang dalam memberikan arah umum kebijakan, pertimbangan, persetujuan dan veto terhadap rancangan Peraturan Daerah Istimewa yang diajukan DPRD dan Gubernur dan atau Peraturan Daerah Istimewa yang berlaku.

  • Bila pengisian Gubernur dilakukan dengan penetapan, maka akan mengabaikan nilai demokrasi dan melanggar prinsip kesetaraan. Sejalan dengan spirit itu, dalam Pasal 27 Ayat (1) yang menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dalam Pasal lain juga dijelaskan, terutama Pasal 28D ayat (4) yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”
  • Ditinjau dari aspek akuntabilitas dan tansparansi penyelenggaraan pemerintahan, maka setiap kepala daerah dituntut mempertanggungjawabkan akibat hukum dari segala tindakan pemerintahan yang dilakukannya. setiap kepala daerah memiliki potensi salah dan alpa dalam menetapkan kebijakan, mengambil keputusan dan tindakan sehingga berimplikasi hukum. Dalam hal ini kita merasa miris apabila Sultan yang kita hormati tersangkut masalah hukum sebagai konsekuensi digabungnya kesultanan dan pemerintahan. Bila dipisahkan antara kesultanan dan pemerintahan maka tepatlah adagium yang menyatakan “the king can do no wrong”.

  • Pemerintah berharap substansi muatan dalam Rancangan Undang Undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dibahas secara mendalam antara DPR-RI dengan Pemerintah sehingga dapat mengakomodasikan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara tegas dan jelas tidak sebatas pada pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur tetapi juga muatan keistimewaan yang lain, sehingga ke depan ada kepastian hukum bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersifat istimewa.

(Sumber: Materi Keterangan Pemerintah (Kemendagri) atas RUU Keistimewaan Provinsi Yogyakarta kepada Komisi II DPR RI)

Data Pendukung:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here