Pernyataan BTP Terkait Kekerasan dan Intoleransi Beragama di Indonesia

1
131

Ahok.Org (09/02) – Dalam beberapa hari terakhir telah terjadi dua kejadian yang sangat keji dan memprihatinkan terkait dengan kehidupan beragama di Indonesia yang menunjukan masih rapuhnya toleransi di Negara ini, yaitu penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di Pandeglang, Banten dan pembakaran beberapa rumah ibadah di Temanggung, Jawa Tengah.

Sangat keji dan memprihatikan karena kedua tragedi ini menyebabkan hilangnya nyawa manusia dan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling mendasar yaitu kebebasan beragama. Kita perlu menyadari bahwa ancaman terhadap jiwa dan hak asasi warga Negara Indonesia dimanapun, kapanpun, dan berapapun merupakan ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Banyak negara yang pernah mengalami konflik internal karena perbedaan pandangan agama berhasil menyelesaikannya dengan dasar bahwa tidak ada seorangpun berhak mencabut nyawa manusia yang apapun latar belakang agamanya tidak ternilai harganya di mata Tuhan, dan tidak ada seorangpun berhak menjadi hakim atas firman Tuhan karena hanya ada satu hakim yakni Tuhan Maha Esa.

Pemerintah perlu bertindak tegas dan tanpa kompromi mengingat sudah menjadi tugas, fungsi, dan kewajiban pemerintah untuk menjamin hak hidup warga negaranya. Kalau pejabat pemerintah tidak mampu mencegah kekerasan atas nama agama, akan sangat bijaksana jika mereka melakukan introspeksi diri dan bertanya apakah masih layak untuk menjalankan amanah agung utk memerintah.

Kegagalan aparat keamanan untuk mencegah hal ini menimbulkan dua pertanyaan. Apakah aparat keamanan tidak memiliki kemampuan dan sumber daya yang cukup, ataukah mereka justru melakukan pembiaran? Di waktu mendatang, tidak ada alasan lagi bagi aparat keamanan untuk tidak berada di baris terdepan untuk menjamin kekerasan atas nama agama tidak terjadi lagi.

Sementara itu, para pemimpin sosial-politik-agama yang mengeluarkan pernyataan maupun fatwa yang memberikan justifikasi dan legitimasi baik langsung maupun tidak langsung terhadap kekerasan sudah selayaknya malu dan mundur dari jabatannya.

Terakhir, substansi SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah dan Undang-Undang Penistaan Agama yang penuh dengan nuansa intoleransi dan diskriminasi perlu dikaji ulang keberadaannya agar ke depan tidak lagi menjadi landasan justifikasi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Basuki T.Purnama
Anggota Komisi II DPR RI
Pendiri Center for Democracy and Transparency (CDT)

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here