Ahok.Org (14/03) – Panita Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka menyerap, melihat, dan berdialog dengan berbagai pemangku kepentingan dan elemen-elemen masyarakat di DIY dalam rangka pembahasan RUU tersebut.
Kunjungan ini dilaksanakan tanggal 10-12 Maret 2011. Kunker ini diikuti pula oleh Komite I DPD RI. Panja dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II DPR RI H. Chairuman Harahap, SH, MH. Sedangkan Komite satu DPD RI dipimpin Ketuanya Dani Anwar. Acara kegiatan ini berjalan dengan lancar sesuai jadwal.
Anggota Panja RUUK DIY Komisi II DPR RI, DPD RI dan Staff .
Ada 25 anggota Tim Panja RUUK DIY Komisi II DPR RI. Namun yang ikut Kunker ke Yogyakarta hanya 23 anggota. 2 anggota lainnya izin yaitu Ignatius Mulyono dan Agus Purnomo. 23 anggota tersebut adalah H. Chairuman Harahap, SH, MH (Ketua Panja/Ketua Komisi II DPR RI/FPG, Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA (Wakil Ketua Komisi II DPR RI/FPD), Ganjar Pranowo (Wakil Ketua Komisi II DPR RI/FPDIP), Abdul Hakam Naja (Wakil Ketua Komisi II DPR RI/FPAN), Drs. H. Djufri (FPD), Khatibul Umam Wiranu, M.Hum (FPD), Dra. Gray Koesmurtiyah (FPD), Drs. Amrun Daulay, MM (FPD), Kasma Bouty, SE, MM (FPD), Drs. Agun Gunanjar Sudarsa (FPG), Nurul Arifin, SIP, M.Si (FPG), Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM (FPG), Drs. Taufiq Hidayat, M.Si (FPG), Alexander Litaay (FPDIP), Arif Wibowo (FPDIP), Budiman Sudjatmiko, M.Sc, M.Phil (FPDIP), Drs. Al-Muzammil Yusuf (FPKS), Agus Purnomo, SIP (FPKS), Hermanto, SE, MM (FPKS), Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si (FPAN), Drs. Nu’Man Abbdul Hakim (FPPP), Dr. Hj. Ida Fauzia (FPKB), Drs. H. Harun Al-Rasyid, M.Si (FGerindra), dan Drs. Akbar Fazal, M.Si (F Hanura). Dari Komite I DPD RI adalah H. Dani Anwar, Aida Nasution Ismeth, SE, MM, Denty Eka Widi Pratiwi, SE, I Wayan Sudirta, SH, Prof. Dr. Jhon Pieris, SH, MS dan Yohanes Paulus Sumino.
Tenaga Ahli Komisi II DPR RI yang ikut adalah Jhonsar Lombantoruan dan Indra Pahlevi. Sedangkan Tenaga Ahli Anggota yang ikut adalah Kamillus Elu, SH (Tenaga Ahli Bapak Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM) dan Phutut Hadi Subroto (Tenaga Ahli Bapak H.Taufiq Effendi). Staff Sekretariat Komisi II DPR RI adalah Susantomo, Agus Sutari, Misbakhul Hidayat, Bambang Kriswanto, Saefudin, dan Doni Suharno dari TV Parlementaria DPR RI.
Kamis, 10 Maret 2011.
Jam 06.00 wib check in di bandara Soekarno Hatta. Jam 07.30 wib take off dan tiba di bandara Adi Sucipto Yogyakarta jam 08.35 wib. Dari bandara langsung menuju Kantor Gubernur (Kepatihan) Provinsi DIY. Jam 09.30 – 12.00 wib Panja dan Komite I DPD RI melakukan pertemuan dengan Pemprov. DIY dan Pemkot Yogyakarta dan menghadirkan juga Kakanwil BPN DIY dan Kakan BPN se Prov. DIY.
Gubernur Provinsi DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan akan tetap mendengarkan aspirasi masyarakat Yogyakarta. Sultan tetap menolak dualisme kepemimpinan di DIY sebab itu merupakan aspirasi rakyat. Sultan juga tidak sependapat dengan wacana gubernur utama sebab tidak sesuai dengan aspirasi rakyat Yogyakarta. Menurut Sultan, ketika dualisme kepemimpinan diberlakukan maka rakyat akan bingung karena ada Sultan dan Gubernur. Ketika ada masalah yang menyangkut rakyat, mengadu ke Sultan, padahal kapasitasnya terbatas. Sultan juga menjelaskan bahwa tidak akan menyampaikan pendapat atau pandangan terkait RUU DIY dalam pertemuan dengan Panja Komisi II DPR RI. Sebab semua sudah disampaikan ketika RDPU dengan Komisi II DPR RI di Jakarta tanggal 1 Maret 2011.
Menurut Sri Sultan, gelar Hamengku Buwono yang disandangnya merupakan amanah yang perlu dilaksanakan sebaik-baiknya dan dipegang teguh dengan rasa tanggung jawab.
Menyinggung mengenai apakah ada ewuh pekewuh/sungkan antara para pejabat di DIY dengan Sri Sultan, Sekretaris Daerah Provinsi DIY, Ir. Tri Hardjun Ismaji, M.Sc menjelaskan bahwa tidak ada masalah hubungan kerja dengan Gubernur DIY walaupun seorang Sultan/Raja. Sekda juga mengatakan Sri Sultan HB X sangat demokratis, termasuk dalam memilih pembantu-pembantunya di Pemda DIY. Sehari-hari Setda memanggil dengan Bapak Gubernur.
”Tidak ada kesan bahwa beliau sebagai seorang raja. Sangat komunikatif. Beliau sangat efektif dalam memimpin DIY untuk mensejahterakan rakyat. Rakyat menghendaki Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Keistimewaan itu melekat juga dengan Sri Sultan sebagai Gubernur”, demikian Sekda.
Walikota DIY Herry Zudianto menjelaskan bahwa kesan hubungan sangat baik dengan Gubernur. Bisa dengan telepon dan sms (short message service). Ada koordinasi yang baik antara walikota dengan gubernur. Koordinasi dengan masyarakat juga sangat baik. Aspirasi masyarakat yang mendukung Sri Sultan merupakan hal yang riil. Tidak ada ewuh-pekewuh.
Sikap DPRD Provinisi DIY seperti yang sudah diputuskan pada Rapat Paripurna 13 Desember 2010 lalu, dan sudah disampaikan pula kepada Komisi II DPR RI pada saat RDPU di Jakarta. DPRD DIY mendukung penetapan. DPRD juga sering mengkritisi Gubernur. Salah satu Wakil Ketua DPRD DIY yang hadir mengatakan bahwa walaupun Dia Sultan, tidak ada masalah dalam hubungungan komunikasi. DIY juga aman dan tentram. Hanya akhir-akhir ini masyarakat resah dengan RUU ini. Semoga ada keputusan yang lebih pasti. DPRD juga tidak ada sikap ewuh-pekewuh terhadap Sultan.
UGM Yogyakarta.
Jam 13.45 – 16.15 wib Panja dan Komite I DPD RI Pertemuan dengan civitas akademika UGM dan perwakilan Universitas di DIY. Dalam sambutannya Rektor UGM Sudjarwadi mengatakan penjaringan aspirasi DPR RI dapat dipandang sebagai bagian awal pada interasi penciptaan ilmu untuk keadaban, kemanfaatan dan kebahagiaan. Untuk tercapainya ilmu baru, misalnya berwujud RUU DIY, perlu proses iterasi lanjut dari kombinasi aspirasi tersebut dan dilanjutkan dengan sinergi internaslisasi aspirasi itu untuk terciptanya ilmu yang bermanfaat dan mendatangkan kebahagiaan.
Berkaitan dengan RUUK DIY, Sudjarwadi berpendapat bahwa UU DIY harus mengambil inspirasi dari Sultan Hamengku Buwono IX yang telah nyata sebagai figur luar biasa sebagai pemeran istimewa sejarah Indonesia, menjadi fasilitator terbentuknya dan bertahannya NKRI dari serangan Belanda. Fakta sejarah tersebut telah sering diungkapkan oleh banyak pihak dan semua yang mendengarkan dengan pikiran jernih dan hati yang tulus, tentu merasakan kepantasan DIY menjadi daerah istimewa dalam NKRI, atau disebut Daerah Istimewa Yogyakarta (Wawasan RUUK DIY, Kegagalan Bangsa, Sudjarwadi, Rektor UGM, Yogyakarta, Maret 2011, hal. 9-10).
Rektor UGM mengatakan akan mengkonsultasikan 9 (sembilan) butir kata-kata kunci agar ada penyempurnaan dan izin Presiden membentuk catatan bersama Sri Sultan HB X dan Presiden SBY membangun kerangka kebijaksanaan solusi RUUK DIY yang tentu akan ada finishing touch oleh DPR RI.
”Tujuh diantara kata kunci tersebut adalah (1) akses komunikasi budaya, (2) perkuatan NKRI, (3) pelaksanaan demokrasi, (4) Yogyakarta sebagai simpul strategis network pemaknaan nilai-nilai budaya, (5) aktualisasi Bhineka Tunggal Ika, (6) implementasi pemeahaman bahwa dunia itu lebih baik diisi perundangan visioner yang tidak kaku mengakomodasi dinamika perubahan, (7) proses politik. Tujuh kata kunci tersebut yang diusulkan oleh rektor UGM untuk dibicarakan dengan baik oleh Presiden dan Sultan HB X ditambah beberapa hal penting lain, untuk sinergi tiga kata kunci dari tiga tokoh sejarah yaitu HB IX, HB X dan Presiden SBY. Tiga kata kunci yang harus diinstrumentasi dengan tepat bagi kepentingan bangsa Indonesia dan kemanusiaan adalah kata kunci beliau-beliau yaitu, Tahta untuk Rakyat, Tanyakan Kepada Rakyat, dan Demokrasi”. Demikian Sudjarwadi. (Ibid, halaman 17).
Selain itu, ada beberapa catatan dan komentar sebagai masukan atas RUUK Yogyakarta ini dari dialog di UGM tersebut, anatara lain: Pertama, bahwa di dalam implementasinya jabatan Gubernur (pengangkatan) dan Gubernur/Kepala Daerah (Pemilihan) akan terjadilah dualisme kepemimpian di DIY. Dan ini akan menimbulkan dualisme pemerintahan yang berakibat tidak saja ”membingungkan” tetapi dapat terjadi adanya konflik dan pertentangan di dalam pelaksanaan pemerintahan. Kedia, bahwa predikat keistimewaan DIY tidak saja berdasarkan historis tetapi juga politis ketatanegaraan. Bagaimana sebagai suatu daerah berkedudukan yang pertama kali memberikan pengakuan atas NKRI. Maka mengapa kekhususan pun juga diberikan juga kepada DIY melalui UU Pemerintahan Daerahnya mulai dari UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 1 Tahun 1957, dan istimewanya UU No. 5 Tahun 1974 yang memberikan kekhususan pada ”lama jabatan”, UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004. Apabila kekhususan diberikan pada pemerintahan di Aceh dan Papua, terutama berkaitan dengan ”penamaan nomenklatur berdasarkan kedaerahan, dan permasalahan yang berkaitan dengan keuangan dan perimbangan keuangan, mengapa DIY yang memiliki kekhususan sejak semula dan lama, tidak diberikan pula ”keistimewaan”?.
Untuk menghindari dualisme kepemimpinan adanya Gubernur Utama dan dan Gubernur/Kepala Daerah, mengapa permasalahan kedudukan Gubernur/Kepala Daerah tidak ditentukan demikian: (1) diangkat dari Raja yang sedang bertahta, (2) jabatan gubernur ditentukan berlandaskan sampai dengan ”Harapan Hidup” DIY. Dimana saat ini laki-laki mencapai usia 76 tahun, dan persyaratan lainnya. Apabila ketiga persyaratan tersebut tidak terpenuhi, barulah dilakukan pemilihan. Prof. Sunyoto Usman mengatakan keinginan penetapan itu kehendak masyarakat. Untuk saat ini diatur untuk penetapan.
Kraton Yogyakarta
Jam 16.30 -19.00 wib check in di Hotel Melia Purosani Yogyakarta sambil istirahat. Jam 19.30 – 22.15 melakukan pertemuan dengan Kerabat Kraton dan Pura Pakualaman bertempat di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pertemuan tersebut dihadiri oleh seluruh kerabat Kraton dan Pura Pakualaman, termasuk GKR Hemas.
Kraton resah dan agak kecewa dengan RUUK ini. Pemerintah seolah-olah berusaha untuk mengapuskan/menghilangkan Kraton Yogyakarta dengan menempatkan Sri Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Utama. Dijelaskan pula bahwa sistem kerajaan di Kraton Yogyakarta sangat berbeda dengan kerajaan lain, seperti di Malaysia. Kraton Yogyakarta memiliki mekanisme pemilihan Sultan sendiri termasuk sistem administrasinya sudah baik sejak 250 tahun lalu. Bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab Sultan adalah mensejahterakan rakyat. Jadi benar-benar mencerminkan prinsip ”Salus Populi Suprema Lex” (Kesejahteran rakyat adalah hukum tertinggi). Hal ini terlihat dari hasil pembangunan di DIY yang sangat cepat dan berkembang, terutama dibidang pendidikan, pariwisata, ekonomi, sosial dan budaya.
Jumat, 11 Maret 2011
Jam 06.00 – 07.30 wib sarapan pagi di Hotel. Jam 09.00-11.30 wib Panja dan Komite I DPD RI dibagi dalam 2 (dua) tim. Tim I melakukan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Sleman. Tim II dengan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul. Jam 13.30-17.00 wib Tim I melanjutkan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan Tim II dengan Pemerintah Kabupaten Bantul. Bapak Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM masuk Tim II (Gunung Kidul-Bantul). Jam 17.00-19.00 wib Istirahat di Hotel Melia Purosani. Malam harinya jam 19.00-22.30 wib melakukan pertemuan dengan Komunitas dan Elemen Masyarakat DIYdi Gedung Wanabakti Yasa Yogyakarta.
Beberapa catatan dari Gunung Kidul dan Bantul
Aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul dalam pertemuan tersebut antara lain, bahwa Yogyakarta menjadi istimewa karena Gubernur dan Wakil Gubernurnya dijabat langsung oleh Sri Sultan dan Sri Paku Alam. Disinggung apakah ada perasaan ewuh pekewuh dengan Sultan? Mereka mengatakan tidak ada sikap ewuh pekewuh dalam berhubungan dengan Sri Sultan baik oleh pejabat pemda maupun masyarakat biasa. Dalam hubungan komunikasi tidak terkesan rakyat dengan raja. Tetapi rakyat dengan gubernur. Sri Sultan dipandang sebagai pengayom dan teladan bagi masyarakat Yogyakarta, termasuk di Gunung Kidul. Masyarakat Gunung Kidul berharap agar hasil paripurna DPRD Provinsi DIY dan DPRD Kabupaten/Kota se DIY segera dilaksanakan. Masyarakat juga tidak menghendaki dualisme kepemimpinan. Artinya tidak setuju dengan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Utama. Mereka juga berharap agar jangan diganggu keamanan, kedamaian dan kenyamanan mereka di DIY. Mereka menolak pemilihan. Mereka juga berharap agar jangan memecah belah masyarakat Yogyakarta dengan UU ini.
”Pemerintah dan DPR RI harus menggunakan kaca mata Yogya untuk melihat Yogya, jangan kaca mata Jakarta, kami tidak akan paksakan budaya Yogya untuk daerah lain. Hormatilah kami sebagai orang Yogya”, harap mereka.
Sekda Pemkab Gunung Kidul mengatakan Sultan tetap ditetapkan sebagai Gubernur. Tidak ada ewuh pekewuh, gubernur DIY memberi contoh dan menjadi contoh.
Bagaimana dengan Bantul?
Pertemuan dengan Pemerintah dan masyarakat Bantul cukup meriah dan mengesankan. Pada prinsipnya pemerintah daerah Bantul dan masyarakat memiliki harapan yang sama, yaitu menghendaki agar Sri Sultan dan Paku Alam ditetapkan saja menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Bupati Bantul Hj. Sri Suryawidati mengatakan pengisian melalui penetapan bukan konvensional. Sri Sultan dan Paku Alam ditetapkan dengan penetapan.
”Penetapan tidak bertentangan dengan demokrasi”. Demikian Bupati Sri. Bahkan Bupati Bantul ini menciptakan sebuah lagu yang dipersembahkan pada pertemuan ini. Penggalan syair lagu tersebut antara lain:
”Puniki kawula Bantul, sahiyeg saeka kapti, anyengkuyung penetapan , Kangjeng Gusti, Gubernur dan Wakilira, tan bisa den semayani. Kita tansah hanyenyuwun, DIY kedah lestari, Gubernur Sinuwun Sultan, Paku Alam hamakili, kanthi proses penetapan, mugi Allah ngijabahi”.
Di samping itu ada sebuah syair dari Kidung Pandonga/Pamuji Murih Ngayogyakarta tetep Istimewa, yang dipersembahkan kepada tamu dari Wakil Rakyat tersebut berbunyi:
”Rakyat Bantul samya assanti, murih tansah lestari Dwi Tunggal, kang ngasta peprenttahane, Ngarsa Dalaem Sinuwun (HB) Sampyan Kangjeng Depati (PA) kekalihnya prayogya, ngasta bawatipun, Gubernur lan Wakilira, katetepna ngasta pusaraning adil, datan perlu pilihan”.
Salah seorang tokoh masyarakat dihadapan Panja dan Komite I DPD RI di Bantul mengatakan:
”Kami tidak minta keistimewaan. Kami hanya ingin mempertahankan keistimewaan”.
Pertemuan dengan elemen masyarakat Yogyakarta
Pada pertemuan tersebut terungkap pula bahwa masyarakat pada prinsipnya menghendaki adanya penetapan Sri Sultan sebagai Gubernur dan Sri Paku Alam sebagai Wakil Gubernur DIY. Bahkan mereka menyatakan penetapan gubernur dan wakil gubernur harga mati.
Masyarakat berharap agar pemerintah dan DPR RI membuat peraturan/UU yang mengakomodir penetapan. Jangan mereduksi keistimewaan Yogyakarta. Yogya istimewa untuk Indonesia. Keistimewaan itu diberikan oleh Presiden Soekarno. Soekarno berpesan agar ”jangan lupa dan lari dari sejarah”. Mempertahankan Sultan bukan mempertahankan feodalisme, tetapi mempertahankan sejarah.
Semoga masukan-masukan ini sedikit memberi pencerahan kepada para pemangku kepentingan di Republik ini dalam merumuskan dan membahas RUU tersebut. UU ini harus aspiratif dan konstitusional. Sebab sumbangsih Yogyakarta bagi NKRI cukup besar sejak awal kemerdekaan Indonesia sampai saat ini, baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, pariwisata, pendidikan dan sumber daya manusia.
”Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei)”. Tolong dengarkan mereka.
Sabtu, 12 Maret 2011
Jam 06.00-08.00 wib acara sarapan pagi di Hotel sekaligus check out. Jam 08.15 wib berangkat menuju Bandara Adi Sucipto. Selanjutnya jam 09.20 wib take off menuju Jakarta dan tiba di bandara Soekarno-Hatta jam 10.25 wib.
Laporan Keuangan Kunker Yogyakarta
Sesuai dengan catatan rincian DOP yang diterima dari Sekretariat Komisi II DPR RI tanggal 14 Maret 2011, setiap Anggota Panja RUU DIY Komisi II DPR RI, termasuk Bapak Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM menerima Rp 10.090.000,-(Sepuluh juta sembilan puluh ribu rupiah).
I. Rincian DOPBasuki Tjahaja Purnama (BTP) : Rp 10.090.000,-
1. Biaya Plane Jakarta-Yogyakarta (PP) Bisnis : Rp 3.840.000,-
2. Biaya Airport tax : Rp 75.000,-
3. Fasilitas Angkutan Dalam Kota 3 x Rp 675.000,- : Rp 2.025.000,-
4. Biaya uang harian di Yogya 3 x Rp 350.000,- : Rp 1.050.000,-
5. Biaya Representasi 3 x Rp 200.000,- : Rp 600.000,-
6. Biaya Hotel di Yogya 2 x Rp 1.250.000,- : Rp 2.500.000,-
II. Jumlah Pengeluaran : Rp 8.693.100,-
- Tiket Plane Jakarta-Yogya PP BTP Bisnis : Rp 3.554.300,-
- Tiket Plane Jakarta-Yogya Kamillus Ekonomi : Rp 1.788.800,-
- Airport tax 2 x Rp 75.000,- : Rp 150.000,-
- Hotel BTP 2 x Rp 900.000,- : Rp 1.800.000,-
- Hotel Kamillus 2 x Rp 700.000,- : Rp 1.400.000,-
Saldo (I –II) : Rp 1.396.900,-
Laporan ini sedikit memberikan gambaran betapa mahalnya proses pembuatan sebuah undang-undang di Repulik ini. Satu undang-undang bisa menghabiskan Rp 7 milyar lebih. Apalagi kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui judical review.
Demikian beberapa catatan dan laporan kegiatan kunjungan kerja Panja RUUK DIY Komisi II DPR RI, 10 – 12 Maret 2011. (Kamillus Elu, SH).
kunjungan ke jogja jangan hanya pelesiran aja.Tampung aspirasi masyarakat jogja ini yang sangat penting.
Dengarkan tuch aspirasi rakyat jogja, jangan hasil yang dibawa sampai di jakarta dirubah, itu kebiasaan aparat kita paaayaaaah..
NKRI yang dahulu tahun 1948 masih bayi,dan hampir mati, kini telah tumbuh menjadi se orang tua yang mempunyai Rumah tangga sendiri, janganlah engkau sekalipun dicap sebagai seorang pendurhaka dan pendusta karena ingkar janji………waspadalah….waspadalah…..waspadalah.
Dalam Kunker ini faktanya tidak diketemukan segelintir manusiapun di-Yogya yang setuju dengan pemilihan.
Andai setiap pemimpin kita bekerja untuk rakyat, dan mendengar aspirasi mereka. tetapi tidak hanya didengar, tetapi bagaimana seorang pemimpin memberikan jalan keluar yang baik untuk rakyat, karena memang dibayar tinggi untuk itu, bukan pemimpin yang bekerja untuk dirinya, maka negara ini akan menjadi negara yang makmur. Besar haran kami pak….