Ahok.Org – DPR RI dan Pemerintah sepakat untuk tidak melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Rapat Paripurna DPR RI Selasa, 13 Desember 2011 di Jakarta. RUU Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2008 tersebut selama ini dibahas bersama Pemerintah dan Komisi V DPR RI.
Ketua Komisi V DPR RI Yasti Soepredjo Mokoagow mengatakan bahwa dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi V DPR dengan Menteri Perhubungan, Menteri ESDM dan Menkumham tanggal 10 Maret 2011 telah diputuskan dua hal penting yaitu, Komisi V DPR RI meminta Pemerintah untuk mengubah Peraturan Perundang-undangan di bawah undang-undang terkait dengan ketentuan pengoperasian kapal untuk kepentingan kegiatan usaha minyak dan gas bumi lepas pantai (offshore) yang bersifat khusus dan tidak digunakan untuk mengangkut orang dan/atau barang selambat-lambatnya tanggal 7 April 2011.
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan bahwa Rapat Paripurna ini merupakan tindaklanjut Raker antara Pemerintah dengan Komisi V DPR RI pada tanggal 8 Desember 2011 yang membahas RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2008 yang diusulkan oleh Pemerintah melalui Surat Presiden RI Nomor R-100/Pres/12/2010 tanggal 16 Desember 2010.
Bahwa dalam rangka pemberdayaan industri pelayaran nasional, Pemerintah memutuskan untuk menerapkan asas cabotage yang kemudian dikukuhkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sebagai landasan legalitasnya.
Hal ini disampaikan pula oleh Pemerintah ketika Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI tanggal 8 Desember 2011. Penerapan asas cobatage merupakan salah satu upaya untuk menegakkan kedaulatan negara agar industri pelayaran nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Amir mengatakan bahwa dalam perjalanan waktu selama 3 (tiga) tahun penerapan UU tersebut, asas cobatage belum dapat terlaksana secara konsekuen khususnya pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di perairan/lepas pantai, kegiatan pengerukan, salvage dan pekerjaan bawah air, karena belum tersedianya atau belum cukup tersedia kapal-kapal penunjang operasi minyak dan gas bumi berbendera Indonesia.
Amir Syamsuddin juga menjelaskan bahwa latar belakang diusulkannya RUU Perubahan Atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dengan pertimbangan data kebutuhan dan ketersediaan kapal berbendera Indonesia, terdapat kebutuhan terhadap beberapa jenis kapal yang belum ada atau belum cukup tersedia kapal berbendera Indonesia di dalam negeri untuk kegiatan: survei minyak dan gas bumi, pengeboran, konstruksi lepas pantai, pengerukan, salvage dan pekerjaan bawah air.
Ketersediaan kapal tersebut sulit dipenuhi dari kapal yang berbendera Indonesia karena pengadaan kapal tersebut membutuhkan investasi yang cukup besar, teknologi rumit, jumlah kapal-kapal tersebut di dunia terbatas, penggunaan kapal tersebut bersifat global (global market) dan mobile serta waktu penggunaan yang singkat dan tidak berkelanjutan.
Pada Raker tanggal 8 Desember 2011 Pemerintah dan Komisi V DPR RI sepakat untuk tidak melakukan perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2008. Komisi V DPR RI meminta Pemerintah untuk mengkaji Pasal 206a ayat (3) huruf d,e,f dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2011 tentang Angkutan di Perairan dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 48 Tahun 2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Ijin Penggunaan Kapal Asing untuk kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri.
Pemerintah dan DPR menilai bahwa PP No. 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan tersebut telah mampu mengakomodasi permasalahan yang ada saat ini.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 telah mengatur kapal asing yang melakukan kegiatan lain selain kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di wilayah perairan Indonesia dapat tetap melakukan kegiatan tersebut sepanjang kapal tersebut belum tersedia atau belum cukup tersedia, wajib mendapat ijin dari menteri, kegiatan lain selain kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri meliputi kegiatan survei minyak dan gas bumi, pengeboran, konstruksi lepas pantai, penunjang operasi lepas pantai pengerukan dan salvage serta pekerjaan bawah air.
Sementara dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun 2011 mengatur jangka waktu kapal asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang atau barang dalam kegiatan angkutan dalam negeri sebagai berikut: kapal asing untuk kegiatan survei minyak dan gas bumi jangka waktu penggunaannya sampai dengan akhir Desember 2014, kapal asing untuk kegiatan survei pengeboran jangka waktu penggunaannya sampai dengan akhir Desember 2015, kapal asing untuk kegiatan konstruksi lepas pantai jangka waktu penggunaannya sampai dengan akhir Desember 2013, kapal asing untuk kegiatan penunjang operasi jangka waktu penggunaannya sampai dengan akhir Desember 2012, kapal asing untuk kegiatan pengerukan jangka waktu penggunaannya sampai dengan akhir Desember 2013, dan kapal asing untuk kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air jangka waktu penggunaannya sampai dengan akhir Desember 2013.(Kamillus Elu, SH)