Kepres Timsel KPU-Bawaslu ‘Ngaco’

0
154

Dalam Rapat Kerja Komisi II dengan Tim Seleksi KPU-Bawaslu yang berlangsung pada tanggal 25 Januari 2012, keberadaan posisi wakil ketua tim seleksi yang dijabat oleh Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin akhirnya dipermasalahkan. Selain menjadi Menteri, Amir Syamsudin merupakan Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat, oleh karenanya hal ini disinyalir sebagai langkah politis partai penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya dengan menentukan ‘bidak’ dalam kepengurusan KPU-Bawaslu di masa yang akan datang. Beberapa anggota komisi II dari Fraksi Golkar dan Fraksi PDI-Perjuangan dengan lantang meminta penghapusan posisi tersebut.

Tim Seleksi KPU diatur dengan Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2011 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum dan Calon Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum yang ditetapkan pada tanggal 2 Desember 2011. Diktum Kedua Keppres 3/2011 ini secara jelas bertentangan dengan Pasal 12 ayat (7) Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Pasal 12 ayat (7) UU 15/2011 tersebut berbunyi “Komposisi tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.” sedangkan Diktum Kedua Keppres 33/2011 menyatakan bahwa selain terdapat posisi ketua dan sekretaris yang merangkap sebagai anggota, terdapat posisi lain yaitu wakil ketua yang merangkap posisi anggota. Mendagri sempat menyebutkan bahwa posisi wakil ketua yang diatur dalam Keppres merupakan diskresi dan lex specialis dari UU 15/2011. Akan tetapi, Keppres bukanlah suatu lex specialis, keppres 3/2011 lahir akibat pengaturan yang didelegasikan dari Pasal 12 ayat (8) UU 33/2011 (lihat bagian konsideran menimbang Keppres) bukan pengaturan hasil atribusian. Keppres juga tidak dapat memuat suatu diskresi yang didasarkan pada asas kebebasan bertindak (vrijbestuur) karena UU yang ada telah membatasi format susunan dari tim seleksi KPU-Bawaslu.

Berbagai kendala dan ketidakberesan dari kerja timsel KPU-Bawaslu merupakan titik awal dari permasalahan yang lebih besar ke depannya. Kurangnya akuntabilitas atau aksesibilitas masyarakat terhadap hasil timsel serta komposisi timsel yang ‘disusupi’ oleh partai politik penguasa tentu saja akan membawa anggapan bahwa timsel bisa-bisa masuk angin dan menghasilkan anggota KPU-Bawaslu yang tidak kompeten dikemudian hari. Komisi II DPR RI yang memiliki fungsi untuk melakukan controling terhadap mitra kerjanya perlu memaksimalkan fungsi tersebut agar nantinya Indonesia dipimpin oleh anak bangsa yang terbaik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here