Ahok.Org – Medio 2005 ketika baru dilantik menjadi Wali Kota Solo, Joko Widodo (Jokowi) memanggil ajudannya Herwin Tri Nugroho Adi. Kepada Herwin Jokowi bertanya soal fungsi dan tanggung jawab seorang ajudan.
Herwin pun menjelaskan panjang lebar. Usai mendengar penjelasan Herwin Jokowi meminta Herwin menghapus beberapa peraturan protokoler yang “kaku”. Salah satu diantaranya dia tak ingin dikawal voorijder kepolisian bila sedang dijalan.
“Beliau inginnya nyantai dan tidak kaku. Bahkan ada beberapa peraturan protokoler yang tak mau dilaksanakan,” kata Herwin dalam buku Jokowi Pemimpin Rakyat Berjiwa Rocker karya Yon Thayrun.
Gaya kepemimpinan Jokowi memang ibarat musik rock: liar, mendobrak, keras dan tegas. Dia menolak aturan protokoler yang njelimet dan hanya menjauhkannya dari rakyat. Dia mendobrak sistem birokrasi yang mempersulit kemajuan masyarakat Solo. Dia keras dan tegas menindak bawahan yang tidak sejalan dengan perubahan. Singkat kata Jokowi adalah rockernya dunia politik.
Kisah lain Jokowi bersama Herwin terjadi saat keduanya berkunjung ke Jakarta. Kala itu Jokowi meminta Herwin memesan satu kamar di Hotel Mulia. Herwin menduga Jokowi bakalan memintanya tidur di atas sofa. Tapi dugaan Herwin keliru. Dia malah diminta Jokowi tidur satu kasur. “Pertama kali tidur satu bed dengan Bapak saya tak bisa tidur sampai pagi. Saya takut, saya kan tatarannya sebagai ajudan,” kenang Herwin.
Aturan protokoler yang juga kerap ditabrak Jokowi adalah kegemarannya menggunakan taksi saat sedang melakukan pekerjaan dinas di luar kota. Suatu hari ketika akan menghadiri sebuah acara di salah satu hotel Jakarta, Jokowi datang menggunakan taksi. Lantaran ulahnya itu panitia penyelenggara sampai kecele dibuatnya. Mereka terus menunggu Jokowi di lobby hotel, padahal yang ditunggu sudah masuk ke dalam ruang acara. “Bapak lebih memilih taksi atau mobil rentalan,” kata David Agus Yunanto, ajudan Jokowi sekarang.
Sepak terjang Jokowi di dunia politik bermula ketika dia menjabat Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Solo periode 2002-2004. Pola kepemimpinan Jokowi yang ngemong dan visioner membuat dia didampuk kembali menjadi Ketua Asmindo periode 2004-2008. Baru setahun memimpin kembali Asmindo Jokowi malah mengundurkan diri. Rekan-rekannya di Asmindo mendorong dia maju dalam bursa Pilkada Walikota Solo 2005 dengan menggandeng Ketua DPC PDIP Kota Solo, F.X. hadi Rudyatmo. Di babak ini Jokowi menang dengan perolehan suara lebih dari 37 persen, mengalahkan pasangan incumbent Selamet Suryanto-Hengky Narto Sabdo.
Tiga bulan pertama menjabat Walikota Solo, Jokowi langsung menggebrak dengan memangkas masa waktu pembuatan KTP dari dua minggu menjadi satu jam. Berikutnya dia mengefisienkan sistem layanan perizinan. Apabila sebelumnya mengurus izin usaha di Kota Solo mesti memakan waktu enam bulan, memangkasnya menjadi tinggal enam hari.
Usaha Jokowi mereformasi birokrasi Kota Solo bukan perkara mudah. Dia terpaksa Jokowi terpaksa harus memberhentikan sejumlah camat dan lurah yang membalelo menginginkan status-quo. “saya mencopot lurah dan camat karena tidak punya niat menolong masyarakat,” ujar Jokowi.
Apa yang dilakukan Jokowi seolah menjadi sesuatu yang abnormal. Ketika kebanyakan pejabat negeri ini asik mempersulit hubungannya dengan rakyat dengan mekanisme birokrasi yang njelimet, Jokowi justru memangkasnya menjadi lebih luwes dan karenanya lebih gampang diakses masyarakat. Gilang-gemilang prestasi Jokowi membuat masyarakat Solo kembali mempercayainya. Di Pilkada Kota Solo berikutnya, Jokowi menang telak atas lawan-lawannya dengan perolehan suara di atas 90 persen.[Republika]