Ahok.Org – Untuk mengurangi kemacetan di Jakarta, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, Jokowi-Ahok, tetap mengandalkan optimalisasi angkutan umum.
Hal tersebut disampaikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seusai acara silaturahim pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur (cagub-cawagub) dengan KPU Provinsi DKI Jakarta, Panwaslu, dan Kepala Polda Metro Jaya di Mainhall Mapolda Metro Jaya, Rabu (16/5/2012).
“Itu sederhana aja. Pertama, soal macet kan datangnya dari jalur lambat, jalur lambat kan diisi dengan motor dan bus-bus yang ngetem-ngetem. Maka, seluruh pemilik izin trayek itu harus dibikin konsorsium, kami sediakan bus yang baik kepada mereka dan kami bayar mereka per kilometer jalan. Sopirnya pun dapat komisi per kilometer. Dengan demikian mereka enggak mau ngetem. Setiap mereka ngetem, mereka rugi. Lalu kami pasang CCTV di terminal; kalau mereka ngetem di terminal, kami akan pecat dia,” katanya.
Ahok mengatakan, untuk menggunakan angkutan umum, terutama bus non-AC, penumpang cukup membayar Rp 60.000 per bulan. Jadi, dengan Rp 60.000 per bulan, orang bebas naik bus. Untuk optimalisasi transjakarta, Ahok menjelaskan bahwa penumpang cukup membayar Rp 300.000 per bulan.
“Dari feeder semua cuma bayar Rp 300.000, orang bebas menggunakan busway. Itu pasti bus busway-nya bisa tiap 3-5 menit ada. Kalau agak padat, 7 menit-8 menit. Pasti orang akan pindah,” ucapnya.
Mengenai kereta api, Ahok mengungkapkan bahwa pihaknya tidak bisa menyalahkan PT Kereta Api yang tidak mau menambah kereta. “Kalau setiap sepuluh menit ada kereta lewat pakai tutup palang, kita enggak akan berani lewat, maka kita perlu membangun subway dan flyover untuk kereta,” kata Ahok.
Ketika ditanyakan mengenai tingkat keberhasilannya, Ahok yakin program tersebut akan sukses. “Pasti jalan, itu pasti jalan,” katanya.
Pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ahok mendapat nomor urut 3 dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta, pada Rabu, 11 Juli 2012.[Kompas]
Seharusnya metromini dan angkutan kota itu jangan dijadikan ajang lahan bagi swasta untuk mengeruk keuntungan.
Sistem bobrok transportasi kota tidak pernah berubah dari tahun ketahun. Jadilah sopir angkot terpaksa melanggar peraturan karena ketatnya persaingan dan kepentingan publik yang menjadi korban tiap hari.
Angkot dalam kota jangan ada lagi sistem setoran karena mereka hanya akan berorientasi pada diri sendiri, bukan pelayanan kepada publik. Terminal dibangun yang bersih, rapi dan modern. Pasti banyak karyawan berdasi yang melirik untuk naik angkot.
Contohlah negara Singapura, sepuluh tahun yang lalu saya sempat menimba ilmu disana selama 4 tahun. Sungguh kagum melihat terminal bus yang teratur dan bersih. Didalam terminal bus ada AC, mini market, toko kecil. Jika pulang ke kampung halaman, sungguh sedih melihat terminal kampung melayu yang tidak ada atap, kumuh, becek, tidak teratur dan tentu saja KOTOR. Dan itu bukan hanya 1-2 tahun saja, tetapi saya perhatikan 10 tahun dibiarkan saja begitu.
Semoga dengan adanya tokoh idealis dan kreatif seperti mas jokowi dan ko ahok, jakarta bisa berubah. Sudah muak saya dengan janji-janji manis politikus yang ujung-ujungnya menjabat hanya untuk memperkaya diri.
Salam
Ruhut Sitompul
Semoga masalah angkot suka ngetem itu segera beres.. 🙁