Jokowi Ingin Bangun Kampung Susun Bukan Apartemen

4
288

Ahok.Org – Calon Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) memiliki konsep baru pembangunan rumah tinggal bagi penduduk DKI, yaitu kampung susun. Tapi ditegaskan Jokowi, yang ingin dibangunnya bukan apartemen meski memiliki kesamaan bentuk.

“Bedanya dengan rumah susun, kalau rumah susun bentuknya mirip apartemen, sedangkan kampung susun bentuknya seperti kampung, tetapi bertingkat,” kata Jokowi ketika mengunjungi warga Koja, Jakarta Utara, Sabtu (15/9).

Jokowi berpendapat konsep tersebut tidak akan mengubah tata ruang menjadi gedung, sehingga keadaan perkampungan masih dapat dipertahankan. “Konsep ini sebenarnya diadopsi langsung dari keinginan masyarakat seiring dengan terus bertambahnya kepadatan penduduk di Jakarta,” tutur Jokowi.

Di kampung susun, lanjut Jokowi, juga akan dibangun ruang terbuka hijau dan ruang publik yang bersih dan nyaman untuk anak-anak. Terkait pelaksanaan pembangunan kampung susun tersebut, Jokowi akan menyerahkan langsung kepada masyarakat dan menggunakan jasa satu kontraktor saja.

“Kalau menggunakan jasa kontraktor secara keseluruhan, biaya yang dibutuhkan akan sangat besar, sekitarĀ  Rp 10 sampai Rp 12 miliar,” ujar Jokowi.

Dengan menyerahkan pembangunan kampung susun tersebut kepada masyarakat dan satu kontraktor, Jokowi memperkirakan dapat melakukan penghematan sebesar 40 persen dari anggaran yang akan disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.[Republika]

4 COMMENTS

  1. Bapak BASUKI TJANDRA PURNAMA jika anda tidak berani tegas dalam pemecatan pegawai malas niscaya jakarta akan tetap dikenal sebagai jakarta yang LAMA, mari kita anologikan, pesawat terbang tidak akan berjalan mulus jika salah satu komponennya rusak!! camkan itu pak.

  2. gimana soal sertifikat dan IMBnya nanti pak?
    konsepnya kurang jelas, diserahkan ke warga tapi siapa yg nanggung biaya pembangunan, siapa yg bertanggungjawab kalau bangunan tidak sesuai spek/IMB, sertifikat tanahnya gimana, dst? kan selama ini hal2 tsb adalah alasan2 yg sering diumbar ke warga yg ingin bikin sertifikat/renovasi rumah dan mempertanyakan kenapa harus urus IMB lagi yg biayanya tidak bisa dibilang murah kalo cuma mau ganti atapnya saja dgn dek yg lebih aman (ou.. aspek keamanan lingkungan, persetujuan warga sekitar, persetujuan tata kota, dst.. dst..) – mau beresin atap yg lapuk aja repot amat ya? ngurus ijinnya itu lho, bukan soal materialnya/proyeknya..
    kecuali bayar uang ‘damai’ kpd petugas P2B ya ga perlu serepot itu sih, yg repot itu kan kalo mau hidupnya terus ‘lurus’ spt malaikat… manaa bisaaa? kec, anak kecil masih bisa dikibulin, ntar dah gede pasti belak-belok jalan idupnya – percaya deh!
    .
    Sudah paham kenapa rumah2/gedung2 milik warga menengah/miskin begitu membosankan dan nyaris seragam (kecuali renovasi cat dinding saja)? kec. anda berduit utk bayar ijin IMB/renovasi eksternal silakan mimpi mau bikin rumah.gedung yg aneh2 dan unik. Sejarahnya dari dulu juga birokrasi memang membatasi kreatifitas seni manusia, kecuali bagi yg berduit (makanya modif mobil/motor cuma milik kaum borju ‘kan – kec. nekat minta distop polisi tiap di perempatan jalan).

    • hooh, gapura aja butuh IMB lho di padang, sumbar. rusuh warga VS satpol PP sampe masuk tipi, aje gile!
      itu mah sentiman anti etnis/budaya cina, dan cuma cari2 alasan aja pake bilang belon ada ijin bikin gapura, lah warga ga ada yg protes koq malah pemda yg ribut. mending lewat situ tiap hari.
      di tempat gua aja, gapura ga pake ijin IMB segala macem. yg bangun pak RTnya sendiri (buat jilat bokong pak Lurahnya biar jadi bekingnya terus shg bisa jadi ‘preman’ terus tiap 3 taon sekali) tanpa konsultasi dulu sama warganya, warga resah krn rawan dipanjat maling atau rubuh tapi ga ada yg berani protes krn didukung Kelurahan setempat.
      Jadi intinya, harus ada ‘ijin’ dari Kelurahan setempat, bukan ijin warga setempat. kan skenarionya masih ‘raja yg wajib dilayani warga’, bukan sebaliknya.
      Coba warga di padang itu bayar uang damai yg diminta (biasa itu man!) pasti ga perlu bentrok. ya tapi itulah harga diri, ga bisa dibeli bro! kalo perlu nyawa jadi tarohan, daripada dihina diinjak2 harga dirinya spt itu terus! ga ada yg sudi lagi. apalagi ahok dan pemberani2 tionghoa yg vokal bersuara di berbagai forum sudah memberi inspirasi bahwa menjadi cina tidak perlu malu dan rendah diri dan bisa jadi pemimpin meski di DKi cuma jadi wakil gubernur. nasionalisme bukan soal menjadi ‘pribumi’, tapi seberapa besar kecintaan anda thd negeri ini, dimulai dgn sikap anti-korupsi dan anti-diskriminasi dan memebela negeri ini dari segala koruptor2 yg menggerogoti di segala sendi kehidupan di negeri ini, patuh pada hukum dan bukan jadi hakim jalanan yg merusak fasum dan fasos bahkan rumah warga. yg harus malu malah si pejabat korup ‘pribumi’ yg terus rajin korup dan berlagak jagoan/raja ala preman meski masih disorot media massa dan masyarakat alias tidak tahu malu terus berkorupsi dan berkolusi ria dan malah bisa menjabat lagi posisi penting di pemerintahan – AJAIB!
      mentang2 punya status ‘pribumi’ dia pikir masih ‘nasionalis’ – hebat! sudah merusak kapal sendiri dan mau karam ke dasar laut kemiskinan masih pikir dia seorang pahlawan nasionalis (menurut dia, selain ‘pribumi’ [etnis cina, kalo mo jujur, krn etnis ini yg rajin ditarget aparat2 korup sejak dulu dgn cara2 tidak manuasiawi] = a-nasionalis, simple as that), luar biasa!
      kita tepok tangan deh buat aparat/pejabat ‘pribumi’ korup yg masih merasa nasionalis mentang2 merasa ‘pribumi’! Kalo disoraki “Wooo!” nanti/ntar ga bisa diurus KTPnya, serba salah kan (jadi ‘Cina’)?

  3. Pak, saya hanya punya do’a…”Ya Allah, lindungi bapak2 ini berdua dari genggaman manusia2 berbentuk iblis yang akan menghancurkan masa depan Indonesia…dan berikan kepada kami kekuatan untuk terus mmperjuangkan hak2 kami, untuk memilih dengan baik orang2 yang memiliki visi dan misi yang sama dengan bapak2 berdua di daerah kami masing2… Amiinn”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here