Tahun 2013, DKI Luncurkan 332 Ribu KJP

18
630

Ahok.Org – Tahun 2013 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan meluncurkan 332.000 buah Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk siswa sekolah negeri dan swasta.

Besaran nominal KJP akan disesuaikan dengan jenjang sekolah. SMA/SMK senilai Rp 240.000/bulan, SMP Rp 180.000/bulan, dan SD Rp 120.000/bulan.

“Ada 332 ribu yang akan kita berikan. Jadi nanti kalau sudah selesai masih ada warga yang ingin, baru mulai pendaftaran. Karena ini baseline sudah kita pegang,” ujar Jokowi, Sabtu (1/12/2012).

Untuk tahap pertama, Pemprov DKI meluncurkan KJP sebanyak 9 ribuan. Launching perdana sebanyak 3.046 buah dan akan ditambah 6 ribuan lagi akhir Desember tahun ini. Semuanya akan dibagikan di 113 SMA/SMK.

Sesuai instruksi Jokowi, KJP digunakan bukan untuk biaya sekolah. Jika disalahgunakan, KJP si pemilik akan dicabut.

“Biaya beli seragam, biaya beli sepatu, beli buku sama untuk biaya tambahan gizi dan biaya transportasi,” terangnya.

Syarat penerima KJP adalah dengan mendaftarkan diri dan menyertakan lampiran SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) ke pihak sekolah. Seterusnya, sekolah akan menyeleksi apakah pelamar berhak atas KJP atau tidak.

Pemprov DKI bekerja sama dengan Bank DKI untuk pengadaan KJP. Setiap tanggal satu, saldo KJP akan otomatis bertambah.[Tribunnews]

18 COMMENTS

  1. Untuk Pak Jokowi dan Pak Ahok, saran saya KJP jangan berupa ATM alias uang tunai, lebih baik kalau KJP itu berupa kartu pintar seperti KJS. DKI tinggal kerjasama dengan toko2 buku yg bapak tunjuk. Kasihan para siswa yg menerima KJP sudah terintimidasi dengan tuduhan penyelewengan, karena dana yg mereka terima uang tunai. Seperti halnya KJS tidak pernah ada tuduhan penyelewengan yg diawasi hanya tepat guna saja, sedangkan kalau KJP yg diawasi tepat guna serta tepat manfaat (apakah bener uang tunai dipakai utk pendidikan bukan untuk yg lainnya). Pengawasan KJP sebagai ATM juga agak sulit pak, kalau KJP dengan kartu pintar mudah diawasi karena kartu tersebut akan merekam apa yg siswa beli serta tidak bisa digunakan selain yg ditentukan. Walaupun ada sangsi yg diterapkan pada KJP sebagai ATM tetap saja kartu ini akan dianggap gagal apabila penyelewengannya sangat tinggi. Kalau KJP sebagai kartu pintar maka akan sulit diselewengkan. Semoga saran saya dapat diterima. Terima Kasih Pak Jokowi dan Pak Ahok

  2. Memang hal yang paling penting adalah kontrol penggunaan uangnya , tetapi kita harus berpikiran positif bahwa anak anak dapat bertanggung jawab menggunakan uangnya sesuai peruntukan disini peran guru & orang tua sangat penting untuk selalu mengingatkan si Anak , tapi jika ada yang menyalahgunakan harus diberikan sanksi yang tegas yaitu di cabut / di stop bantuannya dan diumumkan di depan anak anak sebagai efek jera , terhadap anak yang lain, saya kira kalau reward & punsihment (stick & carrot) di jalankan dengan ketat akan menimbulkan sikap disiplin dan patuh terhadap aturan.

    Kalau kita selalu berpikiran negatif takut dananya diselewengkan oleh anak – anak atau orang tuanya , dan tidak ada break through kapan majunya bangsa ini .

    Lebih baik diberikan langsung kepada anak anak melalu rekening bank , meskipun ada kemungkinan bocor di pihak anak anak , masih lebih baik dari pada kebocoran di pihak birokrasi.

    Ini Uang rakyat yang bayar pajak di kembalikan kepada rakyat yang tidak mampu fair lah dari pada uang pajak dari rakyat untuk pejabat yg korup.

    Bravo Jokowi- Ahok sukses selalu GBU

  3. Pendapat saya agak berbeda dengan @ERIC, Jika KJS pemda hanya bayar premi Asuransi, sedangkan KJP sifatnya bantuan Biaya personal untuk siswa, ini adalah latihan agar siswa mampu mandiri mengelola uangnya, jika diberikan dalam bentuk Natura, kasihan siswanya, nilai uangnya jadi kurang berarti, Toko buku atau Pakaian Seragam, harganya pasti dinaikkan (mereka jadi kurang kompetitif), memang pemberian ATM,tidak berarti tanpa kelemahan, Bagi anak yang hampir tidak pernah pegang uang banyak, bahkan untuk transpot saja sering jalan kaki atau numpang pada angkutan umum, secara psychologis juga perilaku nya bisa jadi negatif…belum lagi faktor external, Guru-guru yang gak bermoral, merasa berhasil memperjuangkan anak-anak dapat KJP, minta setoran dari anak-anak misalnya Rp.5.000,-/anak/berbulan, orang tua yang kurang menyadari pendidikan anak itu penting bisa mempengaruhi anaknya membeli barang yang jadi impiannya dan tidak pernah terjangkau oleh penghasilannya, yang ketika, palak dari teman-teman yang berperan jadi informal leader dalam kelompoknya serta digunakan untuk beli Narkoba…….untuk itu mari kita semua awasi niat baik Gubernur kita ini.

  4. Pendapat saya agak berbeda dengan @ERIC, Jika KJS pemda hanya bayar premi Asuransi, sedangkan KJP sifatnya bantuan biaya personal untuk siswa, ini adalah latihan agar siswa mampu mandiri mengelola uangnya, jika diberikan dalam bentuk Natura, kasihan siswanya, nilai uangnya jadi kurang berarti, Toko buku atau TokoPakaian Seragam yang ditunjuk menyalurkan Buku-buku atau Pakaian Seragam, pasti akan menaikkan harga (mereka jadi tidak kompetitif).
    Memang pemberian uang lewat ATM,tidak berarti tanpa kelemahan, Bagi anak yang hampir tidak pernah pegang uang banyak, bahkan untuk transpot saja sering jalan kaki atau numpang pada angkutan umum, secara psychologis bisa jadi sering tergoda dengan hal-hal yang selama ini tidak pernah bisa didapatkan.

    Godaan dari faktor external bisa bersumber dari :
    1. Guru-guru yang gak bermoral, merasa berhasil memperjuangkan anak-anak mendapatkan KJP, bisa jadi minta setoran dari anak-anak misalnya Rp.5.000,-/anak/berbulan,

    2. Orang tua yang kurang menyadari pendidikan anak itu penting bisa mempengaruhi anaknya membeli barang yang jadi impian orang tuanya untuk membeli sesuatu yang selama ini tidak terbeli dari penghasilan si orang tua,

    3. Palak dari teman yang dalam pergaulannya berperan jadi informal leader dalam kelompoknya dan terahir digunakan untuk beli Narkoba…….

    Untuk itu mari kita semua turut mengawasi niat baik Gubernur kita ini.

  5. @Kris Subekti, Kalau saya boleh bertanya bagaimana cara anda untuk ikut serta mengawasinya, apa yg akan anda lakukan secara pribadi dalam mengawasinya? karena menurut saya KJP dlm bentuk ATM ini yg paling sulit pengawasannya, karena secara jujur saya secara pribadi tidak bisa ikut mengawasi, saya tidak akan pernah tau mereka berbelanja menggunakan uang pribadi yg mereka kumpulkan dari menabung atau dari uang KJP. Mengenai toko2 yg menurut anda akan menaikkan harga jika ditunjuk DKI sebagai rujukan, kalau menurut saya tidak akan ada kenaikan, karena mereka toko2 umum yg dibeli oleh masyarakat umum, kalau toko2 itu mengandalkan org yg megang KJP saja sehingga menaikkan harga mereka yg akan rugi sendiri karena kalah bersaing dengan toko lain yg lebih murah. KJP sebagai kartu pintar digunakan sebagai alat pembayaran dimana mereka tentunya DKI tidak hanya menunjuk satu toko saja. Kita bisa bandingkan berapa banyak yg terima KJP dan murid di Jakarta keseluruhan, paling hanya beberapa persen saja yg dapet KJP, oleh sebab itu tidak mungkin toko2 yg ditunjuk menaikkan harga hanya untuk mengejar keuntungan dari pemegang KJP.

  6. @Tjahja, dengan mengawasi suatu program itu bukan berarti kita tidak percaya dengan mereka, pengawasan itu diperlukan agar program berjalan sesuai apa tujuan dari program tersebut. Dengan membuat system yg baik yg tidak diperlukannya pengawasan karena system yg mencegah hal itu bukan berarti kita berpikiran negatif atau tidak optimis terhadap pengguna, dan dengan system yg baik juga bukan berarti bangsa kita menjadi tidak maju. Selama ini saja kita selalu mengawasi dewan2 kita terutama yg di DPR, apakah dengan mengawasi mereka sehingga bisa membuat anggota DPR bilang bahwa kita negara yg gak maju2 karena dewan DPR nya saja selalu diawasi? Kalau menurut saya pengawasan itu bukan bentuk intimidasi atau ketidak percayaan, tapi pengawasan itu bentuk pengawalan agar program yg dicanangkan berjalan dengan baik.

  7. Pak Ahok,
    Appreciate atas peluncuran KJS & KJP.
    Namun saya tidak yakin program ini akan tepat sasaran, mengingat anak2 kita sangat mungkin menggunakan uang tsb tidak tepat sasaran.

    Kenapa DKI tidak membangun sistem kartu yg terintegrasi dengan mesin EDC? Jadi kartu tinggal digesek ke mesin tersebut untuk membeli buku//seragam sekolah (mekanisme kerjanya seperti kartu asuransi swasta).

    Bapak tinggal bentuk koperasi khusus peralatan sekolah (buku, seragam dll) yg tersebar di 5 wilayah DKI Jakarta.
    Kalau sistem nya dengan mesin EDC seperti ini, saya yakin program akan tepat sasaran meskipun masih ada kemungkinan penyelewengan , seperti buku/seragam yg telah dibeli mereka jual kembali dll.

    Tapi tentu persentase nya akan jauh berkurang, dan controlling nya akan lebih mudah.

    Terima kasih.

    Salam,
    Sharif

  8. Satu lagi, kenapa masih gunakan SKTM?
    DKI mesti mengembangkan database sistem kependudukan secara akurat, sehingga nanti terlihat semua, mana penduduk menengah bawah, mana penduduk kelas menengah, dan mana penduduk menengah ke atas.
    kalau SKTM, proses pengurusan di RT/RW nya sangat mungkin sarat pungli.
    Saya pemilih jokowi ahok, namun tetap saya jg tidak segan mengkritisi kinerja Bapak berdua :))

  9. @Eric, kita tidak perlu mengawasai sampai urusan ATM nya, terhadap anak-anak yang diperlukan diberi kepercayaan untuk melatih diri mampu mengelola uang secara benar, Justru yang perlu diawasai adalah faktor external yang sudah membudaya dalam kehidupan sosial kita…..Maaf sdr Eric, saya punya pengalaman pribadi dalam soal ini usia saya sekarang 58 tahun, kedua anak saya sudah selesai menamatkan pendidikan sampai lulus perguruan tinggi (ITB), saya sudah terbiasa melatih anak saya sejak SD mengelola uangnya sendiri, menanamkan kepercayaan sejak dini itu penting

  10. @Kris Subekti, Pertama2 saya ucapkan selamat atas keberhasilan bapak dalam membina anak2 bapak untuk mengolah uangnya sendiri dengan hasil yg membaggakan (Lusus dari ITB), tapi maaf pak, bapak tidak bisa mengeneralisasi pengalaman bapak dengan pengalaman keluarga yang lainnya. Pengalaman bapak itu merupakan salah satu contoh pengalaman yg positif, tapi banyak juga yg melakukan hal yg sama dengan bapak tapi hasilnya berbeda pak. Keberhasilan yg bapak alami dipengaruhi beberapa hal, antara lain sifat dari anak itu sendiri dan lingkungan sekitarnya.Oleh sebab itu Pogram yg baik itu program yg bisa mengcounter semua kemungkinan dan permasalahan yg bisa ditimbulkan. Kalau kita kembali ketujuan utama Program KJP adalah untuk membantu para siswa dalam memenuhi kebutuhannya dalam pendidikan meliputi pembelian buku, baju seragam (bukan baju sehari2 atau baju pesta), sepatu sekolah, Tas sekolah, Alat tulis, Transport dan gizi anak itu sendiri (bukan gizi saudaranya atau temannya), diluar dari tujuan itu maka dianggap sebagai penyelewengan. Jangan kan untuk membeli hal lain diluar yg sudah ditetapkan, untuk digunakan bayar uang sekolah saja tidak boleh (itu yg dikatakan Pak Jokowi) karena sudah ada Program lainnya yaitu BOP. Program itu dianggap sukses apabila dalam pelaksanaannya dana itu digunakan sesuai tujuan dari program tersebut, tapi apabila banyak penyimpangan maka program itu dianggap gagal. Sebuah program yg baik selain adanya proses pengawasan ada juga proses pencegahan agar meminimalisasi bahkan menghilangkan terjadinya penyelewengan terhadap program tersebut. Kalau kita melihat ada sebuah program yg tingkat pencegahan penyelewengannya lebih bagus kenapa tidak? bukan kita tidak percaya dan optimis terhadap KJP yg sekarang berjalan, tapi kita ingin systemnya dapat berjalan sesuai tujuan dari program tersebut. Para siswa pengguna KJP juga akan merasa lebih nyaman menggunakan KJP tanpa lagi adanya tuduhan2 atau kecurigaan2 yg sekarang ini ditujukan kepada para pengguna KJP yg masih menggunakan ATM. Seperti halnya KPK yg saat ini dituntut untuk tidak hanya menangkap koruptor tapi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, dalam arti membenahi system agar mendahulukan pencegahan. Soal pengawasan, kenapa saya minta bapak untuk memberikan contoh langsung pengawasan yg dapat bapak lakukan secara pribadi, karena bapak mengajak masyarakat umum untuk membantu mengawasi. Menurut saya, masyarakat umum tdk bisa terjun langsung mengawasi, hanya orsng2 tertentu saja yg berhubungan seperti orang tua siswa, guru, dinas pendidikan. Karena kl org umum mengawasi itu merupakan bentuk kecurigaan dan intimidasi terhadap pemegang KJP. Kasihan sekali mereka saat ini selalu dicurigai. Mereka ke warnet dicurigai pake uang KJP atau gak, pake HP dicurigai pulsanya pake KJP atau gak. Kalau KJP sekarang dibuat seperti KJS saya yakin tidak akan ada kecurigaan2 yang ditujukan kepada anak didik kita yg menerima KJP tersebut.

  11. @Eric, Mungkin format berfikir anda dan saya yang jauh berbeda, pendapat saya tetap bahwa beri anak kepercayaan, pada masa tumbuh-kembang, anak memang punya keinginan, sesuai dengan dunianya, biar saja, kalau dia merasa dirumah gizi meskipun kecukupan, buku sudah punya meskipun lungsuran, seragam sekolah dan sepatu punya, boleh kan dipakai ke Warnet, belum tentu negative, siapa tahu dia pakai belajar jarak jauh lewat internet, silakan anda coba buka webb Zenius.net, atau sesekali mereka ingin ikutan camping buat bekal dijalan, atau dia ingin menghadiri pesta ultah temannya perlu baju baru, nggak ada salahnya, biarkan anak yang orang tuanya gak mampu bisa menikmati masa anak-anaknya juga, jangan sampai anak-anak ini jadi penonton teman-teman yang punya, timbul perasaan iri dan ahirnya jadi penyebab perkelahian..saya kira ini sebabnya Gubernur memberi uang tunai…toh tanpa dikasih Rp.240.000/bln anak-anak sudah sekolah.

  12. @Eric, Mungkin format berfikir anda dan saya yang jauh berbeda, pendapat saya tetap bahwa beri anak kepercayaan, pada masa tumbuh-kembang, anak memang punya keinginan, sesuai dengan dunianya, biar saja, kalau dia merasa dirumah gizi cukup meskipun makan sederhana, buku sudah punya meskipun lungsuran, seragam sekolah dan sepatu punya, boleh kan uangnya dipakai ke Warnet, belum tentu negative, siapa tahu dia pakai belajar jarak jauh lewat internet, silakan anda coba buka webb Zenius.net, atau sesekali mereka ingin ikutan camping buat bekal dijalan, atau dia ingin menghadiri pesta ultah temannya perlu baju baru, nggak ada salahnya, biarkan anak yang orang tuanya gak mampu bisa menikmati masa anak-anaknya juga, jangan sampai anak-anak ini jadi penonton teman-teman yang berada, akibatnya timbul perasaan iri dan ahirnya jadi penyebab perkelahian..saya kira ini lah alasan Gubernur memberi uang tunai…toh tanpa dikasih Rp.240.000/bln anak-anak sudah sekolah… (betul untuk pendidikan sudah diberikan langsung berupa Bantuan Operasional Sekolah(BOP) kepada sekolah besarnya Rp.400.000,-/anak/bulan), jadi Rp.240.000,-/bln ini sebenarnya bantuan uang saku anak, cuma agar tidak terlalu disalah gunakan bahasa nya dipakai kata, beli buku, gizi, sepatu, seragam & transpot

  13. @Kris Subekti, maaf pak Kris, mungkin bapak belum mengerti mengenai maksud dan tujuan dari KJP, yg bapak sebutkan diatas itulah yg tidak boleh dari KJP… karena kartu itu tidak ditujukan untuk hal2 diluar yang telah ditentukan…
    Saya setuju dengan cara berpikir bapak, tapi sayangnya tujuan dari kartu KJP itu bukan yg seperti bapak maksud.Untuk cara berpikir bapak itu seharusnya ada kartu baru, misalnya KJK (Kartu Jakarta Kesejahteraan), misalnya kartu itu digunakan memang untuk kesejahteraan dan digunakan sebaik2nya oleh pengguna KJK. Saya rasa bapak salah memahami maksud dan tujuan dari KJP itu sendiri. Semua yg bapak uraikan untuk main Internet (walaupun untuk kebaikan), beli baju selain baju sekolah (walaupun untuk tidak diejek org lain), itu semua penyelewengan dari tujuan KJP pak. Untuk bayar sekolah saja tidak boleh pak, untuk jajanin adik sendiri saja tidak boleh pak (sudah pernah dibahas di stasiun TV), untuk makan keluarga saja tidak boleh pak. Itulah mengapa saya bilang KJP tidak cocok uang cash, karena KJP banyak aturan yg tidak memperbolehkan uang itu digunakan diluar yg telah ditentukan, dan bapak sendiri sudah menjabarkan bentuk penyelewengan yg bisa dilakukan. Kalau KJK berupa uang cash ya itu ok, karena tujuannya untuk kesejahteraan, itu juga kalau Pak Jokowi berminat untuk bikin KJK.

  14. @Kris Subekti, maaf pak Kris, saya kira bapak salah memahami tentang maksud dan tujuan dari KJP ini. Tadinya saya juga berpikir seperti cara bapak berpikir, tapi setelah saya mengetahui bahwa KJP ini banyak batasannya (sudah di bahas di beberapa stasiun TV apa yg boleh dan tidak digunakan dengan KJP) makanya saya tidak setuju kalau format KJP dlm bentuk uang cash. Itulah yg saya bilang sebelumnya bahwa sebuah program punya maksud dan tujuan, sehingga kalau digunakan diluar itu maka dinamakan penyelewengan.

  15. Trus apa bedanya dengan BLT? sama2 memberi ikan bukan kailnya??
    Oh yah, kenapa pihak sekolah last minute baru memberi informasi tentang KJP? alhasil, kelurahan seperti pasar malem berdesak2an.. kenapa ga diantisipasi jauh2 hari..
    ini yg salah koordinasi pihak sekolah,RT/RW atau emang blom siap sistemnya?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here