20 Tahun Menanti KTP

4
265

Ahok.Org Saat – namanya dipanggil, wajah Suwarti (48) berbinar. Bergegas ia mendekat ke petugas. Seperti ratusan warga lain, dia hadir mengambil KTP yang baru saja rampung cetak, Rabu (13/3). Inilah akhir penantiannya sejak 20 tahun lalu. 

Sejak tinggal di Kampung Beting Remaja, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, tahun 1993, Suwarti dan keluarganya berharap punya kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK). ”Bertahun-tahun minta ke pemerintah, tak pernah diberi, baru kali ini terwujud,” ujarnya.

Tanpa dokumen itu, lanjut Suwarti, keluarganya sulit mengakses layanan publik. ”Segala sesuatu jadi susah. Mau mendaftarkan anak sekolah, mendapat pengobatan gratis, melamar pekerjaan, sampai bikin rekening di bank perlu KTP. Padahal, kami tak punya KTP,” ujarnya.

Suwarti dan suaminya, Sianipar (49), bersiasat dengan ”menumpang” alamat untuk mengakses layanan kesehatan gratis bagi warga miskin. Setahun lalu, keduanya membuat KTP dengan alamat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) kampung tetangga, yakni RT 007 RW 010 Tugu Utara.

Tetangganya ada yang membuat KTP di wilayah lain. Sebagian membawa ”surat sakti” dari tokoh masyarakat dan aktivis sosial setempat untuk beragam keperluan. Surat ini berisi jaminan dan rekomendasi tertulis tentang tempat tinggal dan kondisi ekonomi.

Sebelum era Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, Suwarti mengaku susah payah mengurus syarat untuk memperoleh layanan kesehatan gratis dari pemerintah daerah.

Saat anak bungsunya, Rasya Sianipar (5), lahir tahun 2007, misalnya, Suwarti mengaku harus bolak-balik meminta rekomendasi dan jaminan dari tokoh masyarakat dan aktivis sosial demi mendapatkan keringanan biaya persalinan dan perawatan rumah sakit.

Warga juga kesulitan saat hendak mendaftarkan anak ke sekolah karena ketiadaan akta kelahiran. Kendala juga dihadapi saat warga akan mencatatkan pernikahannya.

Bayi-bayi dari kampung ”abu-abu” di sekitar tempat tinggal Suwarti juga terdampak. Warga berinisiatif mencari sumbangan donatur untuk menyelenggarakan posyandu dan memberi makanan tambahan karena tak dapat jatah dari pemerintah.

Hak warga

Sejumlah warga menyatakan, tuntutan pembentukan RT, RW, serta penerbitan KTP dan KK bagi warga di wilayah abu-abu (lahan sengketa) merupakan hal yang tabu sebelum era Jokowi-Basuki. Selain KTP dan KK tak pernah terbit, mereka juga berulang kali terancam pembongkaran.

Kunjungan Jokowi ke beberapa daerah abu-abu di Jakarta Utara awal November 2012, bagi Oci Karsidi (54), warga Kampung Beting Remaja, membawa harapan baru. Selain memfasilitasi pembentukan RT dan RW, Jokowi juga menyatakan siap menerbitkan dokumen kependudukan bagi warga yang tinggal di daerah itu.

Beberapa daerah abu-abu menjadi bidikan program, antara lain Kampung Beting Remaja, Kelurahan Tugu Utara; Kampung Tanah Merah, Kelurahan Rawabadak Selatan; dan Kampung Sawah, Kelurahan Semper Timur. KTP dan KK diharapkan bisa diterbitkan bagi ribuan penghuninya.

Atas program itu, Jokowi disambut meriah bak pahlawan saat berkunjung ke daerah-daerah itu. Warga berdesakan, berebut bersalaman, dan meneriakkan yel-yel ”hidup Jokowi!”

Sambil tergopoh-gopoh, lelaki tua warga Kampung Tanah Merah berusaha menembus kerumunan wartawan agar bisa berbicara langsung dengan Jokowi. Dia menyampaikan terima kasih saat Jokowi hendak meninggalkan lokasi.

”Kami selama ini tidak menuntut hak atas lahan, tetapi hak sebagai warga negara. Terima kasih Pak, harapan kami terkabul kali ini,” katanya.

Ketua RW 019 Kelurahan Tugu Utara Ricardo Hutahaean menilai, langkah Jokowi terkait administrasi kependudukan sebagai gebrakan. ”Sejak dulu minta diakui kewarganegaraan melalui KTP, baru kali ini terkabul. Padahal, sudah beberapa kali ganti gubernur dan tuntutan kami hanya ingin mendapatkan hak sipil,” ujarnya.

Pada tahap awal, jumlah KTP yang akan diterbitkan mencapai 1.668 lembar dan 715 lembar KK sesuai jumlah wajib KTP di Kampung Beting Remaja. Penerbitan akan dilanjutkan di daerah lain.

Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Utara Edison Sianturi menambahkan, pihaknya mendata ulang warga untuk mengantisipasi data ganda. Mereka yang telah didata diminta menyerahkan KTP sebelumnya. ”Setelah pendataan selesai, kami memverifikasi basis data kependudukan untuk memastikan nomor induk kependudukan warga,” ujarnya.

Staf Khusus Wakil Gubernur DKI Jakarta Kamillus Elu, seusai penyerahan KTP di Kampung Beting Remaja, mengatakan, KTP adalah bukti administrasi kependudukan. Karena itu, penerbitan KTP tak terkait status lahan tinggal warga.

”Ada banyak keluhan datang dari warga di daerah abu-abu setelah pelantikan Jokowi-Basuki. Mereka merasa digantung, tak terakomodasi sebagai warga negara Indonesia, tak mendapatkan fasilitas dari pemerintah,” kata Kamillus.

Selain tak punya domisili tetap, mereka umumnya adalah pendatang dari luar Jakarta. Masa berlaku KTP dari daerah asal telah habis, tetapi mereka tak sempat memperpanjangnya. Mereka juga tak mengantongi surat keterangan pindah.

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi berharap warganya tidak menggunakan KTP dan KK untuk mengajukan gugatan hukum terkait lahan. Dia juga meminta warga menghormati pemilik lahan yang berkekuatan hukum.[Kompas]

4 COMMENTS

  1. jangan karena mendapat KTP baru, lalu langsung minta sertikat tanah yg ditempati secara ilegal…dengan dalih sudah bertahun-tahun, bukan berarti orang miskin ga punya malu…?

  2. 20 tahun menanti KTP…..? Seperti jutaan warga yang lain saya juga berasal dari daerah. Saya tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh KTP DKI. Kalau syarat2 adm utk memperoleh KTP DKI dipenuhi maka tidak ada alasan bagi Pemda untuk menolaknya. Kalau tidak ada Surat Pindah dari daerah asal, tidak ada rekomendasi dari RT/RW setempat, tidak ada pekerjaan yang pasti untuk menunjang kehidupannya di Jakarta, maka sampai kapanpun tidak akan memperoleh KTP DKI. Itu semua adalah persyaratan standar yg wajib dipenuhi oleh pemohon. Kenyataan yang ada dilapangan : Tidak ada surat pindah, tidak ada rekomendasi dari RT/RW, tidak ada pekerjaan yang pasti utk kehidupannya, tidak ada sanak saudara yang menanggung, tetapi ngotot memperoleh KTP DKI. Jangan sekedar menyalahkan Pemda.

    • Saya rasa… 20 tahun sdh menetap di jakarta tanpa KTP dg sgala suka dukanya, layak utk diberikan KTP DKI asalkan ya itu… KTP daerahnya musti diserahkan ke pemda DKI sbg warga pindahan.

      Ya… mudah2an, kemudahan ini tdk mjd bumerang prmasalahan baru bagi DKI Jakarta. spt KJS, dimana warga maksa minta di rawat inapkan spy dpt gratis makan n tidur nyaman utk bbrapa wktu lamanya. smacam rekreasi buat org kecil tapi dg biaya yg dikeluarkan oleh rakyat pembayar pajak. Sgt tdk etis n tdk adil :)tapi bila cara ini bikin mrka bisa diatur, yach… harga yg musti dibayar warga DKI krna telah memilih pemimpin2 bobrok di era sblumnya 🙂

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here