Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membenarkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerima pemasukan pajak dari tiang monorel yang mangkrak tersebut.
Basuki menjelaskan, dia telah mengadakan pertemuan dengan Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Iwan Setiawan. Dari hasil penjelasan Iwan, Basuki mengetahui pemerintah memang bisa menagih pajak meski pajak tersebut belum memiliki izin.
“Kenapa tidak ada izin tetap dikasih? Karena itu tugas Dinas Pelayanan Pajak. Daripada pajak tidak tertagih, kita rugi. Kalau dia nantinya tidak dapat izin, kembalikan uangnya. Peraturannya memang begitu,” kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (4/3/2014).
Meski begitu, Basuki mengakui bahwa peraturan tersebut terlihat aneh. Terlebih lagi, kepemilikan tiang-tiang monorel tersebut belum jelas akibat konflik antara PT Jakarta Monorail (JM) dan PT Adhi Karya.
“Kalau di Jakarta kamu tidak usah minta izin, caplok aja dulu. Minta izin lama. Jadi, memang lucu. Kita lagi dikibulin atau tidak, saya enggak tahu. Makanya, harus diteliti lagi,” ujar pria yang akrab disapa Ahok ini.
Ahok menambahkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa saja membongkar iklan-iklan yang berada di sepanjang Kuningan dan Senayan itu. “Bisa kita bongkar, tapi kita harus kembalikan pajaknya,” ujar Basuki.
Siapa kelola reklame?
Persoalan iklan di pilar monorel yang mangkrak berawal dari salah seorang anggota DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi, yang mempertanyakan ke mana larinya uang pajak reklame di pilar itu.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak membenarkan bahwa pajak iklan di sana masuk ke dinasnya dengan nilai Rp 50 juta per tiang per bulan. Setidaknya, dari 90 pilar, 30 persen dipasangi iklan. Kemudian, isu itu berkembang menjadi siapa yang mengelola iklan di pilar tersebut.
PT Adhi Karya sebagai pemilik sah pilar-pilar itu membantah mengelola iklan di sana. Mereka tak mau tahu soal iklan yang terpampang di aset senilai Rp 193 miliar itu. PT JM juga sempat membantah mengelola iklan itu.
Penelusuran, iklan-iklan di pilar monorel itu dikelola oleh perusahaan iklan Pariwara Billboard yang beralamat di Tebet, Jakarta Selatan.
Setelah pengelola iklan diketahui, muncul pertanyaan baru, siapa yang memberikan izin pengelolaan iklan di pilar monorel?
Setidaknya, ada empat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang bisa menerbitkan izin iklan di lahan milik Pemprov DKI, yakni Sekretaris Pemerintah Provinsi DKI, Asisten Gubernur Bidang Pembangunan, Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B), dan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
Saat dikonfirmasi, keempat instansi tersebut membantah telah memberi izin Pariwara Billboard untuk mengelola iklan di sejumlah pilar monorel. Pelaksana Tugas Sekretaris Pemprov DKI Jakarta Wiryatmoko mengakui bahwa meski ilegal Dinas Pelayanan Pajak DKI tetap menarik pajak reklame dari iklan-iklan itu.
PT JM mengaku
Seusai Pariwara Billboard mengaku bekerja sama dengan PT JM, Direktur PT JM Sukmawati Syukur akhirnya membenarkan adanya pemasukan iklan dari tiang pancang monorel yang mangkrak. Menurut Sukmawati, tak ada permasalahan yang muncul dengan pemasangan iklan di tiang pancang monorel sepanjang Senayan maupun di Kuningan itu.
“Benar, pihak Pariwara Billboard memang diberi izin untuk memasang iklan di sana (tiang). Sebab, pada tahun 2011, tiang pancang itu seutuhnya milik PT JM,” kata Sukma, Senin siang.
Sukma mengungkapkan, saat itu, belum ada permasalahan mangkraknya pembayaran utang tiang pancang monorel dengan PT Adhi Karya. Bahkan, PT Adhi Karya pada tahun 2011 masih bergabung dalam konsorsium bersama PT JM membangun monorel.
Sukma menjelaskan, kerja sama dengan Pariwara Billboard telah berlangsung sejak 2011 saat perhelatan akbar SEA Games digelar. Kerja sama itu disepakati setelah Pariwara Billboard memperoleh izin dari anggota konsorsium lain, seperti PT Adhi Karya dan Pemprov DKI Jakarta. [Kompas.com]
PT JM memang mencla-mencle.
Setahu saya, bila perbuatan ilegal tsb dikenakan pajak dan diterima setoran pajaknya, maka pemerintah MENGAKUI bisnis usaha tsb sebagai sesuatu yang LEGAL. Daripada dipajak, kenakan denda yang tinggi saja dari pemda atau ancaman pidana karna bisnis ilegal. lalu suruh urus surat2nya supaya kemudian bisa dipungut pajak.
–
Kalau bisnis itu saja dipajakin, maka para pelacur, pesundal di negeri ini juga harus ditarik pajak supaya pemerintah kita dapat makan dari uang2 haram 🙂 Jangan tanggung kalau bikin dosa. sekalian saja terang2an dan gede2an. Rampok kiri kanan juga hasil rampoknya dikenakan pajak juga hehehee…. hasil todong preman2 dan para debt collector juga jangan lupa dipajakin ye… 😀 biar pemerintah Indonesia kaya dan kenyaaaannggg… uang haram !