Ahok.Org – Tingginya nilai sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) DKI Jakarta diakui antara lain karena banyak “anggaran siluman” di dalam APBD DKI. Selain itu, satuan kerja perangkat daerah dinilai masih enggan memakai sistem penganggaran elektronik (e-budgeting).
“Silpa DKI itu banyak banget sebetulnya dan banyak kepala dinas beralasan (anggaran siluman) itu. Yah, enggak apa-apa, yang penting jadi hemat,” ujar Plt Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, di Bandara Halim Perdanakusuma, Sabtu (8/11/2014).
Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta menemukan banyaknya kegiatan fiktif dengan anggaran “siluman” di Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Kesehatan pada APBD 2014.
Total anggaran siluman yang ditemukan di Dinas PU DKI mencapai Rp 3,518 triliun pada APBD 2014 dengan 252 kegiatan fiktif. Kemudian ada sekitar 34 kegiatan fiktif di Dinas Kesehatan dengan jumlah anggaran siluman sebesar Rp 33,442 miliar.
Basuki mengakui, anggaran “siluman” tidak hanya ditemukan di kedua SKPD itu. Dia menyebutkan ada juga temuan serupa di SKPD lain seperti di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI.
“Masak di Dinas Kesehatan tiba-tiba ada program beli alat pemadam kebakaran, hubungannya apa Dinas Kesehatan beli alat pemadam? Ya sudah kepala dinasnya mencoret dan tidak mengeluarkan uang itu,” kata Basuki.
Sabotase
Selain masalah “anggaran siluman” itu, Basuki menengarai tingginya nilai Silpa APBD DKI 2014 juga karena SKPD bersikeras tidak mau menggunakan sistem e-budgeting. Penggunaan sistem ini akan membuat anggaran tak lagi bisa diubah-ubah di tengah jalan dan terkunci.
Dalam kasus di Dinas Kebersihan, kata Basuki, APBD menganggarkan pembelian truk sampah melalui e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Namun, begitu DPRD DKI mengesahkan anggaran perubahan, tiba-tiba saja program itu hilang.
“Kalau seperti itu kan kacau, duitnya tiba-tiba hilang padahal sudah mau dibayar truk sampahnya. Nah, kejadian seperti ini kan sabotase karena mereka (SKPD) menolak sistem e-budgeting,” kata Basuki.
Mulai 2015, Basuki menargetkan e-budgeting berlaku optimal agar tak ada lagi “anggaran siluman” di APBD DKI. Dia pun telah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi, BPKP, dan Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan pengawasan ketat atas penyusunan anggaran DKI. Basuki juga memastikan tak akan segan memecat pejabat yang menolak penerapan e-budgeting di SKPD-nya. [Kompas.com]