Ahok.Org – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama berencana membangun 54 ruang publik terbuka ramah anak (RPTRA). Namun dari rencana 54 lokasi, baru 45 lokasi yang lahannya sudah tersedia.
“Seharusnya sih, tahun ini (60 RPTRA) tercapai. Tapi mungkin peresmian bisa di Januari 2016. Kami targetkan yang sudah clear lahannya sekarang 45 lokasi dari 54, jadi masih ada 9 yang belum,” kata Basuki di Balai Kota, Jakarta, Jumat (19/6).
Pembangunan RPTRA kebanyakan merupakan bantuan dari corporate social responcibility (CSR). Dinas Pertamanan membutuhkan dana sebesar Rp 10 miliar untuk mewujudkannya.
“Kalau RPTRA, rata-rata hanya Rp 400 – Rp 900 juta sudah dengan bangunan. Tidak usah pakai APBD-lah. Ngaco juga anggarannya mahal-mahal,” ujarnya.
Basuki memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan yang berminat membangun RPTRA. Nantinya, di setiap RPTRA, perusahaan tersebut boleh mencantumkan nama perusahaan mereka. [Suara Pembaruan/Beritasatu.com]
Pembangunan Ruang Publik Ramah Anak Terkendala Pemetaan Sosial
Tahun ini Pemprov DKI Jakarta menargetkan pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sebanyak 60 buah bisa dilaksanakan. Dari 6 buah yang sudah diresmikan, masih ada 54 lagi yang saat ini akan dibangun dan terkendala di pemetaan sosialnya.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyampaikan, masalah utama bukan dalam pembangunannya tetapi pemetaan sosial dalam penggunaan RPTRA itu sendiri. Basuki menyampaikan, pihaknya tidak mau di RPTRA terdapat cleaning service atau satpam.
“Ini kan tujuannya masyarakat memiliki taman, kita juga punya 40-70 Pekerja Harian Lepas (PHL) di kelurahan. Kita punya Satpol PP, ada ibu PKK, jadi kalau ada anak-anak buang sampah sembarangan, mesti diingatkan dan diajari,” kata Basuki di Balai Kota, Jumat (19/6).
Hal itu sebagai fungsi bahwa RPTRA sebagai tempat edukasi. Selain itu juga RPTRA merupakan taman bersama yang juga harus dijaga bersama-sama sehingga jangan berpikir bahwa RPTRA merupakan taman milik pemerintah.
“Kalau tidak, tidak lucu dong bayar gaji orang bisa Rp 20 juta tiap bulan. Kalau Rp 20 juta per bulan, kita punya 300 cleaning service, habis Rp 60 miliar tiap tahun. Tidak lucu begitu, itu kan memang masyarakat harus sama-sama merasa memiliki,” katanya.
Selain itu, kata Basuki, masalah dalam rencana pembangunan 54 RPTRA ini adalah setiap lahan di Jakarta selalu saja ada mereka yang menunggu lahan itu. Milik DKI saja, bisa diduduki dengan cara membuat bengkel, cuci mobil, hingga menyewakan lapak-lapak.
Karenanya, ia pun menugaskan para wali kota di wilayah masing-masing untuk menyelesaikan hal itu. Meskipun pembangunan RPTRA nanti kebanyakan merupakan bantuan dari Corporate Social Responcibility (CSR), tetapi untuk persoalan lahannya jangan dibebankan kepada mereka untuk berhadapan dengan ormas-ormas atau siapapun yang mengklaim lahan tersebut. [Suara Pembaruan/Beritasatu.com]