Ahok: Audit BPK Harus Subtansial, Bukan Prosedural

3
157

Ahok – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan memanggil pihak Rumah Sakit Sumber Waras. Pertemuan dilakukan karena temuan kelebihan pembelian lahan rumah sakit sebesar Rp 191 miliar oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilainya sangat tendesius.

“Kita mau duduk bareng, beritahu bahwa menurut kami BPK tidak pantas audit seperti ini. Tendensius sekali,” kata Basuki di balaikota DKI Jakarta, Jumat (10/7).

Mantan Bupati Belitung Timur ini mengatakan seharusnya audit yang dilakukan oleh BPK tidak hanya prosedural. Tetapi juga harus melihat substansial. “Ini BPK auditnya jangan prosedural saja deh. Substansial dong. Ini yang saya kritik,” ujarnya.

Basuki bahkan berencana ingin mengundang beberapa orang mantan pejabat KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk berdiskusi mengenai masalah ini. Terlebih pembelian lahan milik RS Sumber Waras ini berdasarkan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

“Kita mau duduk, saya kira panggil saja mantan-mantan orang KPK dan Kejagung. Kita duduk bareng deh. Karena semua orang berpotensi merugikan,” ucapnya.

Basuki menilai saat ini sangat jarang pemilik lahan menjual dengan harga NJOP. Apalagi lahan yang dijual sudah siap pakai.

“Saya mau bangun rumah sakit dan beli tanah di tengah kota dan mau jual NJOP. Tanya BPK ada tidak yang mau jual NJOP? Cariin deh buat saya tanah 3 hektare di tengah kota. Matang ya, tak perlu uruk dan langsung dibangun,” tandasnya. [Beritajakarta]

3 COMMENTS

  1. Saya masih bingung dengan orang2 yg membenci ahok menyerang dgn alasan si ahok bacot doang!

    Saya beritahu ya!
    Selama pemimpin itu suka bicara di publik dan di implementasikan dgn tindakannya. Artinya ada transparan dan keterbukaan disini. Selagi itu dapat diterima dgn akal sehat. Itulah pemimpin yg benar.

    Sedangkan orang yg suka dgn hal yg gelap gelap biasanya itu Setan, genderuwo, kuntilanak, dedemit, begu.
    Mrk gak suka yg terang2, terbuka.
    Dan kalau gak suka org yg benar biasanya di jadikan salah sama mereka yah itu penilaian si suka Bacot tadi.

  2. Fakta 1
    Pemprov DKI membeli sebidang tanah di bagian belakang areal RS Sumber Waras-Grogol seluas 3,64 ha. Tanah ini tidak siap bangun karena di atasnya terdapat sejumlah bangunan milik RS Sumber Waras yang hingga kini masih difungsikan. Tanah sekaligus wilayah di sekitar tanah tersebut juga dikenal sebagai daerah langganan banjir.

    Fakta 2
    Tanah 3,64 ha itu berbatasan dengan rumah penduduk (utara), Jl. Tomang Utara IV (timur), Jl. Tomang Utara (barat), serta RS Sumber Waras (selatan). Jl. Tomang Utara adalah jalan kampung sempit yang selalu macet pada jam kerja. Saat ini, tanah tersebut tidak mempunyai akses jalan kecuali melalui tanah milik RS Sumber Waras.

    Fakta 3
    Pemprov DKI membeli tanah tersebut seharga Rp20,75 juta per meter atau Rp755,69 miliar cash. Harga Rp20,75 juta per meter adalah NJOP tanah bagian depan areal RS Sumber Waras yang berbatasan dengan Jl. Kyai Tapa. Sementara NJOP tanah bagian belakang areal RS yang berbatasan dengan Jl. Tomang Utara hanya Rp7,44 juta.

    Fakta 4
    Pemilik tanah 3,64 ha itu adalah Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang pengurusnya dipimpin oleh Kartini Muljadi, perempuan terkaya di Indonesia. Yayasan itu didirikan oleh orang-orang Tionghoa yang bergabung dalam Perhimpunan Sosial Candra Naya yang sebelumnya bernama Perkumpulan Sin Ming Hui ().

    Fakta 5
    Tanah 3,64 ha yang dibeli Pemprov DKI memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 2878 per 27 Mei 1998 dengan masa berlaku 20 tahun, alias habis 27 Mei 2018. Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, tanah dengan sertifikat HGB yang habis jangka waktunya otomatis menjadi tanah milik negara.

    Fakta 6
    Tanah 3,64 ha yang dibeli Pemprov DKI memiliki tunggakan utang pajak bumi dan bangunan (PBB) senilai total Rp6,62 miliar. Tunggakan pajak itu tidak menjadi pengurang harga beli sebagaimana lazimnya praktik transaksi tanah. Posisi terakhir, Yayasan Kesehatan Sumber Waras baru membayar 50% dari tunggakan tersebut.

    Fakta 7
    Transaksi pembelian tanah antara Yayasan Kesehatan Sumber Waras dan Pemprov DKI dilakukan saat yayasan masih terikat dengan Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (APPJB) tanah yang sama dengan PT Ciputra Karya Unggul. Yayasan, seperti diatur dalam APPJB itu, juga telah menerima uang muka Rp50 miliar dari PT Ciputra Karya Unggul.

    Fakta 8
    Harga tanah dalam APPJB tersebut disepakati Rp15,50 juta per meter, ditambah syarat Yayasan Kesehatan Sumber Waras mengurus perubahan peruntukan tanah tersebut dari umum menjadi komersial. Sementara itu, Pemprov DKI membeli tanah tersebut seharga Rp20,75 juta per meter, tanpa ada syarat perubahan peruntukan.

    Fakta 9
    Pengurus Yayasan Kesehatan Sumber Waras menawarkan tanah 3,64 ha itu kepada Pemprov DKI dengan alamat di Jl. Kyai Tapa, dengan harga NJOP pada 2014 sebesar Rp20,75 juta per meter (Rp755,69 miliar). Padahal, lokasi fisik tanahnya berada di Jl. Tomang Utara, dengan NJOP pada 2014 yang hanya Rp7,44 juta (Rp564,35 miliar).

    Fakta 10
    Pemprov DKI membeli 3,64 ha tanah itu Rp755,69 miliar tanpa menawar dan mengecek, sama dengan penawaran Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Penawaran disampaikan 7 Juli 2014, dan direspons langsung oleh Gubernur DKI Jakarta pada 8 Juli dengan mendisposisikannya ke Kepala Bappeda untuk dianggarkan dalam APBD-P DKI 2014.

    Fakta 11
    Pemprov DKI membeli tanah itu untuk dijadikan rumah sakit. Padahal, selain lokasinya tidak strategis, belum siap bangun, langganan banjir, dan tak mudah diakses karena berada pada jalan kampung, Pemprov DKI juga masih punya banyak tanah yang strategis. Apalagi, kebutuhan minimal tanah untuk rumah sakit hanya 0,25 ha (2.500 m2).

    Fakta 12
    Sekalipun Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama telah mengklaim akan membatalkan transaksi pembelian tanah itu, pada praktiknya pembatalan tersebut nyata bukan sepenuhnya berada dalam kekuasaan Pemprov DKI. Selama Yayasan Kesehatan Sumber Waras tidak mau membatalkannya, maka transaksi itu pun tidak bisa dibatalkan.

  3. Ijin Pakgub,saya bertanya-tanya mengapa sebegitu meluapnya senior team leader BPK sperti Widi Prasojo itu. Adakah beliau bisa memberikan jawab untuk cases bahwa ada WTP tetapi gubernurnya tertangkap kpk selain bahwa PakGub ini sepertinya asbun?
    Bingung membacanya. Lalu bagaimana dengan 2 orang bpk yang sekarang di bpkad itu?
    Apakah ini nanti tidak seperti 12,1T dengan dprd itu, yang ternyata juga melibatkan orang2 pemprov dki sendiri yang terlibat? Berkelahi habis dengan dprd, ternyata orang sendiri ambil bagian. Yang mau saya katakan adakah PakGub juga tidak memeriksa kesalahan yang sangat mungkin dari WDP itu karena kesalahan dan mark-ups ulah pejabat pemprov dki sendiri. Saya percaya PakGub tidak akan kompromi jadi tidak akan menyayangkan jajarannya kalau kedapatan pasti dipecat. Tetapi aspek ini janganlah diabaikan karena mereka yang mark-up dan PakGub yang harus menanggung! Jadi jangan lupa selalu memeriksa orang-orang sendiri, bpkad?
    Semangat PakGub, kiranya diberikan kelancaran, great new week, look after yourself and we fight with you against corruption!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here