BTP – Mahfud MD saat masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menyampaikan pentingnya menyusun undang-undang (UU) Pembuktian Terbalik yang progresif dalam upaya merampas aset-aset para koruptor.
“Kita akan tetap semakin galak untuk perampasan aset para koruptor ini. Kalau perlu nanti pada saatnya kita buat UU pembuktian terbalik, meskipun untuk sebagian UU, pembuktian terbalik (sekarang) itu sudah dilakukan ya,” ujar Mahfud usai menghadiri acara United Nations Convention against Corruption (UNCAC) di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (13/11/2023/Kompas.com)
“Artinya apa? Seorang terpidana harus membuktikan harta yang lebih itu dari mana? Kalau tidak dibuktikan, itu diambil. Nah kalau kita nanti lebih progresif, UU pembuktian terbalik itu (diberlakukan) agak awal saja sebelum di sidang pengadilan,” lanjutnya”.
—
Terkait pembuktian terbaik, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kerap menyampaikan pentingnya pembuktian harta terbalik karena merupakan hasil ratifikasi negara-negara anggota PBB untuk melawan korupsi.
Aturan pembuktian terbalik tersebut sangat penting untuk menjunjung tinggi integritas pejabat baik eksekutif maupun legislatif. Pembuktian terbalik merupakan instrumen hukum yang dapat digunakan untuk membuktikan asal-muasal harta kekayaan yang diperoleh seseorang.
Menurut Ahok. pembuktian harta terbalik bukan hal yang sulit. Lihat saja gaya hidup pada pejabat dan keluarganya, jika ada hal yang tidak wajar terkait gaya hidupnya maka perlu dicek atau dilacak sumber kekayaan si pejabat tersebut.
Berikut tulisan dari Basuki Tjahaja Purnama saat masih menjabat sebagai Anggota Komisi II DPR RI dan anggota Badan Legislatif periode 2009-2014 terkait Pembuktian Terbalik yang masih sangat relevan dengan situasi saat ini.
Pemilukada dan Pembuktian Terbalik
Sudah bukan rahasia lagi kalau korupsi di daerah seburuk di pusat. Kompas pernah melansir bahwa 17 dari 33 Gubernur di Indonesia saat ini sedang menjalani proses hukum yang terkait dengan kasus korupsi. Di tingkat kabupaten/kota tidak kalah parahnya. Lebih dari seratus bupati dan walikota juga menghadapi hal yang sama.
Merajalelanya korupsi di daerah dalam era desentralisasi berarti pembangunan kita akan terus dirongrong oleh efek korupsi yang sudah menggurita. Oleh karena itu dibutuhkan terobosan-terobosan konkrit dan sistematis agar kepala- kepala daerah yang muncul betul-betul orang-orang yang bersih dan bebas dari korupsi.
Akar masalah
Selama ini, biaya politik yang tinggi dianggap sebagai akar masalah dari merajalelanya korupsi di daerah. Kandidat-kandidat dalam pemilukada perlu mengeluarkan biaya politik yang sangat besar untuk memperoleh kendaraan politik maupun kampanye. Menteri Dalam Negeri bahkan sempat memberikan perkiraan bahwa kandidat-kandidat kepala daerah dapat menghabiskan puluhan bahkan ratusan miliar untuk biaya pemilukada.
Hampir dapat dipastikan kebanyakan kandidat yang menang akan berusaha mengembalikan investasi finansialnya tersebut dengan perilaku koruptif sebagai kepala daerah. Akhirnya, pemilukada yang notabene adalah salah satu instrumen dan mekanisme demokrasi malah menghasilkan pemimpin-pemimpin daerah yang korup dan dalam jangka panjang justru melemahkan demokrasi itu sendiri.
Namun, menganggap biaya politik sebagai biang keladi korupsi tidak sepenuhnya tepat. Logika ini mengasumsikan bahwa jika biaya politik tidak mahal maka kandidat-kandidat yang bertarung tidak perlu berpikir untuk mengembalikan investasi finansialnya. Dengan demikian jika biaya politik bisa dibuat lebih murah maka kepala daerah tidak perlu korupsi dan tingkat korupsi di daerah dapat dikurangi.
Kenyataannya, para kepala daerah yang saat ini dituduh korupsi atau sudah divonis bersalah, justru mengambil uang rakyat jauh lebih besar dari yang ia investasikan. Artinya, banyak atau kebanyakan kandidat-kandidat yang maju dalam pemilukada bukan hanya berpikir atau berencana untuk mengembalikan modal mereka saja tetapi juga meraup “keuntungan” yang jauh lebih besar dari biaya politik yang mereka keluarkan. Kursi kepemimpinan dilihat sebagai mata pencarian atau bisnis yang sangat menggiurkan secara ekonomi, dan bukan merupakan jalan untuk melayani masyarakat.
Sudah banyak pembahasan, strategi, maupun usaha konkret untuk memperkecil ruang korupsi melalui penyidikan dan hukuman, tetapi masih sangat sedikit strategi ‘pencegahan’ dengan memperkecil pintu masuk bagi para oknum-oknum yang memang berpotensi untuk berperilaku korup agar tidak menjadi kandidat dalam pemilukada.
Revisi RUU
Ada beberapa revisi yang perlu dilakukan terkait dengan Rancangan Undang-Undang Pemilukada agar aturan yang ada dapat memperkecil kemungkinan masuknya oknum-oknum korup dalam bursa persaingan pemilukada.
Pertama, para kandidat harus diwajibkan untuk melakukan pembuktian terbalik harta kekayaannya. Artinya, kandidat-kandidat kepala daerah harus membuktikan bahwa kekayaan mereka bukanlah hasil korupsi. Ini merupakan kriteria sangat logis karena jika hartanya yang dahulu saja tidak jelas darimana datangnya, bagaimana jika dia menjabat nanti?
Aturan yang ada saat ini hanya sekedar mewajibkan para kandidat untuk menyerahkan laporan kekayaan pribadi tanpa ada proses verifikasi dan tindak lanjut. Setiap orang bisa menyampaikan laporannya tanpa ada konsekuensi apapun juga.
Kedua, harta kekayaan yang tidak dapat dibuktikan bukan berasal dari korupsi akan kemudian disita oleh negara dan pencalonan si kandidat dibatalkan. Aturan ini akan memberikan disinsentif yang tinggi bagi para koruptor untuk maju dalam Pemilukada karena memberikan resiko materiil dan hukum yang besar.
Ketiga, partai politik yang mengusung calon tersebut juga dilarang untuk mengusung calon lainnya. Dengan aturan ini diharapkan partai politik juga akan lebih selektif dan tidak sembarangan di dalam memilih calon.
Aturan pembuktian terbalik harta kekayaan kandidat pemilukada ini dapat dijustifikasi karena korupsi sudah menjadi kejahatan luar biasa yang sangat marak terjadi di daerah. Aturan ini akan memperbesar peluang orang-orang yang bersih untuk bisa menang dengan membuat lapangan bermain lebih berimbang, karena kita tahu orang-orang yang bersih pun secara relatif ‘modal’nya lebih terbatas dibandingkan dengan orang-orang yang bisa menghabiskan harta pribadi puluhan, bahkan ratusan milyar rupiah untuk Pemilukada dengan dalih untuk melayani rakyat.
Dukungan publik
Tidak pelak usulan di atas merupakan ancaman bagi kepentingan elit dan partai politik yang anti-reformasi. Oleh karena itu hampir tidak mungkin usulan di atas dapat tembus dari dan disetujui dalam proses politik dan legislasi di DPR.
Satu-satunya harapan adalah peran serta masyarakat yang sangat aktif. Dibutuhkan dorongan dan pengawasan publik yang ketat terhadap proses perdebatan dan legislasi dari usulan di atas. Tanpa dukungan dan partisipasi publik yang sangat aktif, anggota-anggota DPR maupun kelompok elit politik yang reformis akan sulit mengalahkan kekuatan-kekuatan politik yang oportunis yang sudah tersistematis.
Usulan-usulan diatas akan secara fundamental merubah aturan main pemilihan pemimpin kita menjadi lebih anti-korupsi dimulai dari pintu masuk, sesuatu yang belum pernah kita lakukan dan perlu kita lakukan mengingat sedemikian parahnya korupsi negara kita ini. Jika usulan-usulan di atas berhasil lolos, saya optimis dalam waktu dekat demokrasi kita akan memunculkan pemimpin-pemimpin yang betul-betul dibutuhkan oleh bangsa ini. (*)
*Basuki T. Purnama (Ahok) – Maret 2011