Andi Nurpati Mencederai Demokrasi

0
90

(22/07)—Hengkangnya Andi Nurpati dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai mencedarai demokrasi karena melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan pelanggaran sumpah/janji anggota KPU sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU No. 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum dan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

Menurut Ketua Dewan Kehormatan KPU, Jimly Asidiqi, Andi Nurpati melakukan 2 (dua) pelanggaran, yaitu pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu berkenaan dengan proses tahapan Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu berkenaan dengan tercantumnya nama Andi Nurpati sebagai Ketua Divisi Komunikasi Politik DPP Partai Demokrat periode 2010-2015. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Dewan Kehormatan KPU dengan Komisi II DPR RI  20 Juli 2010.

Dewan Kehormatan (DK) KPU merekomendasikasikan (ke Presiden) agar Andi Nurpati diberhentikan karena melanggar UU No. 22 Tahun 2007 dan Peraturan KPU No. 31 Tahun 2008, bukan atas permintaan sendiri (Vide Salinan Penetapan Rekomendasi No. 01/R/DK-KPU/VI/2010 tanggal 30 Juni 2010). Kenapa bukan diberhentikan dengan tidak hormat? Jimly mengatakan bahwa dalam Peraturan KPU No. 31 Tahun 2008 dan UU No. 22 Tahun 2007 tidak mengatur hal tersebut.

Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar merasa kecewa dengan keputusan DK KPU tersebut karena seolah-olah DK KPU melindungi Andi Nurpati, padahal perbuatan Sdri. Andi Nurpati termasuk perbuatan tercela.

Keputusan DK KPU terhadap Andi Nurpati tentu berdampak luas bagi perkembangan demokrasi Indonesia. Selain itu keputusan tersebut tidak hanya mengesahkan mundurnya Andi Nurpati dari KPU, namun berdampak pula secara admistratif dan politis. Dampak Administratifnya terkait dengan kewajiban Negara untuk membayar “pesangon” Andi Nurpati sebagai mantan anggota KPU. Sedangkan dampak politiknya adalah bahwa dengan masuknya Andi Nurpati ke dalam kepengurusan DPP Partai Demokrat menunjukkan seolah-olah Andi Nurpati tidak bersalah atau melakukan pelanggaran terhadap konstitusi.  Ibaratnya Partai Dermokrat sebagai “Penadah” bagi Andi Nurpati yang diputuskan bersalah karena melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Saut Hamonangan Sirait, Calon Pengganti Andi.

Untuk mengisi kursi KPU yang kosong pasca hengkangnya Andi Nurpati, Komisi II DPR RI melakukan rapat dengan Saut H. Sirait tanggal 21 Juli 2010. Saut merupakan calon anggota KPU terpilih tahun 2007, namun hanya menempati peringkat enam. Kini Saut berpeluang menggantikan Andi Nurpati. Namun masa kerja Saut efektif hanya 1(satu) tahun karena  sesuai Pasal 142B ayat (1) Rancangan UU Perubahan terhadap UU No. 22 Tahun 2007 yang mengatakan bahwa keanggotaan KPU masa bakti 2007-2012 dipersingkat dan berakhir paling lambat pada bulan Mei 2011 (Vide Salinan Penetapan Rekomendasi No. 01/R/DK-KPU/VI/2010 tanggal 30 Juni 2010, halaman 16).

Pada kesempatan itu Komisi II DPR RI melontarkan beberapa permasalahan kepada Saut, antara lain mengenai keterlambatan mengembalikan mobil dinas ketika Saut sebagai anggota Panwaslu, anggaran Rp 75 miliar, SPPD fiktif dan lain-lain.

Ir Basuki Tjahaja Purnama, MM anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi   Partai Golkar mengajukan pertanyaan kepada Saut H. Sirait, apakah Saudara Saut bisa membereskan masalah-masalah perjalanan dinas (fiktif) di KPU seluruh Indonesia? Saut mengatakan akan berusaha untuk mencegah SPPD fiktif tersebut apabila terpilih menjadi anggota KPU.

Kamillus Elu, SH

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here