Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan dalam negeri saat ini akan membahas revisi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu hal yang akan diperjuangkan Anggota Komisi II DPR RI Basuki Tjahaja Purnama dari Fraksi Partai Golkar adalah persyaratan pembuktian terbalik bagi semua calon yang maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Menurutnya hal itu sangat penting dalam hal pemberantasan korupsi seperti yang dicanangkan pemerintah. Cukup banyaknya Kepala Daerah yang terjerat kasus korupsi dapat dijadikan cerminan pentingnya pembuktian terbalik bagi calon Kepala Daerah.
Basuki menegaskan harus ada pembuktian terbalik bagi semua peserta Pilkada. “Ada pemeriksaan rekening bank,” katanya.
Menurutnya kalau hal itu tidak dilakukan, maka pemerintah belum sepenuhnya melakukan pemberantasan korupsi. Ia berharap pembuktian terbalik ada didalam peraturan yang direvisi.
“Seyognya di dalam peraturan itu dimasukan (pembuktian terbalik),” ujar Basuki
Dalam perbincangan dengan Parlementaria, Basuki meminta semua calon Kepala Daerah yang maju dalam Pilkada harus bersedia melakukan pembuktian terbalik. Bila tidak bersedia melakukannya maka sebaiknya yang bersangkutan tidak ikut dalam Pilkada.
“Kalau anda mau ikut Pilkada, harus mengikuti pembuktian terbalik. Kalau takut diperiksa jangan ikut Pilkada,” tegasnya.
Basuki menjelaskan, peraturan tentang pembuktian terbalik berlaku untuk semua calon termasuk incumbent. Termasuk juga bagi keluarga incumbent, seperti istri maupun anak yang maju dalam Pilkada.
“Silakan saja istri Gubernur atau Bupati mau ikut, tapi harta kekayaannya harus diperiksa,” jelasnya.
Ia menegaskan keikutsertaan istri maupun anak Kepala daerah dalam Pilkada sah saja.Namun demikian, baik anak maupun istri harus tetap mengikuti pembuktian terbalik.
“Sah saja, asal ada pembuktian terbalik,” tegas Basuki.
Selain mengusulkan pembuktian terbalik, Basuki juga berharap ada penambahan tugas Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Menurutnya, KPUD dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat pemilih dengan memasang baliho calon kepala daerah yang ikut dalam Pilkada.
“Kita mau merevisi Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah. Lebih baik kita revisi sekalian. Misalkan ketika Pilkada diadakan, KPU lah yang menyediakan semua alat peraga baliho dan memasang semua foto-foto peserta di semua desa,” katanya seraya menambahkan KPU juga memfasilitasi semua pertemuan di setiap desa.
“Saya mau memperjuangkan itu semua,” tegas Basuki.
Moral Tidak Dapat Jadi Persyaratan
Adanya kalangan artis seperti Julia Perez dan Ikang Fauzi yang berniat maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah memberi warna baru dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sebelumnya sejumlah artis juga telah lebih dulu berkecimpun dalam dunia politik. Sebagai contoh Dede Yusuf yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat, Dicky Chandra menjadi Wakil Bupati Garut dan Rano Karno yang menjadi Wakil Bupati Tangerang.
Fenomena cukup banyaknya kalangan artis yang terjun kedunia politik dapat dinilai sebagai sebuah kemajuan dalam berdemokrasi. Antusias masyarakat dalam hal ini kalangan artis patut mendapat perhatian khusus. Menanggapi maraknya kalangan artis yang maju dalam Pilkada, Basuki menilai hal itu sah saja dan positif dalam hal partisipasi politik masyarakat.
Dalam perbincangan dengan Parlementaria terkait tentang persolan moral yang akan dimasukan dalam aturan dalam Pilkada, Ia menilai persoalan moral tidak dapat dijadikan persyaratan.
“Saya kira kalau soal moralitas tidak dapat di jadikan persyaratan,” tegasnya.
Ia menjelaskan dalam dunia demokrasi, rakyat yang mempunyai hak untuk memilih. “Biarkan masyarakat yang menilai. Kan demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat,” katanya.
Basuki menegaskan persyaratan tentang amoral yang diwacanakan pemerintah tidak penting. Menurutnya lebih penting melakukan pembuktian terbalik bagi semua calon yang maju dalam Pilkada. (bs/iw)
Sumber : DPR RI