(17/05)—Komisi II DPR mempertanyakan efektivitas peran atau keberadaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), terutama dalam menyangkut penindakan berbagai kasus pidana Pemilu
Pertanyaan ini disampaikan saat Komisi II dipimpin Ketua Komisi Chairuman Harahap melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini di Gedung Nusantara DPR (10/5/2010).
Chairuman menilai, demokrasi yang berjalan baik sulit tercipta. Hal ini diakibatkan sistem pengawas pemilu masih belum maksimal. “Bagaimana mungkin Bawaslu dapat berperan dan menjalani tugasnya dengan baik, jika sistem pengawasannya sendiri belum terbentuk dengan sempurna” tukasnya. Keterbatasan sistem pengawasan ini, lanjut Chairuman menyangkut masalah wewenang dari Bawaslu dalam menindak berbagai penyelenggaraan Pemilu.
Penilaian senada dikemukakan Anggota Komisi II Basuki Tjahaja Purnama (Fraksi Golkar). Ia menyatakan praktek politik uang serta penyalahgunaan wewenang terutama oleh Incumbent selalu terjadi dalam setiap penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.
Sementara, kata dia panitia pengawas (Panwas) Pemilu seringkali tidak dapat melakukan penindakan yang cukup tegas. “padahal peran panwas di daerah sangat penting, terutama pada saat Pemilihan Kepala Daerah” tandas Basuki.
Menanggapai sejumlah penilaian komisi II mengenai keberadaan dan wewenang lembaga pengawas pemilu yang belum optimal, ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini menyadarinya. Menurutnya hal itu dikarenakan keterbatasan wewenang Bawaslu, terutama ketika melakukan penindakan pelanggaran Pemilu.
Sebenarnya kata Hidayat, pihaknya telah melakukan berbagai cara untuk mengoptimalkan pengawasan, termasuk upaya mencegah terjadinya pelanggaran atau kecurangan, antara lain dengan menjalin kerjasama dengan sejumlah lembaga seperti KPK dan PPATK.
(Buletin PARLEMENTARIA nomor 634, Mei 2010)