(04/06)—Tahun 2010 ini ada 244 daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang terdiri dari 7 Provinsi, 202 Kabupaten dan 35 Kota dengan total anggaran Rp. 3.500.599.175.236,-
Pemilukada tahun 2010 diselenggarakan di 31 (tiga puluh satu) Provinsi, kecuali Provinsi DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Pemilukada terbanyak dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebanyak 22 Kabupaten/Kota. Sedangkan yang paling sedikit adalah Provinsi Kalimantan Tengah dan Sulawesi Barat masing-masing 2 (dua) Kabupaten/Kota.
Selengkapnya dapat dilihat pada table berikut ini:
No. |
Provinsi |
Jumlah Kab/Kota Pemilukada |
Total Anggaran |
1 |
Sumatera Utara |
22 |
Rp 326.702.028.688 |
2 |
Papua |
21 |
Rp 172.602.165.242 |
3 |
Jawa Timur |
18 |
Rp 349.941.489.680 |
4 |
Jawa Tengah |
17 |
Rp 236.003.962.114 |
5 |
Sumatera Barat* |
13 |
Rp 174.196.816.278 |
6 |
Sulawesi Selatan |
11 |
Rp 115.098.063.800 |
7 |
Lampung |
10 |
Rp 147.789.382.500 |
8 |
Papua Barat |
9 |
Rp 126.650.000.000 |
9 |
Bengkulu* |
9 |
Rp 126.700.000.000 |
10 |
Nusa Tenggara Timur |
8 |
Rp 89.453.874.208 |
11 |
Maluku Utara |
8 |
Rp 79.509.633.322 |
12 |
Kalimantan Selatan* |
7 |
Rp 146.871.751.050 |
13 |
Sulawesi Utara*
|
7
|
Rp 170.276.103.800
|
14 |
Nusa Tenggara Barat |
7 |
Rp 86.931.655.760 |
15 |
Kalimantan Barat |
6 |
Rp 66.386.307.272 |
16 |
Kalimantan Timur |
6 |
Rp 148.550.000.000 |
17 |
Bali |
6 |
Rp 64.413.652.580 |
18 |
Sumatera Selatan |
5 |
Rp 79.600.000.000 |
19 |
Jawa Barat |
5 |
Rp 158.667.460.454 |
20 |
Sulawesi Tengah |
5 |
Rp 51.265.000.000 |
21 |
Sulawesi Tenggara |
5 |
Rp 42.000.000.000 |
22 |
Riau |
4 |
Rp 52.000.000.000 |
23 |
Kepulauan Babel |
4 |
Rp 26.981.079.273 |
24 |
Banten |
4 |
Rp 77.261.890.434 |
25 |
Maluku |
4 |
Rp 32.317.475.360 |
26 |
Jambi* |
3 |
Rp 80.373.761.533 |
27 |
Kepulauan Riau* |
3 |
Rp 65.661.003.800 |
28 |
DIY |
3 |
Rp 43.633.408.088 |
29 |
Gorontalo |
3 |
Rp 33.652.810.000 |
30 |
Kalimantan Tengah* |
2 |
Rp 107.608.400.000 |
31 |
Sulawesi Barat |
2 |
Rp 23.500.000.000 |
* Pemilukada Provinsi
Sumber: Rekapitulasi Alokasi Anggaran Pemilukada Tahun 2010 (Bahan RDP Komisi II DPR RI dengan Mendagri, KPU dan Bawaslu, 31 Mei 2010, diolah).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI tanggal 31 Mei 2010, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melaporkan bahwa sampai tanggal 30 Mei 2010 daerah yang telah melaksanakan pemungutan suara Pemilukada sebanyak 46 daerah yang terdiri dari 36 Kabupaten dan 9 Kota dan 1 (satu) Provinsi, yaitu Provinsi Kepulauan Riau.
Sengketa Pemilukada
Bahwa sejak diselenggarakannya Pemilukada sejak tahun 2005 silam sampai dengan 31 Mei 2010 tercatat bahwa penyelenggaraan Pemilukada selalu diwarnai dengan konflik, walaupun tidak semua daerah mengalaminya. Namun boleh dikatakan bahwa lebih dari 50% Pemilukada di Indonesia bermasalah.
Menurut Mendagri, hingga akhir Mei 2010 telah ada 23 gugatan sengketa hasil Pemilukada yang diajukan dan terdaftar di Mahkamah Konstitusi, yakni 16 Perkara dalam proses persidangan dan 7 perkara sudah diputuskan yang pada intinya ditolak, yaitu:
1. Keputusan No. 01/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 11 Maret 2010 (gugatan Nabire).
2. Keputusan No. 02/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 7 Mei 2010 karena dicabut (gugatan Kebumen).
3. Keputusan No. 03/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 18 Mei 2010 (gugatan an. Mahfud-Haris Kota Semarang)
4. Keputusan No. 04/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 18 Mei 2010 (gugatan an. Bambang Kristanto Kota Semarang).
5. Keputusan No. 05/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 18 Mei 2010 (gugatan Kota Ternate).
6. Keputusan No. 06/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 24 Mei 2010 (gugatan Sumbawa Barat).
7. Surat MK tanggal 26 Mei 2010 kepada KPU Ngawi tentang penolakan gugatan hasil Pemilukada Ngawi yang diajukan oleh Ratih Sanggarwati karena gugatan melebihi 3 hari dari batas waktu.
Sedangkan menurut laporan Bawaslu bahwa diantara daerah yang telah menyelenggarakan Pemilukada tersebut terdapat beberapa daerah yang intensitas konfliknya sangat tinggi dan termanivestasi dalam bentuk konflik kekerasan, kerusuhan, dan amuk massa seperti yang terjadi di kota Sibolga, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Bangkayang, dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Bawaslu juga melaporkan bahwa selain konflik dengan intensitas tinggi tersebut, juga tercatat bahwa konflik tanpa kekerasan yang pada dasarnya merupakan sengketa antara para pihak dalam Pemilukada, namun penyelesaian dilaksanakan dalam wilayah-wilayah peradilan formal, seperti yang terjadi di Kabupaten Banyunagi, Kota Medan, Kabupaten Belitung Timur, dan Kabupaten Bangli. Sedangkan konflik ranah pemahaman berpotensi kekerasan menurut Bawaslu dapat terjadi di Kabupaten Toli-Toli dan Kabupaten Pakpak Bharat.
KPU menambahkan bahwa selain yang dilaporakn Bawaslu, kasus Pemilukada tahun 2010 terjadi juga di Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Lombok, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Bengkulu, Kabupaten Gresik, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Maros.
Sumber Konflik
Dalam RDP Mendagri, KPU dan Bawaslu dengan Komisi II DPR RI tanggal 31 Mei 2010, Bawaslu mengatakan bahwa Pemilukada dipicu juga oleh beberapa hal seperti, sumber regulasi dari KPU. Bahwa setidaknya ada 15 items permasalahan yang bersumber dari Peraturan KPU, yaitu:
1. Syarat dukungan parpol atau gabungan parpol yang pengurusannya telah dipecat/dibekukan.
2. Batas waktu pengunduran diri pimpinan DPRD ( saat mendaftar atau saat sesudah ditetapkan sebagai pasangan calon).
3. Tentang masa kampanye dan kampanye di luar jadwal waktu.
4. Tentang debat publik/Debat terbuka antarcalon.
5. Perihal penerbitan/pembersihan alat peraga kampanye pada masa tenang.
6. Perihal unsure dan kategorisasi sebuah kampanye.
7. Perihal sejumlah Pasal yang dikutip secara salah.
8. Surat keterangan Kepailitan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri, namun tetap dianggap sah oleh KPU sebagai lampiran persyaratan pencalonan.
9. Mengikuti Putusan MK tentang Tata Cara Pemberian Suara belum dituangkan dalam Peraturan KPU.
10. Tidak tegasnya pengaturan terkait keharusan KPPS memberikan FORM C-1 kepada Pengawas Pemilu Lapangan (PPL).
11. Belum jelasnya pengaturan tentang Inkonsistensi/pengalihsn dukungan partai kepada calon yang diajukan secara resmi oleh partai yang bersangkutan.
12. Tidak diloloskannya Calon Petahana (incumbent) oleh KPU, mengingat tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (2) huruf l Peraturan KPU No. 68 Tahun 2009.
13. Lemahnya daya antisipasi KPU terkait dengan coblosan tembus, mengingat design surat suara yang satu muka.
14. Perlunya salinan berkas pencalonan ditembuskan kepada Panwaslukada guna membantu fungsi-fungsi pengawasan dalam pemilukada.
15. Perlunya salinan Laporan dana kampanye pasangan calon ditembuskan/diberikan kepada Panwaslu guna membantu fungsi-fungsi pengsawasan dalam Pemilukada.
Sumber konflik lainnya adalah kurangnya koordinasi diantara para pemangku kepentingan, terutama perbedaan cara pandang urusan pemilu hanya semata-mata tanggung jawab penyelenggara pemilu, sementara pemangku keamanan masih belum menyatu dalam suatu kepentingan bersama. Di samping itu konflik Pemilukada juga dipicu oleh masih kurangnya kesadaran untuk bisa menerima kekalahan.
Pelanggaran Pemilukada
Bawaslu melaporkan bahwa pelaksanaan Pemilukada di Indonesia sampai dengan tanggal 31 Mei 2010 telah tercatat 1.645 pelanggaran yang terdiri dari: 169 pelanggaran pidana, 1.383 pelanggaran adminstrasi, 50 pelanggaran kode etik, dan 43 sengketa Pemilukada. Dari data tersebut di atas nampak bahwa pelanggaran terbesar yang terjadi justru pelanggaran administrasi sebanyak 1.383 disusul pelanggaran pidana, kode etik dan sengketa Pemilukada.
Menurut Bawaslu dari 1.383 pelanggaran administrasi tersebut hanya 141 pelanggaran yang diteruskan ke KPU dan KPU hanya menangani 8 pelanggaran. Dengan demikian sebagian besar pelanggaran administrasi yang dilaporkan Bawaslu tidak ditindaklanjuti oleh KPU. Sedangkan terhadap pelanggaran pidana dari 169 kasus, hanya 83 pelanggaran yang teruskan ke Penyidik, sampai tanggal 31 Mei 2010 belum satu pelanggaran pidana pun yang dilimpahkan ke Kejaksaan. Terhadap pelanggaran Kode Etik, dari 50 pelanggaran, hanya 36 pelanggaran yang diteruskan ke KPU dan KPU sendiri hanya menindaklanjuti 4 pelanggaran tersebut. Mengenai sengketa Pemilukada, 14 diantaranya diselesaikan melalui musyawarah, selebihnhya tidak jelas penyelesaiannya.
Jelas bahwa Pemilukada di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Namun tidak berarti harus menyerah. Apapun tantangannya harus dihadapi dengan kepala tegak dan tetap optimis bahwa demokrasi harus tetap tumbuh dan berkembang di Republik ini sesuai nilai dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 yang tercermin dalam Pancasila dan UUD 1945. (Kamillus Elu, SH)