Berbagai angaran bantuan hukum yang tersebar di beberapa lembaga penegak hukum akan disatukan dan menjadi wewenang Komisi Nasional Bantuan Hukum. Akan tetapi, ide untuk mengefektifkan dana dan penyelenggaraan bantuan hukum yang tertulis dalam draft RUU Bantuan Hukum versi DPR, kini terganjal akibat paranoia berlebihan pemerintah yang melihat menjamurnya lembaga non struktural baru yang tidak jelas fungsi dan kemanfaatannya demi bangsa. Bagaimanakah masyarakat kurang mampu menikmati keadilan di Indonesia ke depannya?
Negara bertanggungjawab agar setiap orang menerima perlakuan hukum dan menikmati keadilan di Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Akan tetapi, pada kenyataannya seberapa besar negara peduli dan berjuang untuk menyelenggarakan/memberikan akses keadilan bagi rakyat yang tidak mampu (kini berjumlah 32,5 juta orang), kaum termarjinalkan oleh kebijakan pemerintah (masyarakat yang tergusur, dll), orang yang hak sospol terabaikan (mantan tapol), komunitas masyarakat adat, dan perempuan serta anak?
Jika dilihat dari catatan Mahkamah Agung jumlah advokat sampai dengan tahun 2005 adalah kurang dari 3000 orang, bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa sehingga rasio penduduk berbanding advokat adalah 1 : 7.333. Tentu saja logika bertindak membela kaum justiciabelen (pencari keadilan) yang tidak mampu mencecap nikmatnya keadilan karena mahalnya jasa advokat dan terlalu sedikitnya jumlah pembela hukum tersebut. Pertanyaannya dimanakah keberadaan negara yang bertanggungjawab memberikan keadilan bagi rakyatnya yang tidak mampu itu? Apakah negara telah abai?
Pada tataran lapangan, ternyata civil society organization lebih aktif memberikan bantuan hukum pada masyarakat. Sebagai contoh, berdasarkan catatan akhir tahun LBH APIK Jakarta tahun 2009 yang merekam jejak penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, terdapat pendampingan sebanyak 235 kasus dari 1058 jumlah pengaduan kasus yang diterima oleh LBH APIK Jakarta pada tahun 2009. Angka ini meningkat dari 128 pendampingan dari 853 jumlah kasus yang diterima pada tahun 2008. Tentu saja data ini baru menjadi gambaran kecil pengaruh dari bantuan hukum yang diberikan oleh lembaga bantuan hukum independen yang dikelola masyarakat. JIka kita tambahkan keberadaan lembaga konsultasi dan bantuan hukum kampus yang diperkuat peranannya dengan putusan MK No. 006/PUU-II/2004 tentang Pengujian Pasal 31 UU Advokat, tentu makin menjadi pelimpahan tanggungjawab negara kepada masyarakat.
Belajar dari pengalaman negara lain, negeri Belanda memberi program bantuan hukum yang dilaksanakan oleh sebuah badan yang disebut Legal Aid, Advice & Assistance Centres (Pusat Bantuan, Nasehat dan Pembelaan Hukum) yang merupakan lembaga independen dan didanai dari dana publik. Afrika Selatan lebih selangkah memberikan bantuan hukum bagi rakyatnya sebagaimana yang telah termuat dalam Section 28 dan Section 35 The Constitution of South Africa dan diatur lebih lanjut dalam Legal Aid Act No. 22 of 1969 yang mengamanatkan dibentuknya suatu badan yang disebut Legal Aid Board (LAB) dan didanai sepenuhnya oleh dana negara. LAB yang didanai oleh pemerintah tetap menjaga independensinya dari intervensi pemerintah. Sedangkan keberadaan lembaga khusus yang mengelola bantuan hukum di Taiwan diatur dalam Legal Aid Act tahun 2004. Pelaksanaannya dibebankan kepada the Taiwan Legal Aid Foundation yang didanai dengan dana publik namun dioperasikan oleh masyarakat sipil. Taiwan Legal Aid Foundation menyediakan bantuan hukum yang komprehensif dan meluas dalam wilayah perkara pidana, perdata dan administratif.
Melihat mekanisme penyelenggaraan bantuan hukum di berbagai negara di atas yang dilakukan oleh sebuah lembaga khusus, mencerminkan keseriusan negara-negara tersebut memenuhi tanggungjawabnya untuk ‘mendekatkan’ keadilan bagi rakyatnya. Sekonyong-konyong kita tentu akan membandingkan dengan mekanisme penyelenggaraan bantuan hukum di Indonesia. Ketiadaan lembaga khusus yang memberikan bantuan hukum memang menjadi indikator penting yang menunjukkan keseriusan negara. Berdasarkan sejarah pemberian bantuan hukum di Indonesia, yang ditandai dengan adanya anggaran bantuan hukum, dijalankan oleh berbagai lembaga penegak hukum seperti Mahkamah Agung, Kepolisian, dan Kejaksaan.
Bangunan logika pemerintah dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi DPR RI pada tanggal 29 September 2010 yang menyatakan ketidaksepakatan akan berdirinya sebuah komisi baru didasarkan pada efisiensi anggaran serta ketidakjelasan posisi lembaga tersebut di dalam struktur ketatanegaraan, tentu saja tidak dapat diterima dalam konteks pemenuhan tanggungjawab negara. Pemerintah menganggap cukup mengoptimalkan peran dan fungsi lembaga-lembaga penegak hukum yang telah ada ketimbang menciptakan sebuah lembaga baru. Selain itu, struktur sebuah lembaga baru telah muncul begitu banyak di dalam sajian ketatanegaraan Indonesia. Penulis berpendapat, parameter efektifitas tidak semata-mata diukur dari anggaran saja. Anggaran lembaga baru ini pun dapat diambil dari anggaran-anggaran di berbagai lembaga penegak hukum yang telah ada. Toh selama ini anggaran di berbagai lembaga penegak hukum tersebut tidak jelas outcome nya kemana. Ketakutan akan terjadinya lembaga yang gemuk/kaya struktur tetapi miskin serta kurus fungsi dapat diakali dengan dibentuk sebuah komisi yang non struktural saja. Mungkin sebagai catatan saja, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh setneg bekerjasama dengan 14 Perguruan Tinggi Negeri, terdapat 37 Lembaga Non Struktural yang digabung dan terdapat 13 lembaga yang dapat dihapuskan. Akan tetapi, data tersebut bukan memperkuat antipati dan paranoia terbentuknya sebuah lembaga baru. Lembaga baru yang akan dibentuk jika benar untuk kemaslahatan orang banyak (dalam hal ini mendekatkan akses keadilan bagi masyarakat miskin) tentu saja harus didukung dan bukan malah ditentang, berkebalikan dengan lembaga non struktural lain yang terus saja ‘dipelihara’.
Terkait dengan posisi lembaga baru dalam struktur tata negara Indonesia tentu saja lembaga yang baru terbentuk, harus lepas dari intervensi negara atau sering disebut sebagai lembaga yang independen. Lembaga ini harus independen karena memberikan bantuan hukum bukan hanya di bidang hukum pidana tetapi sampai pada bidang tata usaha negara serta peradilan di Mahkamah Konstitusi. Jika kita memakai jalur lama yaitu bantuan hukum yang diberikan oleh lembaga penegak hukum klasik (Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian sebagaimana disebut diatas) tentu dapat terjadi konflik kepentingan. Bagaimana mungkin sebuah lembaga memberikan bantuan hukum pada pihak yang akan menggugat dirinya sendiri?
Penulis berpandangan mengelola sebuah bangsa dan negara tentu saja mahal, tetapi jika pengaturan dan penyelenggaraan peraturan tersebut dapat dilakukan dengan cerdas tentu didapatkan solusi yang hemat, tepat sasaran, berdaya guna, dan terciptanya keadilan sosial bagi seluruh anak bangsa. Dengan adanya sebuah Komisi Nasional Bantuan Hukum, tentu dapat memperkuat tali persatuan bangsa yang sudah mulai terkoyak saat ini. Masyarakat kaum adat, kaum terabaikan dan termarjinalkan, perempuan dan anak, hingga masyarakat miskin harus dibela dengan kualitas yang sama dengan para pengusaha dan penguasa yang pandai berkelit. Hukum tidak seharusnya tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Tetapi harus sama di depan setiap orang. Bagaimana kelompok-kelompok yang kecil diperlakukan oleh sebuah negara menjadi indikasi dan prasyarat yang penting untuk kemajuan suatu bangsa.
Dwi Putra Nugraha
Peneliti CDT
Lihat Artikel Terkait lainnya:
saya kurang percaya dengan bantuan hukum cumc cuma.Yang murah aja pengacara juga perlu income tapi kalau ada yang mau tidak dibayar.Bagus sekali
Di negara maju hal itu sudah dipraktekkan sementara di negara kita yang sudah lama dicekoki oleh budaya “bayar” seolah itu menjadi tidak mungkin. Padahal UUD 45 sudah menegaskan kewajiban negara yang wajib mmberikan perlindungan hukum dan tentu saja termasuk pendampingan bagi masyarakat yang tidak mampu.
Mohon ijin copy gambarnya, soalnya menarik 🙂