Kenapa Jokowi-Ahok Harus Menang?

1
141

Ahok.Org – Rabu 11 Juli lusa akan ada pilkada untuk pemilihan Gubernur DKI. Hal yang lazim tiap 5 tahun di Indonesia, nothing’s new actually. Yang beda adalah tahun ini ada seorang calon Gubernur yang merupakan Walikota Surakarta yang bernama Joko Widodo (Jokowi) dan calon wakilnya yang mantan Bupati Belitung Timur juga mantan Anggota DPR RI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Secara prinsip dia berbeda dengan calon lain hanya dalam 1 hal saja, model pengembangan daerah yang dikelolanya bisa langsung bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakatnya dibawah kepemimpinannya dari tahun 2005 – 2015 (dua kali masa kepemimpinan). Hal yang sangat menonjol dan selalu digaungkan antara lain

1. Positioning solo menjadi kota dengan slogan ‘spirit of java’ membawa kota ini dalam posisi yang relatif dipandang di dunia international, dengan kegiatan tingkat dunia misalnya menjadi anggota kota warisan dunia, menyelenggarakan Festival Musik Dunia, bayangin kota kecil kayak solo tiba-tiba eksis di dunia, ini tentunya prestasi banget.

2. Pendekatan ke masyarakat miskin yang elegan dan menggunakan pendekatan non-represif. misalnya relokasi (dulu bahasanya penggusuran) pedagang taman banjarsari, penerapan system Jaminan sosial dan kesehatan, yang manfaatnya langsung dirasakan

banyak contoh-contoh lain yang telah diperbuat oleh Jokowi, yang terus terang semua yang dilakukannya bukan sesuatu yang baru, tapi emang baru Jokowi yang berhasil menerapkannya di Indonesia dan bukan di Ibu Kota tapi di  kota kecil bernama solo. Dan dengan kata kecil itu bener-bener kecil loh! bayangkan apa yang bisa dilakukannya di jakarta dengan semangat kepemimpinannya tersebut. Ini sedikti perbandingan antara kota solo dan jakarta, tentunya yang ditulis disini dari sisi ekonomi ya

1. Pendapatan dan belanja pemda Jakarta 2011 sebesar 26triliun dan Solo hanya punya  76miliar saja atau kemampuan belanja Jakarta 324 (Tiga ratus dua puluh empat!!!) kali Solo. Susah bayanginnya? coba aja gaji elo sebulan dikali 324, kebayang khan bisa beli apa aja elo?

2. Penduduk Jakarta 2011 sebesar 10.187.000 atau 20 kali Solo yang lagi-lagi hanya 504,000 jiwa saja, kecil banget ya nih Kota?

Trus kenapa??
Solo relatif efisien mengatur keuangannya, ratio pengeluaran solo adalah 150,000 rupiah per orang per tahun, bayangkan jakarta yang menghabiskan 2,5jt per orang per tahun. Logikanya simplenya: Solo dengan 150,000 ribu per orang per tahun kok bisa memberikan jaminan kesehatan ke warga miskinnya sih? padahal Jakarta pengeluarannya 15 kali lipat Solo loh..emang dipake apa aja sih uang APBD kita? padahal jumlah warga miskin DKI ‘cuman’ 355rb orang atau sekitar 4% aja! diapain aja sih uang orang Jakarta?

Butuh bukti lagi? boleh!
Sekarang kita lihat dari sisi pendapatan per kapita yah? ini menarik, simplenya gini: karena pengeluaran Jakarta per penduduk sekitar 15 kali lipat, harusnya pendapatan warga jakarta 15 kali lipat lebih tinggi dong ya? kalo dia lebih rendah berarti pengeluaran yang dilakukan pemda jakarta lagi-lagi tidak efisien, coba kita lihat figurenya

Pendapatan per kapita 2011 warga jakarta adalah USD3,468 dan kota solo adalah USD1,900 atau Jakarta cuman 2 kali lebih sejahtera dengan pengeluaran 324 kali lebih banyak, sedih khan? ketauan khan uang kita di Jakarta gak jelas efisien pemanfaatannya?

Masih butuh bukti lagi? yuk kita cari!
Kali ini kita cari dari pembangunan infrastruktur jalan, ini indikasi paling gampang apakah pemerintah daerah mikirin kenyamanan rakyatnya dalam penyediaan infrastruktur

1. Panjang jalan di Jakarta 2011 adalah 7,650 km dengan total jumlah kendaraan sebanyak  11.362.396 atau 1,485 kendaraan per km!!!! (kebayang macetnya jakarta kalo semua kendaraan keluar pada saat yang bersamaan khan?). Kota solo jumlah kendaraannnya 297,000 dan panjang jalan 750 km atau 396 kendaraan per km.  Nah dengan APBD 324 kali Solo masih percaya Jakarta gak mampu bikin MRT? mungkin ‘gak mau’ bikin MRT jadi kata yang paling pas ya

Nah dari semua data diatas harusnya kandidat Jokowi menang dong ya? dia terbukti mampu ngurus kota solo dengan sangat luar biasa, tapi apakah dia akan menang? Jokowi harus menang, kenapa begitu?

Perkenalkan teori behavioural bernama rational expectation, Dengan bahasa sehari-hari, teorinya bilang gini “Kemungkinan yang terjadi di masa depan akan selalu konsisten dengan pola masa lalu, kecuali ada information shock sehingga membuat perubahan variable significan dalam mengambil keputusan di masa depan”

Artinya?

Dalam kasus Jokowi ini, kecuali seluruh pemilih gubernur DKI tahu betapa bagusnya Jokowi, maka trend pemenang gubernur DKI akan selalu sama: mereka yang menang adalah yang punya back up partai besar dan juga dana besar. Untungnya  dari total pemilih 7,044,991 orang hanya sekitar 355,200 orang atau total 5% yang kemungkinan besar tidak well-covered by media, dari digital, tv sampai cetak yang sejauh ini menyiarkan betapa berhasilnya Jokowi mengurus Solo, sehingga adalah asumsi yang aman kalau bilang kebanyakan warga Jakarta tahu betapa ‘bermutunya’ Jokowi

Trus, ANDAIKAN Jokowi menang, hal ini akan membuat information shock untuk seluruh kandidat pemimpin daerah di seluruh Indonesia, secara tidak langsung kemenangan ini mengirimkan isyarat yang kuat bahwa sistem karir politik di Indonesia tidak hanya bisa dibangun dari lobi dengan petinggi partai, tapi bisa juga dibentuk dari prestasi mengurus kota kecil yang kemudian beranjak mengurus kota besar dan lebih penting, sehingga nantinya seluruh calon pemimpin daerah nantinya benar-benar berkepentingan untuk dianggap sukses mensejahterakan rakyatnya agar dia bisa langgeng berkuasa di daerah lain yang lebih besar dan penting (dan lebih kaya). Tidak akan heran, bila nanti Jokowi berhasil memimpin DKI dia punya kredibilitas yang besar untuk maju sebagai calon presiden RI di 2024 dengan kredibilitas yang dibangun dari bukti nyata dan kerja keras, bukan political game untuk membentuk persepsi belaka.

Apakah ini bertentangan dengan praktek patron partai dan calonnya (a.k.a si calon harus ‘setoran’ ke Partainya)? TIDAK! justru hal ini akan mengarahkan equilibrium baru dunia politik dimana rakyatnya sejahtera dan partai politik diuntungkan. Apakah nanti budaya sistem ‘Setoran’ dari kandidat ke partai akan hilang? lagi-lagi TIDAK, sejauh ini hanya mekanisme ‘Setoran’ yang membuat eksekutif tenang memerintah tanpa diganggu oleh Partai yang ada di Yudikatif alias DPR atau DPRD tapi at least dengan keseimbangan baru ini ada benefit yang langsung dirasakan oleh masyarakatnya, belum ideal, tapi lebih baik daripada sebelumnya

Jokowi mungkin ‘just another random candidate’ tapi ripple effect ke dunia politik Indonesia yang bisa dihasilkannya akan membuat Indonesia masuk ke era pola pikir politik yang baru.

Jokowi sendiri adalah information shock untuk seluruh sistem politik Indonesia. Itulah kenapa Jokowi harus menang, bukan semata demi kebaikan Jakarta, tapi juga demi kebaikan Indonesia.[*]

Oleh: Agus Nugraha/freakonomicsindonesia.com

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here