Ahok.Org – Harapan warga DKI Jakarta untuk terbebas dari banjir semakin terbuka. Setelah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menumpahkan banyak gagasannya untuk mengurangi risiko banjir, dalam waktu dekat, sebuah alat modifikasi cuaca akan dipasang di Jakarta.
Direktur Teknologiย Kebencanaan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Isman Justanto mengatakan, usulan memasang alat modifikasi cuaca di Jakarta muncul dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Usulan tersebut didasari oleh prediksi akan adanya peningkatan curah hujan di Jakarta dan sekitarnya pada Januari-Februari 2013. Isman menjelaskan, alat tersebut bekerja sebagai radar yang mampu “mengendus” potensi hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Setelah diketahui adanya potensi hujan tinggi, maka BPPT akan segera melakukan stimuli dengan teknik liquid, flare, atau powder, guna memecah hujan tersebut.
“Hujan dengan intensitas tinggi akan kita turunkan di laut, atau di balik gunung. Tapi kalau awan hitamnya sudah masuk ke Jakarta, maka awannya kita pecah supaya tidak turun di satu titik saja,” kata Isman, seusai menemui Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, di Balaikota Jakarta, Selasa (15/1/2013).
Diakui Isman, BPPT memiliki dua unit alat dengan biaya pembuatan per-unitnya sekitar Rp 20 miliar tersebut. Alat itu sebelumnya juga pernah dipasang di Stadion Jaka Baring pada gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) 2011.
Berdasarkan kajian yang dilakukan BPPT, titik di Jakarta yang paling tepat untuk memasang alat modifikasi cuaca adalah di sekitar area Monumen Nasional (Monas). Untuk itu, BPPT tengah meminta izin kepada Pemerintah Provinsi DKI untuk segera memasang alat yang bisa dipasang berpindah-pindah itu.
“Tadi pak Wagub ingin melakukan kajian dulu. Kita ingin pasang di Jakarta untuk mengurangi banjir melalui pengurangan curah hujan, tidak perlu lama, dalam hitungan hari bisa kita pasang di Monas,” ujarnya. [Kompas]
Ada ya alat yg bisa begitu?
potong2 + taroh2 awan pake apaan?
Mending dananya buat perbaikan drainase dan pembuatan waduk tampungan air, saat kemarau bisa dipakai airnya.
Bukan alam yang menyesuaikan kota, tapi kota lah yang menyesuaikan alam.
Stuju !
miaaaw…!
Wah… Klo ini teknologi anak bangsa… saluttttt
pastinya makan daya listrik sangat besar buat modifikasi medan listrik awan2 di atas…
Klo Rommy rafael bisa turunkan hujan mungkin dia tau juga cara mengusir hujan.. siapa tau misteri ini bisa dibuka..
salam JakartaBaru
Stuju dengan Future diatas. bukan alam yang menyesuaikan dg kebutuhan kita, tapi kitalah yang WAJIB MENAKLUKAN HUJAN. Dimana2 hujan itu selalu dianggap PEMBAWA BERKAT. tapi bila hujan jadi datang bencana, maka kita lah yang wajib melakukan sesuatu agar hujan itu jadi hujan berkat bukan becana. caranya ? sumur resapan di tiap2 rumah (jangan diplester / conblok abis), semacam waduk sehingga air hujan yang turun bisa ditampung. saat kemarau, air itu dapat menolong warga. sama halnya dengan bank sampah & warga diminta memisahkan yang masih bisa didaur ulang dengan yang tidak. sayang uangnya untuk beli alat canggih itu tapi setahun dua tahun kemudian sudah keluar yang jauh lebih canggih lagi. Back to nature saja pak ! ๐
Newsticker metrotipi heri ini 15/01:
Pemprov DKI Jakarta akan FOKUS utk menormmalisasi kali2/sungai2 besar yg berpotensi banjir. (segerakah?)
—
Note:
“Normalisasi” Sungai/Kali = Mengembalikan fungsi sungai spt asal. Jika dulu lebarnya bisa 40 meter dan skrg cuman tinggal 8 meter gara2 bangli2 (bangunan2 liar) maka akan dibongkar bangli2 tsb (halusnya: direlokasi) dan dibangun tanggul (wajib, apalagi di lokasi2 yg sering terendam banjir) di sisi sungai agar:
…..
1. manjaga lebar sungai kembali menjadi 40 meter spt dulu, dan tetap spt itu. dgn adanya tanggul yg berpagar (duri?) yg berfungsi spt dinding tinggi penghalang juga mencegah kembalinya bangli2 yg tak bertanggungjawab dibangun kembali di tempat semula (biasanya ‘ngusir’nya susah kan? lebih mudah/baik mencegah dulu). cctv mungkin bisa dipasang di tanggul utk mengawasi ketinggian air dan aktivitas sekitar (jika ada yg mencoba menerobos masuk dan membuat bangli2 kembali).
Adanya spek tanggul ini (sbg alat kontrol ‘banjir dadakan’/stormflood utama, terutama yg asalnya dari ‘banjir kiriman’) juga otomatis mewajibkan bangli2 ini direlokasi/dibongkar krn tempat tsb akan dibangun pondasi tanggul dan dinding tingginya yg kuat.
…..
2. mencegah terjadinya luapan banjir air kemana2 jika debit air meningkat drastis dlm waktu singkat akibat hujan setempat dan banjir ‘hujan’ kiriman (stormrain + stormflood).
—–
Kalau ini dilaksanakan dgn baik (diawasi pelaksanaannya dgn seksama, shg tidak sekalian dikorup dananya ditengah jalan) dan segera maka hasilnya akan lebih terjamin.
Selain bisa dilaksanakan scr bertahap shg selain bisa lebih cepat, juga tak harus makan dana besar sekali utk DP, dan tiap segment yg terbangun sudah bisa menunjukkan potensinya ketika sudah jadi.
Jumlah pompa2 sedot yg disediakan cukup utk keadaan darurat/jaga2 bisa dipakai jika keadaan darurat terjadi spt water overflow melebihi tanggul (yg jika sudah diperkirakan dgn baik, lewat hitung2an model matematis dan statistik data2 kejadian sblmnya, utk keadaan luar biasa sptnya sulit utk melewati bibir tanggul, tapi tak apa sedia payung sblm hujan kan?)
Tapi tolong mbok yg serius kalo nyediain pompa sedotnya ya lain kali? jangan sampai spt yg terlihat di tipi hari ini, koq bisa2nya ujung buwangan pompa pendek banget, shg sulit utk melewati tanggul dan beberapa air buwangan jatuh kembali ke lokasi asal aliyas berfungsi tidak maksimal/efektif.
Mendingan dipasang permanen pipa2 buwangan di bibir tanggul di lokasi2 yg berpotensi tinggi terendam banjir (soalnya kan sudah terukur kebutuhannya sbrapa panjang di tekape, 1-2 per tekape cukup lah), bisa utk buwangan air yg utama ke seblah tanggul menuju kali, selain utk jaga2 kalau pompa2 sedot darurat yg dibawa/disediakan tiba2 kurang panjang lagi pipa buwangannya.
(daripada nanti dikatain “pompa sedot cacad!” padahal cuma kurang panjang aja pipa buwangannya, “gara2 nila setitik rusak susu sebelanga”).
—–
Mengenai topik berita diatas:
“Diakui Isman, BPPT memiliki dua unit alat dengan biaya pembuatan per-unitnya sekitar Rp 20 miliar tersebut. Alat itu sebelumnya juga pernah dipasang di Stadion Jaka Baring pada gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) 2011.”
Ane gak liat disebut2 tingkat keberhasilan alat2 canggih yg berharga puluhan milyar per unitnya tsb, termasuk yg disebutkan lokasi terakhirnya – bisa 100% kah? atau cuma kebetulan saja krn cuaca tidak bisa diprediksi 100% juga. bisa aja terlihat awan gelap berendeng di atas kepala tapi cuma numpang lewat ngasih rintik2 kecil dan tidak jadi hujan besar – dan ini pernah ane alemin sendiri – shg bikin keki ajeh dah cape2 pasang jas ujan ribet kayak obiwan malah gak jadi ujan!
…..
“Isman menjelaskan, alat tersebut bekerja sebagai radar yang mampu โmengendusโ potensi hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Setelah diketahui adanya potensi hujan tinggi, maka BPPT akan segera melakukan stimuli dengan teknik liquid, flare, atau powder, guna memecah hujan tersebut.
โHujan dengan intensitas tinggi akan kita turunkan di laut, atau di balik gunung. Tapi kalau awan hitamnya sudah masuk ke Jakarta, maka awannya kita pecah supaya tidak turun di satu titik saja,โ kata Isman, ”
Mengendus potensi hujan?
Bukannya ini tugas BMG sehari2?
mungkin pak Isman berlebihan dlm beriklan, krn sepanjang yg saya tahu, bahkan di film dokumenter yg pernah mengangkat tema ‘pengendalian hujan’ ini, tugas2 ‘pengendusan’ tetap di BMG/weather station, dan mereka yg akan mengirimkan data2 ke biro2 bersangkutan spt biro pengendalian hujan ini. biro ini yg akan mengatur dimana atau mulai dari mana utk menerapkan solusi2nya, spt teknik2 modifikasi awan yg dia sebutkan di quote tsb (flare, liquid, powder). Ane bukan ahli BMG ato modifikator cuaca, tapi ane coba scr amatiran tapi berbasis dasar2 sains.fisika menduga teknik2 yg dipakai mereka/alat2 ini.
Teknik powder: ini yg paling sering dilakukan saat ini, cuma pakai roket sbg medium pembawa bubuk ‘kondenser’ ini. Gunanya bubuk ini berfungsi sbg calon inti2/nukleida pembentuk kondensasi air hujan shg mudah terbentuk dgn cepat jika ditebar diatas awan (biasanya pakai pesawat utk proses penebaran bubuk ini) yg jadi target agar jadi hujan.
Tapi bisa jadi ‘powder’ ini justru berisi bahan2 kimia pencegah terjadinya kondensasi, bisa dgn cara memecah komponen air/H2O jadi gas H2 dan O2, atau dgn cara lainnya. ente musti tanya dulu ama yg bikin krn bukan ane nyang bikin ‘alat’ ituh ๐
Teknik flare: sptnya menggunakan titik2 panas utk mencegah terjadinya kondensasi/pengembunan uap air lebih lanjut, entah bisa lewat peluncuran roket ke awan/langit dan pas di awan pecah jadi titik2 flare (spt yg sering kita lihat di film2 “air combat dogfight” itu utk mengecoh rudal ‘cari-panas’ lawan) utk memanaskan titik2 air shg terevaporasi/gagal mengembun kembali atau cukup di lokasi penempatan (ane gak tau tingkat keberhasilannya, tapi sptnya paling tinggi kegagalannya kecuali ada kebakaran hebat di lokasi mungkin bisa sedikit lebih sukses).
Teknik liquid: yg ini ane kurang tau, tapi mungkin sptnya justru memaksa awan agar mendingin lebih cepat shg uap air lebih cepat mengembun dan hujan (di lokasi yg diinginkan), atau mungkin berisi bahan2 kimia tertentu utk menghalangi pengembunan atau mengurai air/H2O shg tdk menjadi air.
…..
kalau alat2 canggih tsb bekerja otomatis (shg benar, ikut mengendus potensi hujan) maka skrn ane tanya, berapa error ratenya, terutama yg terakhir dipasang di stadion ikut dimasukkan. jangan sampai di suatu hari gak ada potensi ujan tapi sedikit mendung (dan memang tak berpotensi hujan spt BMG perkirakan) tau2 roket2 modifikator awan meluncur ke atas langit, buwang2 duwit lagi!
karena kita tak tahu berapa harga sebuah ‘peluru’ awan ini (consumables cost), jangan sampai spt kasus beli motor 2-tak ato 4-tak, emang murah dan kenceng sih model mesin 2-tak ini tapi mentennya gak tahan bo! butuh beli terus2an oli samping/campur (yg oli mesin tetep wajib ada), makan bensin gila2an, brisix banget kena tegor atu perumahan, polusi asep gila2an klo salah setel mesin dikit aje (dah liat kasus bajaj/bemo kan?) – masih untung blon jadi barang terlarang mesin 2-tak ini di republik ini.
makanya kita kudu harus tau dulu, beli boleh kliatan murah harga ‘mesin’-nye tapi harga maintainnya/bensinnya/olinya/dst brapa gede bo? ini yg sering ga diomongin ama sales/penjuwal yg mo buru2 ngelakuin barang2 dagangannye.
printer HP (gara2 orang sableng, skrn ane kudu nyebut printer dulu, krn kalu ane sebut “HP” aje ntar dikira ponsel, ntar ane kena ditanyain lagi deh dgn bodonye: “henfon mane pake tinta/toner brow?” :D) tanpa tinta/toner kan sama aja bodong! biyarpun merknya canggih punya.
—–
melihat komentar2 disini yg sptnya tak tahu ada alat ini atau spek detailnya shg jelas alat apa yg dimaksud, atau berupa sebuah sistem kah shg terdiri dari berbagai macam alat pendukung, bukan cuma satu spt yg dikira. mau dipasang tepatnya dimanakah, ketinggian apakah shg perlu stadion atau monas sbg lokasi penempatannya (lokasi tinggi, jadi mirip spt dugaan ane: roket2 peluncur menuju awan).
ini opsi yg lumayan baik tapi mungkin perlu dikaji dulu keefektifitasnya, kmd baru tingkat efisiensinya. buka dulu ke warga/publik shg jelas uang mereka tak terbuwang percuma digelontorkan ke ‘alat’/’sistem pengendali hujan’ ini.
jangan terburu nafsu krn lagi strezz berat ngadepin masalah banjir ini.
—
“Waste no thing, please..”
Kalo ane jadi Gubernur, ane tetep fokus+stick ame normalisasi kali/sungai dulu, yg lebih terjamin dan terprediksi tingkat keberhasilannya (dan kegagalannya, spt yg terjadi di sungai2 besar lainnya di wilayah RI, spt di Bengawan Solo baru2 ini, tanpa tanggul yg sudah wajib ada, maka langsung kelelep wilayah2 yg emang sering kebanjiran tiap musim ujan itu – padahal katanya mas BS udah dikeruk pake teknologi sedot lumpur WC canggih yg ditawarkan ke pemda DKI tapi ga ngaruh tuh tanpa tanggul yg wajib diperlukan – tinggi tanggul langsung keliatan semua orang apalagi pake pager berduri penghalang orang masuk kelas militer, tapi dalem kerukan ga semua orang tau brow! ngerti kan maksudnya? :)).
—
@buchebp: jangan kburu nepsong dulu, itu jelas teknologi luwar brow! (powder/flare/liquid? knapa bukan pake istilah lokal spt yg sering TELKOM lakukan pd produk2 layanannya padahal teknologi luwar juga yg sudah punya sebutan/nama sendiri yg sudah populer scr global) tapi ga ada salahnya kita terapkan juga disini.
sama spt teknologi sebar ato tebar ‘pupuk’/bubuk di atas awan agar cepet jadi ujan yg dah lama dilakonin di seluruh dunia, adalah produk tekno/ide luar juga…
kita dah sering niru/impor barang2 haitek luwar negri, dan ga ada salahnya kita pakai dan modif sesuai kebutuhan kita kan?
kalo emang ASLI 100% produk kita, ga usah ente sebut, yg ngiklanin di atas dah pasti bacod duluan ๐ – gak kayak dulu, skrg kita kudu nanggung beban malu besar bos klo ge-er duluan padahal cuman hasil modif produk luwar (krn kita emang terbiasa modif barang jadi bukan bikin dari nol/awal), ini krn efek ‘gosip+cemoohan’ di media sosial yg sangat cepat dan luas utamanya, ga perlu nunggu kelamaan terbit jurnal sains/teknik mingguan ‘nyindir’ dulu.
sebelum membangun deep tunnel kan bisa dimanfaatkan dulu pompa supernya dulu, bikin pintu-pintu air di muara-muara sungai, bila air laut naik, tutup pintu airnya aktipkan pompa super nya untuk mengalirkan air sungai nya kelaut….
yang praktis-praktis aja dulu…
pompa2 zuper, bro hattori? LOL
yg di waduk pluit juga pake pompa2 zuper dan ane liat brita kemaren2 di tipi, kena sumbat sampah lagi, butuh tambahan pompa zuper lagi agar optimal. Mungkin pak JoW belum liat semua opsi dan keadaan di lapangan shg gak nyadar kita kekurangan sekali pompa2 sedot ini,terutama yg ukuran sedang/kecil agar bisa portabel/mobile dan lebih murah.
spt ente bilang sendiri yg kurang-lebih sama spt ane saranin juga intinya, kerjain yg praktis2 aja dulu… yg mudah diprediksi tingkat kesuksesannya, mudah didanai krn bisa scr bertahap dulu, bisa langsung dilihat hasilnya per segment yg selesai dikerjakan, dst.
—
tuh kasih buruan pompa2 sedot klas biasa (non zuper yg jauh lebih murah) di wilayah2 luapan banjir deket kali, baru ane yakin mampu modalin Deep Tunnel.
yg kecil aje gak sanggup nyediain apelagi nyang mega proyek raksasa…
warga yg dari Petamburan masuk tipi rada kesel gak diperhatiin/dianaktirikan pak JoW, minta pompa sedotnya banyakan biyar cepet surut banjirnye, eh sekarang kburu tenggelem lagi blon sempet abis kesedot (itu aja pompa sedot yg dikasih pipa/selang buangannnya kurang panjang utk ngelewatin tanggul Banjir Kanal, jadi gak efektif, sebagian balik lagi ke asal).
Coba waktu Des 2012 diterusin lagi proyek tanggulnya spt yg diminta warga dgn hormat dan sangat, dah ada yg bisa distop dulu wilayah yg sering kebanjiran.
dah ga salah ane bilang, terusin proyek TaZWaDu.Darurat aliyas proyek Tanggulisasi Sungai Besar atawa Normalisasi Kali/Sungai Besar (istilah Jokowi) – lebih terjamin (dah banyak yg dah bikin) dan lebih terprediksi tingkat kesuksesan/kegagalannya, serta bisa bertahap fungsionalisasinya gak perlu nunggu 100% selesai dulu baru bisa ngerasain.
Cuman yg sering jadi masalah, warga2 yg di bantaran kali sering ga mau dipindah/relokasi (ego gituh) dgn alasan klise/standar (apa gak bisa pemda relokasi dgn syarat? cuma warga resmi yg punya sertifikat baru diganti hak tanahnya, laennya yg liar ya paksa utk pindah supaya bisa cepat ditangani problem ini, kalo gak sampe kapan terus begini?).
ane jamin Deep Tunnel gak akan berguna ngatasin luapan 2 sungai besar di Timur dan Barat Jakarta ini yg notabene banjirnya krn dapet banjir kiriman dari Bogor/Banten.
yang jelas dan nyata, kemaren jakarta tenggelam, dan sekarang lebih tenggelam lagi.
dan ane barusan mancing di banjiran cawang, dah dapet ikan kakap 3 biji, lumayan!
tanpa perlu dikerjakan dulu proyeknya bro buch, kita dah punya garis pantai baru di cawang – dan kemungkinan permanen tiap taon klo ga dikerjakan segera proyek tanggulisasi plus pompa-sedotisasi (doh, ane kayak tukang terjemahin zinting ga ade kerjaan ajeh) kali2 besar ini yg sudah sering bangetz ane dan warga2 sekitar saranin, agar tahun depan gak kelelep lagi jakarte kek gini.
Bro Taz, ga mungkin mancingya dapat kakap paling cuma lele, wkwkwk
Alat modif cuaca pasti biaya operasionalnya mahal, cakupannya berapa km2
yang jelas2 dulu aja, kali sekertaris dan mokervart yang meluberi jl daan mogot bloman pernah “dikeruk” (yg pernah itu di obok2 doang), kapasitasnya paling berapa puluh persen doang…
Salam JakartaBaru
eehh ane beneran dapet kakap ga percaye ente? dapet 1 ikan kakap enelan ga sengaja keinjek ane (tapi pas keinjek kek lele jadinye, gepenk!), trus 2 kakap cantik2, lagi reportase brita tipi.. ๐ ane pura2 ciyus dengerin dia ngoceh trus deket2 bediri deket si mba biyar kedengeran ocehannya.. ga bau got loh, tetep wangi Chanel brow! Pantesan banyak yg deketin si mba2 reporter, termasuk ane… LOL
—
tentang “weather modifier”:
makanya ane sbg orang sains/teknik praktis (jadi gak pake pretensi politix apapun, murni data statistik), ane ambil jalan tengah aje, minta dibeberkan dulu ke publik tingkat efisiensinya dan efektifitasnya, apalagi kalo model ‘otomatis’ gitu, bisa ‘mengendus’ awan katanya – maka cumulative error rate alat tsb juga masuk parameter yg kita pertanyakan juga.
ya untungnya ente orang teknik juga, jadi bisa ikutan sensi ama ‘keanehan’ alat yg satu ini. apalagi proyek politix biasanya suka dimahal2in.
liat aja, 20 milyar per unit, ampir ga ada yg ributin ato kritis nanyain kek ane ato ente, tapi pa Dahlan experimen mobil listrik (yg nantinya utk kita2 juga untungnya, bebas polusi dan efisien/hemat energi) klas sport keluar DARI KANTONG PRIBADI, cuma 3 milyar, dah diributin kemane2, palagi pas test kena nubruk tebing ancur – langsung jadi bulan2an politix.
politix emang aneh! penuh penggembira dan pembenci, tapi minim orang2 kritis yg independen… makanya kalo topik2nya sekitar ribut/nyerang antar kubu itulah yg paling seru/rame! tanya kenape? LOL
OK, ANE DAH JELAS TENTANG APA ‘ALAT’ INI SEBENARNYA SEKARANG! (thanks metrotipi! :))
—
Bener spt prediksi ane yg cuma pake nalar hukum2 fisika dasar, ternyata ini sebuah sistem gabungan dari sensor dan eksekusi biasa, dan cuma radar alat yg paling modern di sistem ini, eksekusinya sesuai yg diterangkan kepala bppt di metrotipi (eh metrotipi, thanx ya atas liputannya, ane jadi jelas skrg spt apa sbenarnya ‘alat’ ini) kebanyakan yg disebut2 cuma cara jadul yaitu menebar garam (one of solutions with “powder” way) dgn pesawat (ane kirain pake roket, rada canggihan dikit gituh) yg melewati diatas awan hitam shg mempercepat terbentuknya titik2 air hujan dan hujan dgn segera. Padahal ane lebih tertarik dgn teknik flare dan liquid yg disebutkan juga di brita diatas, spt apa sih caranya, sama gak dgn yg ane prediksi, tapi gak dijelasin sayangnya.
Jadi sebenarnya yg dipasang di monas ato stadion itu cuma radar2nya saja toh, yg harganya milyaran ituh… kirain beneran dah full-matic kek robot android bisa mendeteksi dan eksekusi langsung di satu ‘alat’, eh ga taunya… tetep aja model jadul – deteksi oleh radar cuaca setempat dan/ato pantauan BMKG dan eksekusi oleh tim terpisah sesuai printah atasan. dan bukannya alat pemecah awan, pencegah hujan, atau modifikasi cuaca (salah judul tuuh, terlalu heboh, agan BPPT!) tapi cuma alat/sistem pemercepat hujan atau “antisipator hujan lebih cepat” lebih tepatnya – shg tidak hujan di lintasan yg dilaluinya nanti krn keburu habis (uap) aernya ditengah jalan.
—
Ini mah sama aja Sistem/Cara lama dgn Nama baru dan Harga baru (yg lebih mahal), LOL!
Penyakit kronis “seneng rename barang jadul” kita emang susah ilang, wkwkwk…
Yg laen malah sempet duga kirain pake sistem generator medan listrik dan magnet (elektromagnet) yg makan daya zuper besar utk memindahkan (teleportasi?) awan hujan scr harafiah yg tercanggih saat ini spt dirumorkan dan yg difilmkan itu (tapi ane eliminir segera potensi ini krn gak ada disebutin teknik eksekusi modifikasi cuaca yg berkenaaan dgn “listrik/magnet”).
Untuk alat itu,memang ada,dan sudah ada diciptakan oleh anak bangsa kita. Tapi tentang sistem kerjanya tidak seperti yang dipaparkan diatas.Kalau tim dari P. Ahok atau dari pihak manapun yang berkeinginan untuk mengetahui lebih lanjut bisa email saya. Dan ini murni teknologi!karena beberapa saat yang lalu ada pihak luar negeri yang ingin melisensikan dan menawar hak cipta alat ini, tapi kami tolak. Karena Tuhan menganugerahi manusia sebagai pemimpin di dunia ini, maka Tuhan menganugerahi kita kemampuan tuk berfikir.Jadi insya Allah itu terbukti.
-Salam-
Ya kalau bisa sih perbaiki jakarta nya pak. Tapi seperti nya susah karena struktur kota yang sudah sulit untuk menerima hujan di tambah egoisme orang yang gak mau di ajak kerjasama. Ya kenapa tidak dengan teknologi seperti ini, demi jakarta.