BTP Akui Masih Banyak Kekurangan Posyandu

8
118

Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama tak memungkiri, Posyandu yang tersebar di RT/RW di DKI Jakarta kurang memberikan pelayanan kepada warga yang memiliki bayi. Hal ini yang kemudian muncul kasus gizi buruk di masyarakat.

“Tapi kalau pelayanan kesehatannya baik, Posyandu balita baik. Kita bisa tidak ada gizi buruk,” ujar Basuki di Balai Kota, Rabu (27/2/2013).

Basuki atau akrab disapa Ahok ini menilai bahwa yang berwenang dan bertanggung jawab seharusnya lurah, yang mengepalai RT/RW.

Dalam rangka melakukan pembenahan pelayanan kesehatan, Ahok menyebutkan salah satunya melakukan lelang jabatan di tingkat lurah.

“Sehingga kenapa kami bilang, kami mau lelang lurah, ya karena itu,” ucap mantan Bupati Belitung Timur ini.

Diberitakan sebelumnya, balita penderita gizi buruk dan infeksi paru-paru, anak pasangan Suparjo Rustam (33) dan alm Soimah (45), meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Anak perempuan itu, meninggal tadi pagi, sekira pukul 09.00 WIB.

Berdasarkan data yang terhimpun, Hikmah Fitriatul Uyung, sudah berusia 15 bulan. Dia divonis menderita gizi buruk dan infeksi paru-paru, sejak Oktober 2012. Dia mendapatkan perawatan di RSCM sejak 12 Februari 2013.

Selama dua minggu dirawat, Hikmah mendapatkan perawatan yang tidak maksimal. Saat menjelang ajalnya, pihak rumah sakit hanya berdiam diri. Bahkan, mereka hanya terlihat menonton Hikmah saat merenggang nyawa.

“Saat kritis, dokter dan suster hanya berdiam diri,” kata Nora Efanaura (27), pengajar sukarela yang membantu Suparjo untuk perawatan Hikmah selama di Jakarta, kepada wartawan, di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Selasa (26/2/2013).

Nora mengatakan, saat pertama datang ke RSCM, pihak rumah sakit sudah mulai menunjukkan sikap tidak ramah dengan tidak langsung melayani. Mereka menelantarkan Hikmah yang saat itu tengah kritis.

Karena sang ayah, tidak memiliki KTP Jakarta, akhirnya Nora meminjam KTP dari Paman Hikmah agar dibuatkan KJS (Kartu Jakarta Sehat). Dia bahkan sempat berdebat panjang dengan pihak administrasi RSCM. Dengan diperolehnya KJS, Hikmah diizinkan masuk ke ruangan IGD.

“Setiap hari, Hikmah diberikan bantuan oksigen sebanyak dua liter permenit. Hikmah yang kesulitan bernapas, ditambahkan oksigen hingga delapan liter per menit. 10 hari kemudian, kondisi Hikmah tiba-tiba menurun,” terangnya.

Ternyata, sebab menurunnya kondisi Hikmah adalah, diturunkannya kadar oksigen yang didapatkan hikmah, dari delapan liter permenit menjadi saru liter permenit.

“Kadar oksigen yang diturunkan pihak rumah sakit kurang dari batas normal. Hingga Hikmah mengalami gagal napas dan meninggal dunia,” ungkapnya.[okezone.com]

Berita Terkait:

8 COMMENTS

  1. Pak Wagub,itu ortu Hikmah dipidanakan saja krna telah memperoleh KJS yg ekslusif utk warga DKI saja. Masukkan ke dalam daftar hitam saja itu ortu hikmah untuk tdk boleh tinggal & bekerja di jakarta. Juga paman hikmah yang dipakai KTP-nya utk urus KJS buat hikmah. ortu spt itu jahat sekali. sudah urus anak tdk becus. masih mau kibulin pemerintah DKI yg telah bkerja keras utk memfasilitasi warga DKI. itu namanya pencurian hak & pemalsuan data dg sengaja. Pidanakan saja pak atau suruh si ortu mohon belas kasihan kpd pemerintah pusat & Presiden. orang seperti itu cuman benalu & parasit buat Jakarta 🙂

    • Jangan gitu la, Grace. Mereka kan orang tidak mampu. Kesian dong tu, masa kadar oksigen aja dikurangin sampe anaknya meninggal. Orang tua manapun, kalau kepepet, pasti ya melakukan apa aja demi anaknya, termasuk memalsukan data.

  2. Komentarnya grace betul harus tegas sekarang untuk orang jakarta Saja. Masih kurang Tempat Tapi. Dalam penanggannya. Harus di tolong. Lah kasihan Kalau dia mampu gaakan pake ktp pamannya

  3. Sumbang saran bung sak, semoga bs disampaikan ke pak ahok.

    Di Yogya (lingkungan saya tinggal), kegiatan Posyandu diadakan disetiap RW, bukan kelurahan. Dibagi 2, balita dan lansia. Pekerjanya adalah ibu2 PKK #satu hal yg beda bgt dgn jakarta adlh kinerja ibu2 pkk yg bs dibilang klo di jakarta “ga ada kerjaan”, bahkan ketika saya cerita ke tmn saya yg tinggal di jkt klo saya ikut arisan pkk yg ada saya jd bahan tertawaan (emang ada yg aneh ya dgn ibu2 pkk?)#
    Posyandu dilakukan rutin setiap bulan, iuran sukarela bulanan, 2rb/anak dan 1rb/lansia (minimal). Sangat murah dan tdk memberatkan pastinya. Warga tamu (bukan penduduk jg bisa dtg) ga perlu ktp2an, utk kesehatan kenapa jg pilih2, semuanya dilayani.
    Pelayanan utk balita meliputi penimbangan brt bdn, tinggi bdn, pengukuran lingkar kepala dll, serta dibekali makanan (nasi, lauk, sayur dan buah) utk pulangnya. 2x setahun pembagian kapsul vit A gratis. Utk lansia meliputi penimbangan bb, ukur tensi dan dibekali makanan jg utk pulang.
    Secara periodik, tim dokter dari puskesmas kecamatan akan berkunjung utk pemeriksaan lbh lengkap dan penyuluhan.
    Jadi semuanya bekerja. Mulai dari tingkat RT sampai ke RW.*jd klo ada kasus gizi buruk pasti ketahuan*.

    Meskipun lurahnya ga pernah nongol..tp aktivitas posyandu terus berjalan, jd ga hanya bergantung kpd lurah yg sbnrnya kerjaannya jg udah banyak # tp kalah banyak dgn p’ahok 🙂 #

    Dan jeleknya kebanyakan pemimpin2 kita ini..merasa malu untuk menjadi peniru meskipun yg ditiru adalah yg baik. Contohnya (maaf, klo sedikit keluar dr topik) wagub jabar ga mau dibilang niru jokowi blusukan. Pdhl yg dilakukan pak jokowi itu kan hal yg baik..ditiru jg gpp aja kan sbnrnya.
    Studi banding;ah dari daerah2 tetangga yg udah oke, ga mesti lintas benua. tp ga cuma study doang..yg penting kan penerapan

    Tp ya..klo lurahnya emang bener2 ga bs bekerja dgn baik..copot aja pak.
    Tp juga musti diliat, urusan gizi buruk kan bukan kerjaan lurah semata..kemana pak RT nya? Yg notabene lbh mengenal warganya dibanding lurah, mustinya tau dan laporan klo warganya ada yg gizi buruk. Kemana RW nya? Dan orang tuanya udah ngelakuin apa? Masa anak udah kritis baru sibuk nyari pengobatan..selama ini kemana?? Toh mereka hidup di jkt, bukan didaerah minus spt pelosok NTT sana. Kalo udah begitu rumah sakit dan pekerjanya yg jd sorotan lg seakan2 dokter dan tenaga medis lainnya ga punya hati nurani.

    penyakit kronis bangsa ini, yg merasa bangga menjadi orang yg ga mampu, yg merasa sah2 aja meminta hak krn kemiskinan.

    dear pak ahok, tdk salah anda menindak pejawab bawahan anda yg tdk becus bekerja, tp alangkah baiknya pendidikan masyarakat juga ditingkatkan. anaknya usia 1thn 3bln. menderita gizi buruk. gizi buruk itu bukan penyakit yg datangnya tiba2. dan mengatasinya juga bukan ngasi oksigen trus sembuh. selama si anak dikandungan, pernahkah orang tuanya periksa? setelah dilahirkan pernahkah si anak kontrol rutin? usia anaknya 1thn 3 bulan, dirawat di rscm baru 2 minggu, sebelumnya kemana?
    benar posyandu harus dibenahi, tp kalau orangtua2 juga tidak aware thdp kesehatan anaknya sendiri, mau lurahnya digonta ganti seribu kali juga percuma.

    • Jempol atas masukan dan saya support full dgn yg disampaikan Sari.
      Itulah peliknya permasalahan di DKI. Dimana dan bagaimana menegakkan keadilan sosial, namun disisi lainnya, kemanusiaan yg beradab.

      Bahkan di komen2 teman2 diatas sebelumnya sedang memperdebatkan hal ini. Secara keadilan, kurang tepat warga non Dki bisa menggunakan KJS yg bukan miliknya. Tidak adil dengan warga miskin dki lainnya. Dilain pihak, apabila hal yg sama terjadi kepada kita, anak kita, adik kita, sodara kita…apakah kita tidak mungki melakukan hal yg sama? Dengan mencari 1000jalan untuk menolong anak sendiri?? Tidak perlu naif, apabila kejadian yg sama menimpa kita sendiri, saya yakin kita tidak lebih adil dari ibu tersebut.

      Dilemma dari pak Jokowi dan Ko Ahok adalah, betapa besarnya harapan masyarakat untuk memenuhi secara sempurna ,semua program2 yg telah dimulai oleh mereka. Ko Ahok selalu menggaris bawahi Keadilan Sosial. Sistem telah dimulai, langkah2 terus disempurnakan, dan kita semua ikut memantau, mengingatkan, mengkritisi dan tentu saja belajar dari pengalaman2 beliau, dalam menyelesaikan masalah 2 Dki yg buju buneeee kompleksnya. Doa dan turut berduka atas kepergian sang anak. Semoga dikuatkan hati sang ibu dan keluarga.

  4. yg bertanggung jawab RW, Lurah dan Camat dimana anak itu tinggal, proses hukum orang tua nya yg menelantarkan anak…

    ini paman nya secara hukum juga sudah merusak sistem KJS, suruh kerja sosial paksa, nyapu Monas 30 hari, atau cambuk 5x, boleh pilih….

    terapkan mata hukum secara adil, baik kaya maupun miskin, ini pilihan….

    mau sistem amburadul terus, atau warga DKI Jakarta akan taat dan disiplin tinggi…

  5. Sebagai warga Indonesia khususnya warga NU haruslah mengetahui sejarah Bangsa ini. Bagaimana NU dalam peranannya yang begitu besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, mempertahankan keutuhan NKRI dan bagaimana latar belakang lahirnya ormas terbesar di dunia Nahdlatul Ulama (NU) ini lahir. Silakan disimak dan dihayati mudah-mudahan menjadi pijakan bagi kita untuk lebih menghargai jasa-jasa para Pahlawan.

    Ada tiga alasan yang melatarbelakangi lahirnya Nahdlatul Ulama 31 Januari 1926:

    1. Motif Agama.

    Bahwa Nahdlatul Ulama lahir atas semangat menegakkan dan mempertahankan Agama Allah di Nusantara, meneruskan perjuangan Wali Songo. Terlebih Belanda-Portugal tidak hanya menjajah Nusantara, tapi juga menyebarkan agama Kristen-Katolik dengan sangat gencarnya. Mereka membawa para misionaris-misionaris Kristiani ke berbagai wilayah.

    2. Motif Nasionalisme.

    NU lahir karena niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni Kebangkitan Para Ulama. NU pimpinan Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari sangat nasionalis. Sebelum RI merdeka, para pemuda di berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya. Tapi, kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis.

    Pada 1924, para pemuda pesantren mendirikan Syubbanul Wathon (Pemuda Tanah Air). Organisasi pemuda itu kemudian menjadi Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) yang salah satu tokohnya adalah pemuda gagah, Muhammad Yusuf (KH. M. Yusuf Hasyim -Pak Ud).

    Selain itu dari rahim NU lahir lasykar-lasykar perjuangan fisik, di kalangan pemuda muncul lasykar-lasykar Hizbullah (Tentara Allah) dengan panglimanya KH. Zainul Arifin seorang pemuda kelahiran Barus Sumatra Utara 1909, dan di kalangan orang tua Sabilillah (Jalan menuju Allah) yang di komandoi KH. Masykur.

    Sejarah mencatat, meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, 53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris mencaplok kedaulatan RI. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby, Panglima Brigade ke-49 (India). Penjajah Belanda yang sudah hengkang pun membonceng tentara sekutu itu.

    Praktis, Surabaya genting. Untung, sebelum NICA datang, Soekarno sempat mengirim utusan menghadap Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Melalui utusannya, Soekarno bertanya kepada Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari: “Apakah hukumnya membela tanah air? Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela al-Qur’an. Sekali lagi, membela tanah air?”

    Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat. Dia memerintahkan KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, dan para Kiyai lain untuk mengumpulkan para Kiyai se-Jawa dan Madura. Para Kiyai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Hasbullah pada 22 Oktober 1945.

    Pada 23 Oktober 1945, Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari atas nama Pengurus Besar NU mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad.

    Ada tiga poin penting dalam Resolusi Jihad itu:
    a) Pertama, setiap muslim – tua, muda, dan miskin sekalipun- wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia.
    b) Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada.
    c) Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati.

    Jadi, umat Islam wajib hukumnya membela tanah air. Bahkan, haram hukumnya mundur ketika kita berhadapan dengan penjajah dalam radius 94 km (jarak ini disesuaikan dengan dibolehkannya Qashar Shalat). Di luar radius itu dianggap fardhu kifayah (kewajiban kolektif, bukan fardhu ‘ain, kewajiban individu).

    Fatwa jihad yang ditulis dengan huruf pegon itu kemudian digelorakan Bung Tomo lewat radio. Keruan saja, warga Surabaya dan masyarakat Jawa Timur yang keberagamaannya kuat dan mayoritas NU merasa terbakar semangatnya. Ribuan Kiyai dan santri dari berbagai daerah -seperti ditulis M.C. Ricklefs (1991), mengalir ke Surabaya.

    Meletuslah peristiwa 10 November 1945 yang dikenang sebagai hari pahlawan. Para Kiyai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non regular Sabilillah yang dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hizbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para Kiyai sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Perang tak terelakkan sampai akhirnya Brigadir Jenderal Mallaby tewas.

    3. Motif Mempertahankan Faham Ahlussunnah wal Jama’ah.

    NU lahir untuk membentengi umat Islam khususnya di Indonesia agar tetap teguh pada ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Para Pengikut Sunnah Nabi, Sahabat dan Ulama Salaf Pengikut Nabi-Sahabat), sehingga tidak tergiur dengan ajaran-ajaran baru (tidak dikenal zaman Rasul-Sahabat-Salafus Shaleh/ajaran ahli bid’ah). Pembawa ajaran-ajaran bid’ah yang sesat (bid’ah madzmumah) menurut ulama Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sebagai berikut:

    a) Kaum Khawarij dengan imam/pemimpinnya Abdullah bin Abdul Wahab ar-Rasabi yang muncul di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Ra. yang berpendapat bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, sehingga ciri khas mereka mudah menuduh orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan ajarannya sebagai kafir. Bahkan sahabat Ali bin Abi Thalib Ra. pun dicap kafir karena dianggap berdosa besar mau menerima tawaran tahkim/perdamaian yang diajukan oleh pemberontak Muawiyyah Ra.

    b) Kaum Syi’ah, lebih-lebih setelah munculnya sekte syi’ah Rafidhah dan Ghulat. Tokoh pendiri Syi’ah adalah Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dan menyebarkan ajaran Wishoya, bahwa kepemimpinan setelah Nabi adalah lewat wasiat Nabi Saw. Dan yang mendapatkan wasiat adalah Ali bin Abi Thalib Ra. Dan Abu Bakar, Umar dan Utsman termasuk perampok jabatan.

    c) Aliran Mu’tazilah yang didirikan oleh seorang tabi’in yang bernama Wasil bin Atho’, ciri ajaran ini adalah menafsirkan al-Qur’an dan kebenaran agama ukurannya adalah akal manusia, bahkan mereka berpendapat demi sebuah keadilan Allah harus menciptakan al-manzilah baina al-manzilataini, yakni satu tempat di antara surga dan neraka sebagai tempat bagi orang-orang gila.

    d) Faham Qodariyyah yang pendirinya adalah Ma’bad al-Juhaini dan Ghailan ad-Dimasyqi keduanya murid Wasil bin Atho’ dan keduanya dijatuhi hukuman mati oleh Gubernur Irak dan Damaskus karena menyebarkan ajaran sesat (bid’ah), ciri ajarannya adalah manusia berkuasa penuh atas dunia ini, karena tugas Allah telah selesai dengan diciptakannya dunia, dan bertugas lagi nanti ketika kiamat datang.

    e) Aliran Mujassimah atau kaum Hasyawiyyah ciri aliran ini menjasmanikan Allah (menyerupakan Allah dengan makhluk) yang diawali dengan menafsirkan al-Qur’an secara lafdziy dan tidak menerima ta’wil, sehingga sehingga mengartikan yadullah adalah Tangan Allah. (Lihat Ibnu Hajar al-‘Asqolani dalam Fath al-Baari Juz XX hal. 494). Bahkan mereka sanggup mengatakan, bahwa pada suatu ketika, kedua mata Allah kesedihan, lalu para malaikat datang menemuiNya dan Dia (Allah) menangisi (kesedihan) berakibat banjir Nabi Nuh As. sehingga mataNya menjadi merah, dan ‘Arsy meratap hiba seperti suara pelana baru dan bahwa Dia melampaui ‘Arsy dalam keadaan melebihi empat jari di segenap sudut. (Lihat asy-Syahrastani dalam al-Milal wa an-Nihal, hal. 141).

    f) Ajaran-ajaran Para Pembaharu Agama Islam (Mujaddid) yang dimulai dari Ibnu Taimiyyah (661-728 H / 1263-1328 M atau abad ke 7 – 8 H / 13 – 14 M yakni 700 tahun setelah Nabi Saw. wafat atau 500 tahun dari masa Imam asy-Syafi’i). Beliau mengaku penganut madzhab Hanbali, tapi anehnya beliau justru menjadi orang pertama yang menentang sistem madzhab. Pemikirannya lalu dilanjutkan muridnya Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah. Aliran ini kemudian dikenal dengan nama aliran salafi-salafiyah yang mengaku memurnikan ajaran kembali ke al-Qur’an dan Hadits, tetapi di sisi lain mereka justru mengingkari banyak hadits-hadits Shahih (inkarus sunnah). Mereka ingin memberantas bid’ah tetapi pemahaman tentang bid’ahnya melenceng dari makna bid’ah yang dikehendaki Rasulullah Saw., yang dipahami oleh para sahabat dan para ulama salaf Ahlussunnah wal Jama’ah.

    Mereka juga membangkitkan kembali penafsiran al-Qur’an-Sunnah secara lafdziy. Golongan Salafi ini percaya bahwa al-Qur’an dan Sunnah hanya bisa diartikan secara tekstual (apa adanya teks) atau literal dan tidak ada arti majazi atau kiasan di dalamnya. Pada kenyataannya terdapat ayat al-Qur’an yang mempunyai arti harfiah dan ada juga yang mempunyai arti majazi, yang mana kata-kata Allah Swt. harus diartikan sesuai dengannya. Jika kita tidak dapat membedakan di antara keduanya maka kita akan menjumpai beberapa kontradiksi yang timbul di dalam Al-Qur’an. Maka dari itu sangatlah penting untuk memahami masalah tersebut.

    Dengan adanya keyakinan bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an dan Sunnah hanya memiliki makna secara tekstual atau literal dan jauh dari makna majazi atau kiasan ini, maka akibatnya mereka memberi sifat secara fisik kepada Allah Swt. (umpama Dia Swt. mempunyai tangan, kaki, mata dan lain-lain seperti makhlukNya). Mereka juga mengatakan terdapat kursi yang sangat besar (‘Arsy) dimana Allah Swt. duduk (sehingga Dia membutuhkan ruangan atau tempat untuk duduk) di atasnya. Terdapat banyak masalah lainnya yang diartikan secara tekstual. Hal ini telah membuat banyak fitnah di antara ummat Islam, dan inilah yang paling pokok dari mereka yang membuat berbeda dari madzhab yang lain. Salafisme ini hanya berjalan atas tiga komposisi yaitu; Syirik, Bid’ah dan Haram. (Penjelasan rincinya akan dibahas kemudian).

    Munculnya Muhammad bin Abdul Wahab di abad ke 12 H / 18 M, seorang pembaharu agama (mujaddid) yang lahir di Ayibah lembah Najed (1115-1201 H/ 1703-1787 M) yang mengaku sebagai penerus ajaran Salafi Ibnu Taimiyyah dan kemudian mendirikan madzhab Wahabi-Wahabiyyah. Ia pun mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah karena meneruskan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal yang diterjemahkan oleh Ibnu Taimiyyah, tapi sebagaimana pendahulunya, Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya pun layaknya kaum Khawarij yang mudah mengkafirkan para ulama yang tidak sejalan dengan dia, bahkan sesama madzhab Hanbali pun ia mengkafirkanya.

    Di sini, kita akan mengemukakan beberapa pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap beberapa tokoh ulama Ahlussunnah yang tidak sejalan dengan pemikiran sektenya:

    • Dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Syeikh Sulaiman bin Sahim –seorang tokoh madzhab Hanbali pada zamannya– Ia (Muhamad Abdul Wahhab) menuliskan: “Aku mengingatkan kepadamu bahwa engkau bersama ayahmu telah dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik dan kemunafikan! Engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah berbuat permusuhan terhadap agama ini! Engkau adalah seorang penentang yang sesat di atas keilmuan. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap Islam. Kitab kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian!” (Lihat dalam ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 31).

    • Dalam sebuah surat yang dilayangkan untuk Ibnu Isa –yang telah melakukan argumentasi terhadap pemikirannya –Muhammad Abdul Wahhab menvonis sesat para pakar fikih (fuqoha) secara keseluruhan. Ia (Muhamad Abdul Wahhab) menyatakan: (Firman Allah); “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah”. Rasul dan para imam setelahnya telah mengartikannya sebagai ‘Fikih’ dan itu yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai perbuatan syirik. Mempelajari hal tadi masuk kategori menuhankan hal-hal lain selain Allah. Aku tidak melihat terdapat perbedaan pendapat para ahli tafsir dalam masalah ini.” (Lihat dalam ad-Durar as-Saniyah jilid 2 hal. 59).

    • Berkaitan dengan Imam Fakhrur Razi –pengarang kitab Tafsir al-Kabir, yang bermadzhab Syafi’i Asy’ary– ia (Muhamad Abdul Wahhab) mengatakan: “Sesungguhnya Razi tersebut telah mengarang sebuah kitab yang membenarkan para penyembah bintang.” (Lihat dalam ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 355). Betapa kedangkalan ilmu Muhamad bin Abdul Wahhab terhadap karya Imam Fakhrur Razi. Padahal dalam karya tersebut, Imam Fakhrur Razi menjelaskan tentang beberapa hal yang menjelaskan fungsi gugusan bintang dalam kaitannya dengan fenomena yang berada di bumi, termasuk berkaitan dengan bidang pertanian. Namun Muhammad bin Abdul Wahhab dengan keterbatasan ilmu terhadap ilmu perbintangan telah menvonisnya dengan julukan yang tidak layak, tanpa didasari ilmu yang cukup.

    Dari berbagai pernyataan di atas maka jangan kita heran jika Muhammad bin Abdul Wahhab pun mengkafirkan –serta diikuti oleh para pengikutnya (Wahhabi)– para pakar teologi (mutakallimin) Ahlusunnah secara keseluruhan (Lihat dalam ad-Durar as-Saniyah jilid 1 hal. 53), bahkan ia (Muhamad Abdul Wahhab) mengaku-ngaku bahwa kesesatan para pakar teologi tadi merupakan konsensus (ijma’) para ulama dengan mencatut nama para ulama seperti adz-Dzahabi, Imam Daruquthni dan al-Baihaqi.

    Tokoh Pembaharu Agama (mujaddid) lain penerus faham salafi Ibnu Taimiyyah adalah muncul pada abad ke 19 di Afghanistan yang bernama Jamaluddin al-Afghani (1838-1898). Ajarannya diteruskan oleh muridnya dari Mesir di abad ke 19 – 20 M yang bernama Muhammad Abduh (1949-1905). Pemikiran Muhammad Abduh menyebar ke berbagai penjuru dunia lewat tulisannya yang dimuat dalam majalah al-Manar. Setelah beliau wafat pada tahun 1905, majalah al-Manar diteruskan oleh muridnya yang bernama Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935). Kumpulan tulisan Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridla ini kemudian dibukukan menjadi Tafsir al-Manar.

    Dalam perkembangannya aliran Salafi-Wahabi pun terpecah dalam banyak faksi (kelompok) dengan karakteristiknya masing-masing, tergantung pada imam mana yang diikutinya. Tokoh ulama Wahabi yang menjadi rujukan dan panutan saat ini adalah Muhammad Nashiruddin al-Albani seorang dosen Ilmu Hadits di Universitas Islam Madinah yang lahir pada tahun 1915 dan wafat 1 Oktober 1989. Ia dipuja-puja kaum Wahabi-Salafi bahkan dianggap lebih alim dari Imam Bukhori, karena ia men-Takhrij/mengomentari beberapa haditsnya Imam Bukhori (194 – 256 H).

    Ajaran Salafi-Wahabi ini masuk ke Indonesia mulanya:

    1) Dibawa oleh seorang tokoh pembaharu agama (mujaddid) asal Yogyakarta yang bernama Darwis yang aktif dan rutin mengikuti pemikiran Muhammad Abduh-M. Rasyid Ridla lewat majalah al-Manar dan ajaran Wahabi. Ia kemudian dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan yang pada 18 Nopember 1912 mendirikan organisasi keagamaan Muhammadiyyah. Walaupun kenyataannya dalam amaliyah sehari-hari selama hidupnya KH. Ahmad Dahlan lebih dekat kepada madzhab Syafi’i. Namun sepeninggal beliau terjadi modernisasi total dari para penerusnya.

    2) Syaikh Akhmad Soorkati (1872-1943) seorang tokoh pembaharu (mujaddid) asal Sudan yang kalah bersaing dalam Jami’at al-Khair di negaranya, kemudian Hijrah ke Indonesia dan tahun 1914 di Betawi mendirikan organisasi al-Irsyad.

    3) Di Bandung pun muncul Mujaddid yang bernama A. Hasan yang juga dikenal sebagai Hasan Bandung atau Hasan Bangil yang tahun 1927 meneruskan organisasi PERSIS (Persatuan Islam) yang didirikan pada 1923 oleh KH. Zam Zam Palembang.

    4) HOS. Cokroaminoto dengan PSII (Persatuan Syarikat Islam Indonesia).

    Apa yang Menyebabkan Aliran “Islam Baru” Dapat Menyebar dengan Cepat?

    Muhammad bin Abdul Wahab pernah menguji coba ajaranya kepada penduduk Bashrah, tetapi karena mereka adalah penganut fanatik ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, maka usahanya bagaikan menabrak batu karang. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab menetap di Dir’iyah dan Pangeran Muhammad ibn Saud (dari Dir’iyah Najed) setuju untuk saling dukung-mendukung dengan Wahhabi.

    Keluarga/Klan Saud dan pasukan/lasykar Wahhabi berkembang menjadi dominan di semenanjung Arabia, pertama menundukkan Najed, lalu memperluas kekuasaan mereka ke pantai timur dari Kuwait sampai Oman. Orang Saudi juga membawa tanah tinggi ‘Asir di bawah kedaulatan mereka dan pasukan Wahhabi mereka mengadakan serangan di Irak dan Suriah, dan menguasai kota suci Shi’ah, Karbala tahun 1801.

    Pada tahun 1802, pasukan Saudi-lasykar Wahhabi merebut kota Hijaz (Jeddah, Makkah, Madinah dan sekitarnya) di bawah kekuasaan mereka. Hal ini menyebabkan kemarahan Daulah Utsmaniyah Turki, yang telah menguasai kota suci sejak tahun 1517, dan membuat Daulah Utsmaniyah bergerak. Tugas untuk menghancurkan Wahhabi diberikan oleh Daulah Utsmaniyah Turki kepada raja muda kuat Mesir, Muhammad Ali Pasha.

    Muhammad Ali mengirim pasukannya ke Hijaz melalui laut dan merebutnya kembali. Anaknya, Ibrahim Pasha, lalu memimpin pasukan Utsmaniyah ke jantung Najed, merebut kota ke kota. Akhirnya, Ibrahim mencapai ibukota Saudi, Dir’iyah dan menyerangnya untuk beberapa bulan sampai kota itu menyerah pada musim dingin tahun 1818.

    Ibrahim lalu membawa banyak anggota klan Al Saud dan Ibn Abdil Wahhab ke Mesir dan Ibukota Utsmaniyah, Istanbul Turki, dan memerintahkan penghancuran Diriyah, yang reruntuhannya kini tidak pernah disentuh kembali. Pemimpin Saudi terakhir, Abdullah bin Saud dieksekusi di Ibukota Utsmaniyah, dan kepalanya dilempar ke air Bosphorus. Sejarah kerajaan Saudi Pertama berakhir, namun, Wahhabi dan klan Al Saud hidup terus dan mendirikan kerajaan Saudi Kedua yang bertahan sampai tahun 1891.

    Perselingkuhan agama – ambisi kekuasaan – kepentingan asing dimulai dari wilayah Najed. Ketika lasykar Wahhabi – klan Al Saud yang dipimpin Abdul Aziz Ibnu Sa’ud menyusun kekuatan kembali disertai dukungan persenjataan mesin dari sekutu lamanya, Inggris (antek Amerika). Maka awal tahun 1900-an mereka menyerang kembali kota Hijaz yang saat itu dipimpin Raja Syarif Husain. Ketika itu Hijaz hanya dibantu oleh Daulah Utsmaniyyah Turki yang sudah mulai lemah, dan akhirnya pada tahun 1924 ketika kekuasaanya sudah mengecil Raja Syarif Husain mengasingkan diri ke kepulauan Cyprus dan kekuasaanya diserahkan pada putranya yang bernama raja Syarif Ali.

    Raja Syarif Ali membuat kota-kota pertahanan baru, tapi lasykar Wahhabi-klan Ibnu Sa’ud dengan persenjataan canggih berhasil mengepung semua kota, hingga yang tersisa hanya pertahanan di pelabuhan Jeddah. Pada ahir 1925 ketika lasykar Wahhabi-klan Ibnu Sa’ud berhasil menguasai pelabuhan Jeddah, maka Raja Syarif Ali menyerah pada pemberontak.

    Dari tahun 1925 inilah Hijaz dengan dua kota suci Makkah dan Madinah dikuasai oleh keluarga Sa’ud dan Wahhabi. Dan ahirnya tepat tanggal 23 September tahun 1932, Hijaz berubah nama menjadi al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa’udiyyah, Kerajaan Arab Sau’di, yang dinisbatkan kepada nama leluhurnya yakni Al Sa’ud, dengan Ibukotanya Riyadh. Dan tahun 1943 muncullah ARAMCO (Arabian-American Company) yang mengeksplorasi minyak Arab Saudi. Dari sejarah itulah, mengapa sampai saat ini Arab Saudi selalu tidak bisa bersuara selain seperti suara Amerika, sekalipun harus berbeda dengan negara-negara Islam lainnya.

    Jatuhnya Hijaz ke tangan pemberontak pada 1925 tidak hanya berakibat perubahan pemeritahan, tapi juga merombak total praktek-praktek keagamaan di Hijaz dari yang semula Ahlussunnah wal Jama’ah menjadi faham Wahhabi. Seperti larangan bermadzhab, larangan ziarah ke makam-makam pahlwan Islam, larangan merokok, larangan berhaji dengan cara madzhab. Bahkan makam Rasulullah Saw., sahabat dan tempat-tempat bersejarah pun berencana akan digusur karena dianggap sebagai biang/tempatnya kemusyrikan.

    Ketika aliran Salafi-Wahhabi berkembang di Dir’iyyah maupun Najed itu belumlah membuat risau umat Islam dunia. Tetapi ketika mereka menguasai pusat Islam yakni dua kota suci di Hijaz, maka hal ini menimbulkan dampak yang luar biasa, termasuk dalam persebarannya ke seluruh dunia. Melihat perubahan ajaran yang terjadi di Hijaz, maka hampir semua umat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di seluruh dunia memprotes rencana pemerintahan baru di Hijaz yang ingin memberlakukan asas tunggal, yakni madzhab Wahhabi.

    Protes luar biasa pun muncul di Indonesia, ketika bulan Januari 1926 ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia berkumpul di Surabaya untuk membahas perubahan ajaran di dua kota suci. Dari pertemuan tersebut lahirlah panita Komite Hijaz yang diberi mandat untuk mengahadap raja Ibnu Sa’ud guna menyampaikan masukan dari ulama-ulama Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia. Akan tetapi karena belum ada organisasi induk yang menaungi delegasi Komite Hijaz, maka pada tanggal 31 Januari 1926, ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Indonesia kembali berkumpul dan membentuk organisasi Induk yang diberi nama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama) dengan Rois Akbar Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari .

    Susunan delegasi Komite Hijaz NU untuk menghadap raja Ibnu Sa’ud adalah sebagai berikut:

    Penasehat : KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Masyhuri Lasem, KH. Kholil Lasem
    Ketua : KH. Hasan Gipo,
    Wakil Ketua : H. Shaleh Syamil
    Sekretaris : Muhammad Shadiq
    Pembantu : KH. Abdul Halim

    Materi pokok yang hendak disampaikan langsung ke hadapan raja Ibnu Sa’ud adalah:

    1) Meminta kepada raja Ibnu Sa’ud untuk memberlakukan kebebasan bermadzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
    2) Meminta tetap diramaikannya tempat bersejarah karena tempat tersebut telah diwakafkan untuk masjid.
    3) Mohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji, baik ongkos haji, perjalanan keliling Makkah maupun tentang Syekh.
    4) Mohon hendaknya semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis sebagai undang-undang supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulisnya undang-undang tersebut.
    5) Jam’iyyah NU mohon jawaban tertulis yang menjelaskan bahwa utusan sudah menghadap raja Ibnu Sa’ud dan sudah pula menyampaikan usul-usul NU tersebut.

    Daftar Pustaka:

    • Al-Milal wa al-Nihal, Syaikh Abdul Karim asy-Syahrastani
    • Fath al-Bari fi Syarh Shohih al-Bukhari, Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqolani
    • KH. Zainul Arifin, panglima Hizbullah, Seorang Pahlawan, NU Online
    • Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Drs. Choirul Anam. Bisma Satu Surabaya
    • Resolusi Jihad dalam Peristiwa 10 November, M. Mas’ud Adnan, Jawa Pos
    • Telaah Kritis Atas Doktrin Faham Salafi / Wahabi, A. Sihabuddin
    • Dll.

    Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 09 Februari 2013 — bersama Kang Alfar, Cak Adi Sudj, Gus Zimam Hanif, Ahmad Mujib, Ahmad Muflih Suradadi, Thobary Syadzily, Zon Jonggol, Wilil Mohammed, Zia Ul Haq, ViddaaroEni Amriza Aswaja Al-Jawy, Rizki Adi Prianto, Raden Sadewo MangkuBumi NyonggoLangit, Afid Saputra, Dämär Ternyata Juned, Daman Sufi, Vaza Arrokhim, Budi Bolang Majlis Juga II, Yudhiprakoso Putunembahkajituriyaharrahmah AlKetapunk Syechkermaniaclubjakarta, Yudi Pitulas Derajad Full, Raditz ELwahid, Celoteh Musafir, Ansoori Dahlan, Johan Yusuf, Nugrahary Cahya Ramadhani, Ahmad Fauzan El Azizi II, Giga Talawengkar, Begawan Semprul, Azhar Niam, Sy Peduli Randa, Emka Shofa, Taufik Taufani Suhadak dan Sya’roni As Samfuriy

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here