Basuki Harap RS Tak Salah Input Biaya Pengobatan KJS

1
137

Ahok.Org – Untuk mempermudah penghitungan biaya rumah sakit yang ditanggung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam program Kartu Jakarta Sehat (KJS), sebanyak 500 petugas dari 100 rumah sakit di Jakarta telah dilatih menggunakan sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s). Melalui sistem ini, rumah sakit diharapkan tidak lagi salah dalam melakukan input pembayaran pengobatan pasien KJS.

“Jadi, jangan memperdebatkan nilainya dulu, yang penting sistem tagihannya. Setelah 2-3 bulan, akan ada evaluasi, nanti baru kita tahu biaya pokok dari rumah sakit yang melaksanakan,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Hotel Lumire, Jakarta, Jumat (22/3/2013).

Ia mengatakan, sistem ini akan digunakan sebagai dasar pengajuan klaim rumah sakit, puskesmas, dan semua penyedia pelayanan kesehatan yang akan diaplikasikan untuk masyarakat miskin di Ibu Kota. Melalui sistem itu, rumah sakit akan lebih diuntungkan. Basuki mengatakan, pada dasarnya, prinsip tersebut dapat menghemat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), tetapi mendapatkan fasilitas sebanyak mungkin dan akan diaplikasikan kembali kepada warga Jakarta.

Sistem INA-CBG’s dibuat berdasarkan kerja sama Pemprov DKI dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) serta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI). Basuki mengatakan, Pemprov DKI pasti akan membayar tagihan asalkan sesuai dengan sistem yang berlaku. “Berapa pun pasti akan dibayar, asal jangan macam-macam. Karena, kalau ada yang tidak sesuai, tapi tetap dimasukkan, sistemnya pasti menolak,” kata Basuki.

Sistem itu baru akan dimulai pada awal April mendatang. Basuki menjelaskan, ketika DKI masih menerapkan sistem Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), semua pihak bebas menagih dan membayar klaim biaya kesehatan. Mekanisme untuk mendapatkan Jamkesda juga cukup panjang sehingga membuat masyarakat sulit menikmati jaminan dasar kesehatan.

Basuki mengatakan, saat ini sistem pelayanan kesehatan di Ibu Kota lebih maju dari Jamkesda karena DKI akan memiliki komite medis antara Pemprov DKI dan rumah sakit. “Selain itu, juga akan ada audit medis. Jadi, apabila ada pembayaran yang tidak masuk akal, komite medis akan memutuskan,” kata Basuki.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Dien Emmawati mengatakan, sistem INA-CBG’s dapat mengetahui berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk suatu penyakit. Akan ada grup penyakit yang secara standar tersistem dari penanganan, obat yang disediakan, dan semacam uji-uji laboratorium. Dien mengatakan, sistem ini bisa lebih menguntungkan bagi dokter dan rumah sakit karena setiap tindakan, yang masih ada dalam paket, sudah pasti dihitung.

“Misalnya, sakit DBD, tifus, masuk rumah sakit, bisa tahu perhitungan biaya untuk laboratorium, obat, dan lainnya. Jadi, dibuat paket-paket yang dihitung sesuai dengan grup penyakit. Kalau ada tindakan di luar, harus ada persetujuan komite medis,” kata Dien.[Kompas.com]

1 COMMENT

  1. Lalu bagaimana pasien paska cangkok ginjal yang membutuhkan obat anti-rejection yang per bulannya sekitar 8 juta-an? Dengan sistem SKTM berkontribusi kami mendapatkan obat-obatan tersebut untuk satu bulan. Dengan perubahan sistem ke KJS, hari ini saya diberitahu oleh RS jika RS tidak dapat menyetujui biaya obat-obatan tersebut dengan alasan setelah simulasi maka angka yang keluar sangat jauh dari harga obat-obatan tersebut. Sekitar 100 ribuan.

    Lalu bagaimana caranya supaya tetap mendapatkan obat-obatan anti rejection tersebut? Jika tidak maka pasien akan kembali mengalami ginjal rusak dan harus kembali cuci darah dan kualitas hidup jauh menurun.

    Mohon tanggapan dan pencerahannya. Kami sangat membutuhkan informasi supaya tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

    Terimakasih. Gbu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here