Disebut Populer Ini Jawaban BTP

justru itu lebih pingin pak Basuki d MPR DPR aja, UU itu seperti flowchart sistem satu perusahaan jadi supaya sistemnya jelas, ramping, ga da yg tumpang tindih, ga da celah utk pelanggaran, mudah diikuti, mudah diawasi. nah itu bagiannya pak Basuki yg pintar + kritis… Percayakan eksekutornya pada pak Jokowi yg walo pendiam tapi tegas + pintar juga… Mereka tetep bisa saling bersinergi memikirkan yg terbaik bagi negara… masih bisa saling dukung saling mengingatkan, Karena, kalau mrk berdua nyalon presiden sdr2, elektabilitas pak Basuki masih kalah dibanding pak Jokowi 🙂

@rinmy: Nah eneng udah menjawab pertanyaan neng @esti soal elektabilitas AHok di atas, mudah2an dia baca.

Ane hargai pendapat/pilihan eneng, we are democratic people, rite?
tapi ane masih pengen liyat elektabilitasnya di 2019 jika posisi mereka sekarang dibalik – apakah berkurang/tetap/malah bertambah jika AHok yg jadi No.1 dan Jokowi jadi No.2. Karena jumlah dan model/tipe parameternya nanti bisa lebih banyak dan beragam.
Contoh: (berdasar parameter primordial yg umum/basic: rasial) mungkin dulu yg milih Jokowi krn lihat ada AHok disitu [tapi tetap masih tak mau bicara scr terbuka soal preferencenya ini, tak peduli berdasar pd rasial/tidak, dan masih enggan menjagokan AHok scr pribadi – jadi kalau ‘kagum’ pd kinerja AHok tapi yg muncul selalu nama mereka berdua, bukan AHok saja – ini hal menarik juga utk dibedah, apakah nanti jika dibalik posisi mereka berdua, hal yg hampir sama akan terulang kembali (kagum pada kinerja Jokowi tapi yg muncul selalu nama mereka berdua atau hanya Jokowi saja) dan atas alasan apa], kalau di 2019, saya mau lihat apakah yg milih AHok krn ada Jokowi disitu. Shg kita bisa lebih pasti menarik kesimpulan (sementara) apakah AHok memang faktor penghambat elektabilitas Jokowi di 2014. Dan jika ternyata elektabilitasnya tetap/malah bertambah, apakah ini berarti kepercayaan rakyat sudah bukan bertumpu lagi pada hal2 yg bersifat primordialistik, tapi murni berdasarkan logika (murni/independen) atas kinerja politik mereka berdua. Tapi nantipun perlu kita breakdown lagi, apakah ini krn berdasar pada parameter rasial saja, atau parameter kinerja saja, atau gabungan kedua parameter ini – khususnya penilaian pada AHok ini yg jadi No.1 krn yg mau kita/@esti nilai ‘kan elektabilitas AHok, bukan Jokowi. Ini juga akan sekaligus menjawab pertanyaan krusial terpendam: apakah negri ini sebenarnya masih rasis/labil/tidak, sudah pintar/tidak, sudah modern/masih kuno cara berpikirnya, segmen massa mana yg masih rasis, dst. Setau saya, belum pernah ada yg coba2 memetakan hal2 sensitif spt itu disini scr terbuka.
Kalau diambil datanya dari saya sendiri, saya tak perduli dari ras mana dia, yg terpenting dia bisa membawa dan memenuhi keinginan saya (utk mewujudkan indonesia yg modern cara berpikirnya [misal: pd fungsi, bukan pd kosmetik yg dapat menipu] dan eksploitasi teknologi tinggi semaksimal dan seefisien mungkin bagi kesejahteraan rakyat Indo [SMI-HiTek]) dgn baik dan kalau bisa sepenuhnya alias performa yg bicara, bukan hal2 bodoh primordialistik spt itu lagi.
.
Menarik kemungkinan data dan parameter statistiknya, bukan?
Apalagi, tidak spt Amerika yg sudah membuktikan bukan cuma OMDO doang di media massa dan UUD-nya, kita belum pernah punya presiden dari ras AHok bukan? 😉
Apa kita harus mengaku jadi ‘warga dunia’ dan bukan warga suatu negara, baru orang bisa memilih tidak berdasarkan etnis semata?
Apakah dulu aturan “visa” dibuat utk menjegal etnis (dari negara) tertentu masuk wilayah mereka?
Apakah “negara” itu sendiri? Apakah murni kumpulan ras (dan agama) tertentu saja atau kumpulan orang2 yg sepaham ideologinya tanpa peduli ras (dan agama) mereka?
Kalau kita memang semua sepakat dan sepaham tentang perdamaian dunia, utk apa lagi ada “negara” yg memisahkan orang2 dunia? (apalagi ada yg berhasrat utk memisahkan diri membentuk negara baru lagi).
Kenyataannya, dua hal ini (paham/ideologi dan ras [agama adalah tambahan segmentasi/problem baru atas orang2 dunia]) adalah yg memicu terbentuknya sebuah negara (baru), dan membuat perdamaian dunia sulit tercapai krn segmentasi2 kelas orang ini, shg butuh organisasi dunia sekelas UN (klo pake “PBB” cuma bikin rancu lagi disini, dan keenakan parpolnya diiklanin gratis kayak “hp”) utk menjaga perdamaian antar mereka (negara2 dunia).
—
Yak, ane tau kepanjangan lagi… 😀
OK, ane brenti ngaso dulu dech…

oiya, sblon lupa ane tambahin dikit… iyeeee, dikiiiit aje yeh… 😀
—
Jika AHok sampai terpilih jadi RI-1, ini akan membuka peluang/kesempatan yg lebih besar bagi etnis2/suku2 lainnya di Indonesia, kita bisa punya pilihan presiden bukan cuma dari gender female saja (Mega sudah pernah kan?), tapi dari suku2/etnis2 di segala penjuru negri ini. Indonesia bukan cuma pulau Jawa saja kan isinya? 😉
Jika ada calon presiden yg bagus dari Papua misalnya dan bisa membawa keinginan saya dgn baik (cth: tegas, efisien, efektif, cerdas melihat masalah dan eksekusi solusinya, kreatif, pro Hi-Tek stuff, berpikir modern dan visioner, sekuler [gak hobi bawa2 hal berbau agama(-nya) di setiap pembicaraan publik – itu hal pribadi, bukan urusan publik!] dan nasionalis, dst), kenapa tidak?
Kecuali saingannya lebih bagus dan lebih efektif dan lebih pasti dlm membawa keinginan2 saya tsb.
Racial & Religion preferences? Silakan ke laut aje deh… “gak miiikir… gak mikirin… tidak mikirrrr,,, dah ya saya pergi dulu… dadah.. muaaahh..” (<— pak AHok, boleh tiru cara2 ngeles mirip spt ini, terbukti cukup efektif utk menghindari cecaran wartawan yg bikin amarah naik loh.. sambil cari2 jawaban yg pas nanti…)
—
"Performance 1st, others… Well, I need more time to make the list. Can you wait me?" – Most people like TaZ.SE3/SEEE will think not far from this.