Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan sudah mendapat laporan soal konflik antara pengelola rumah susun nonhunian International Trade Center (ITC) Mangga Dua dengan penghuni. Menurut Basuki, akar masalahnya adalah komunikasi di antara keduanya.
“Di satu sisi kenaikan harga memang wajar,” kata Basuki di Balai Kota, Senin, 27 Januari 2014. Pria yang bisa disapa Ahok ini mengatakan harga barang-barang juga tinggi ditambah adanya inflasi.
Hanya di sisi lain, mantan Bupati Belitung Timur ini meneruskan, ada ketidakpuasaan penghuni dengan proses kenaikan ini. Ahok menduga ada kurang komunikasi antara keduanya. Oleh sebab itu, penghuni curiga kalau-kalau kenaikan ini hanya akal-akalan sebagian orang saja.
Konflik ini berawal dari tudingan kenaikan tarif yang sepihak dan pemilihan Ketua Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) yang tidak transparan. Konflik bertambah setelah tiga orang pedagang, Haida Sutami, Suresh Karnani, dan Mardianta dilaporkan karyawan PT JSI, Benediktus Keban, ke Polres Metro Jakarta Utara.
Sayangnya, Ahok melanjutkan, DKI tidak bisa berbuat apa-apa selain mediasi. “Kami tidak punya wewenang memutus apapun karena aturan undang-undang perumahan seperti itu,” ujarnya.
Ahok menuturkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, pemerintah daerah hanya sebagai pembina. Tidak memiliki kewenangan memutus apa pun. “Makanya kami hanya bisa mediasi,” ujarnya. [Tempo.co]
Pak Wagub, apa gunanya pemprov DKI dijadikan sebagai pembina apabila tidak bisa berbuat apa2 dalam mediasi ???? seperti singa ompong. bisa ngaum2 tapi tidak bisa ngunyah. Harusnya pemprov DKI bisa punya ” gigi ” untuk menjatuhkan hukuman bagi pihak yang jelas2 melanggar peraturan hukum negara & hukum daerah yang berlaku. apabila kedua pihak tidak melanggar peraturan hukum manapun, barulah pemprov DKI memutuskan apakah perkara itu dilimpahkan ke pengadilan atau tidak. Dengan demikian, pemprov DKI sangat menolong warga yang bertikai mencari keadilan untuk hemat uang, hemat waktu & solusi tercapai. mudah2an pemprov DKI bisa lebih berguna dalam law enforcement yang jelas2 sudah nyata hitam putih-nya pak. dan keputusan apakah perkara itu layak dilimpahkan ke pengadilan atau tidak, sepenuhnya harus ada persetujuan dari pemprov DKI. mohon hal seperti ini jadi prioritas pertimbangan pemprov DKI. thanks.
Mbak Grace,
Mohon dicermati, Pemprov DKI tidak mempunyai wewenang dalam hal ini, yang mempunyai wewenang dari Pemerintah Pusat. Dikarenakan birokrasi dan peraturan yang berbelit belit di Indonesia, yang menyebabkan penegakan hukum hampir tidak ada sama sekali.
Jadi bahwa dikarenakan hal tersebut Pemprov DKI hanya memfasilitasi mediasi.
Lagipula kalau memang dari penghuni ingin melanjutkan ke ranah hukum, harus disertai bukti2, dan kerja sama antar penghuni tersebut.
Tidak bisa Pemprov DKI yang dibebankan.
makanya salahsatu dari Jokohok harus pindah ke merdeka utara grace hehehe..
Bung AAA, saya stuju dengan pendapat anda. karna itu, sebaiknya pemprov DKI tidak terlibat jadi mediasi aja samasekali biar murni bisnis antar 2 pihak. Harapan saya sih, ada bentuk TRIBUNAL semacam pengadilan tipiring yang ditawarkan pemprov DKI apabila pokok permasalahannya memang jelas telah melanggar aturan pemerintah yang berlaku, entah itu aturan pusat ataupun perda/pergub. sebab biaya pengadilan negri/tinggi/MA amat sangat mahal dan makan waktu sangat lama. Kalau ada Tribunal dari Pemprov DKI, akan sangat sangat menolong sekali buat warga.
–
Bung Law, saya masih belum rela membagi pak Jokowi & pak Ahok untuk pindah ke merdeka utara. sebab, harus pake uang besar untuk bisa raih jabatan capres/cawapres. Tapi kalau hasil kerja 5 tahun sebagai gubernur dan wagub DKI tercapai memuaskan, beliau2 tidak perlu uang lagi untuk memenangkan suara rakyat. dan era budaya beli jabatan pun dapat dieliminasi. itu menurut saya loh. tapi keputusan sepenuhnya ada di tangan beliau masing2.
masalahnya Grace, kalau salah satu dari mereka tidak ke merdeka utara, siapa yang siap memimpin Indonesia dengan rekam jejak yang bersih seperti mereka? Prabowo? Ical? Wiranto? Mega? #tepok jidat. Mohon maaf para manula ini sudah lebih dari bikin muak.
Ada baik nya perlu lembaga semacam namanya “FAIR TRADING” seperti di Australia. Lembaga ini lah yang berhak menangani aduan ketidak puasan konsumen dengan produsen. Dan disana hukum nya berjalan sebagaimana mesti nya.
Di Indonesia mungkin disebut dengan YLKI atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Tapi sepertinya kurang efektif dan korban enggan melapor, khawatir malah jadi tambah repot.
jangan bikin lembaga lagi plz… justru birokrasi berbelit2 di negara kita tuh karena banyak lembaga2 yang aneh yang ga masuk akal. Dikit2 bikin lembaga. Lebih baik berdayakan instansi yang sudah ada. Toh banyak juga lembaga yang kerjanya masih santai2