BTP – Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akrab disapa Ahok mengatakan rencana reklamasi Ancol tidak tepat dikaitkan dengan program pembuangan lumpur hasil pengerukan lima waduk dan 13 sungai yang ada di Ibu Kota.
Pembuangan hasil kerukan sungai dan waduk di Jakarta itu masuk dalam program Jakarta Emerging Dredging Initiative (JEDI) sejak 2009 lalu.
Menurut Ahok, program JEDI merupakan syarat dari kebijakan Bank Dunia, untuk tempat pembuangan hasil kerukan lumpur dan sungai di DKI.
“Soal JEDI itu kebetulan Bank Dunia Syaratkan tempat buangnya. Jadi sekalian. Bukan karena mau buang hasil kerukan lalu ijinkan pulau reklamasi,” kata Ahok melalui pesan singkatnya, Jumat, 10 Juli 2020.
Selain itu, menurut Komisaris utama Pertamina itu, pemerintah tidak bisa memperluas kawasan Ancol tanpa mengacu Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2014 tengang Rencana Detail Tata Ruang.
Menurut Sekretaris Daerah DKI, Saefullah, berdasarkan laporan dari program JEDI dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP), lumpur yang dihasilkan dari pengerukan sungai itu mencapai 3.441.870 meter kubik. Lumpur yang dibuang kemudian mengeras dan menghasilkan tanah seluas 20 hektare (ha).
Penumpukan tanah akhirnya membentuk area baru karena proses pemadatan. “Area bentukan baru yang masih menempel dengan daratan Jakarta ini perlu dilakukan pengaturan pemanfaatannya agar tetap mengedepankan kepentingan publik,” tutur dia.
Oleh karena itu, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang Perluasan Wilayah Ancol dengan rincian 35 hektare bagi Dufan dan Taman Impian Ancol Timur seluas 120 hektare yang ditandatangani pada 24 Februari 2020.
Izin pelaksanaan reklamasi Ancol yang diberikan, salah satunya digunakan untuk pengurusan HPL dari lahan yang sudah ada di Ancol timur. “Selama beberapa tahun ini memang sudah terdapat kurang lebih 20 hektar ‘tanah timbul’ yang ada di Ancol timur. Dihasilkan dari lumpur hasil pengerukan sungai-sungai di Jakarta,” kata Saefullah. [Tempo.co]