Diduga Kuat Hasil Tim Tender Kilang TPPI Olefin Tuban Penuh Intervensi

0
441

Dugaan kecerobohan dan kelalaian Tim Tender Pembangunan Kilang TPPI Olefin Tuban senilai sekitar Rp 50 triliun makin terkuak. Disinyalir tim itu tidak teliti dalam memeriksa dokumen para peserta tender.

“Jika mereka beralasan adanya pengalaman Hyundai E&C pada proyek Turkmengas Kyanly Petrochemical Complex, Pertamina sepertinya tidak mengklarifikasi lingkup pekerjaan dari Hyundai E&C untuk Pekerjaan Turkmengas Kyanly Petrochemical Complex. Lingkup pekerjaan yang mereka lakukan hanyalah pekerjaan konstruksi pada proyek tersebut. Sedangkan pekerjaan engineering dan procurement, dilakukan oleh Toyo Engineering,” ungkap Sekretaris Eksekutif CERI, Hengki Seprihadi, Jumat (16/7/2021) malam.

Dikatakan Hengki, apabila itu pun tetap diakui oleh Pertamina sebagai pengalaman pekerjaan untuk tahapan pra kualifikasi, hal itu seharusnya berimplikasi pada sistem penilaian pada Appendix II Part 2B tentang technical weight factor.

Hengki mengatakan, berhubung HEC berinvestasi untuk proyek itu, maka tentunya mereka bisa dengan mudah mengaburkan hal itu. “Coba silahkan dikroscek ke Toyo Engineering. Karena di website Toyo Engineering, mereka mendetailkan pekerjaan mereka untuk lingkup pekerjaan Turkmengas Kyanly Petrochemical Complex,” ungkap Hengki.

Meski demikian, kata Hengki, jika memang benar Tim Tender telah mengklarifikasi ke project owner Kiyanly Petrochemical Plant bahwa HEC memang sebagai leader EPC pada proyek itu, mohon surat konfirmasi itu dibuka ke publik biar jelas semuanya. “Karena kilang ini (TPPI Olefin Tuban,red) merupakan salah satu proyek strategis nasional yang digagas Presiden Jokowi” kata Hengki.

Terkesan kental proyek ini telah dipanjat oleh oknum oknum petinggi di BUMN, Senayan, Badan Pemeriksa, elit partai bersama anggota konsorsium sendiri.

Oleh sebab itu, penegak hukum harus memberikan atensi khusus dari indikasi fakta fakta yang ada.

Kasihan ya, niat baik Presiden membangun kilang untuk meningkatkan ketahanan energi nasional telah dipanjat oleh oknum oknum pendukungnya sendiri.

Bukan kontrak kerja

Sementara itu, mengenai Agreement FEED Contract of Ethylene Cracker di Kazakhastan KLPE Project, menurut Hengki, Pertamina sepertinya juga belum mengklarifikasi pekerjaan tersebut langsung ke owner seperti yang dilakukan untuk klarifikasi Turkmengas Kyanly Petrochemical Complex.

“Terutama untuk pemeriksaan kontrak pekerjaan nya, bukan hanya melihat Agreement Contract. Selain itu diragukan juga pemeriksaan oleh Pertamina terhadap Certificate of Completion dan pemeriksaan untuk Confirmation of Project Owner HEC,” beber Hengki.

Pemeriksaan itu menurut Hengki juga seharusnya berimplikasi pada sistem penilaian pada Appendix II Part 2B tentang Technical Weight Factor. Dimana di sana dijelaskan mengenai pengalaman BED dan FEED. Dari hal ini kami menganggap seharusnya nilai untuk experiences BED dan FEED untuk JO HRES seharusnya nol,” ulas Hengki.

Hengki membeberkan, pada FEED di Kazakhastan KLPE project, HEC hanya membuat proposal dan mendapatkan agreement contract, bukan Employment Contract.

“Agreement Contract itu belum bisa dianggap pengalaman, karena belum merupakan kontrak kerja. Di media international diberitakan yang mengerjakan FEED untuk pekerjaan ini adalah Konsorsium Linde, Petrofac dan GS E&C,” ulas Hengki.

Rumor penciutan porsi Rekind dalam konsorsium

Di samping mencuatnya sejumlah kejanggalan tender Pembangunan Kilang TPPI Olefin Tuban, ternyata beredar juga rumor soal penciutan porsi PT Rekayasa Industri di dalam Konsorsium JO Hyundai Engineering Co., Ltd. Konsorsium ini sendiri terdiri dari Hyundai Engineering Co Ltd, Saipem SpA, PT Rekayasa Industri dan PT Enviromate Technology International.

“Ada dugaan karena intervensi oleh oknum petinggi BUMN kepada Tim Tender untuk memaksa konsorsium ini sebagai pemenang dengan mengakali mengurangi porsi Rekind dari 17% menjadi 2% dalam konsorsium, untuk menghindari resiko gagal akibat kinerja keuangan Rekind di tahun 2020 yang memang lagi sakit agak parah,” ungkap Hengki.

Pasalnya, dalam dokumen tender Rekind melampirkan laporan keuangan tahun 2018 dianggap melanggar SOP di Pertamina, harusnya Rekind melampirkan laporan keuangan tahun 2019 yang sudah di audit lazimnya dirilis awal tahun 2020.

Karena menurut SOP di Pertamina untuk semua tender, pada saat pemasukan dokumen tender harus menggunakan neraca keuangan 1 tahun terakhir dengan batasan hitungan nya per 1 April.

Sementara, pemasukan dokumen tender DBC Kilang Olefin dilakukan pada 3 Agustus 2020, mundur dari jadwal semula harusnya pada 28 April 2020.

Jelas dalam hal ini telah terjadi pelanggaran yang nyata dari pihak Rekind yang diabaikan oleh tim tender.

Ironisnya, salah satu dari anggota tim tender tersebut belakangan menjadi Dirut PT Rekind, yakni pada 28 Agustus 2020.

Evaluasi ulang

Adanya berbagai kejanggalan pelaksanaan tender Pembangunan Kilang TPPI Olefin COmplex Tuban, serta mencuatnya rumor-rumor campur tangan petinggi BUMN itu, Hengki menyarankan Tim Komite Audit bentukan Dewan Komisaris untuk melakukan evaluasi ulang atas informasi-informasi yang terus berkembang.

Karena kami mendapat informasi, bahwa banyak pertanyaan dari Komite Audit yang tidak bisa dijawab oleh tim tender, namun resistensinya sangat kuat dari subhonding maupun holding, bisa jadi itu membuat Komite Audit tak berani memberikan rekomendasi untuk membatalkan keputusan tim tender.

“Menurut kami, hal tersebut tentu saja agar tidak menimbulkan peluang adanya dugaan perbuatan melawan hukum atau digugatnya atas produk keputusan akhir dari tim tender ini di kemudian hari. Meskipun kami sudah mendapat bocoran keputusan pemenang sudah diparaf oleh Tim Tender sejak 9 Juli 2021 lalu, masih ada waktu untuk di evaluasi kembali” ungkap Hengki. [*]

DISCLAIMER: Berita atau Informasi ini dimuat dengan tujuan untuk mendapatkan masukan melalui komentar termasuk mendapatkan tanggapan dari pihak-pihak terkait untuk meluruskan pemberitaan atau informasi diatas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here