Penambahan Tenaga Medis Direspons Jokowi

12
293

Ahok.Org – Permintaan Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta terkait penambahan tenaga medis langsung direspons Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Terlebih, dengan bergulirnya program Kartu Jakarta Sehat, pasien di sejumlah rumah sakit maupun puskesmas melonjak tajam sehingga membutuhkan banyak tenaga medis.

“Itu menunjukan KJS memang dibutuhkan masyarakat. Kalau memang itu kebutuhan tentu kita tambah, karena ini kebutuhan mendasar,” ujar Jokowi, sapaan akrabnya, Minggu (6/1).

Dirinya pun mengakui ada lonjakan jumlah pasien paska digulirkannya program KJS sejak 10 November lalu.

Dikatakan Jokowi, program KJS meruupakan perbaikan dari program sebelumnya. Sehingga memerlukan evaluasi diberbagai lini. Karena dengan APBD yang ada saat ini, bisa memperbaiki sistem, rujukan, serta masalah obat-obatan yang lebih lengkap. Sementara sistem yang ada akan terus diperketat pelaksanaannya.

“Coba dilihat dan dibandingkan dengan anggaran yang sama. Berapa cakupan pasien yang bisa dipegang rumah sakit? Berapa persen naiknya? Ini hanya memperbaiki sistem saja, bukan merombak tatanan di APBD,” kata Jokowi.

Sebelumnya, Dinkes DKI Jakarta mengaku jika membludaknya pasien di puskesmas dan RSUD sejak penerapan KJS membuat para petugas medis di Jakarta kualahan. Kurangnya tenaga medis dirasa menjadi salah satu kendala dalam melayani kesehatan masyarakat.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emawati mengatakan, untuk meningkatkan pelayanan kapasitas dan kompetensi dokter umum, pihaknya akan menempatkan tenaga medis dengan tingkat pendidikan S1 di puskesmas dan RSUD. Dalam penambahan tenaga medis, kata Dien, pihaknya juga bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Saat ini, tambah Dien, Dinkes DKI Jakarta memiliki 22 puskesmas rawat inap dengan 160 tempat tidur. Rencananya penambahan laboratorium yang lebih canggih juga akan dilakukan supaya bisa memeriksa penyakit pasien secara lebih detail.

Seperti diketahui, dengan digulirkannya KJS, jumlah kunjungan pasien di puskesmas maupun rumah sakit meningkat sekitar 70 persen. Para tenaga medis yang ada pun menjadi kualahan dalam melayani pasien. Terlebih, disetiap puskesmas jumlah tenaga medisnya rata-rata hanya sebantak 15 orang. Saat ini baru 3.000 KJS yang telah diterima warga, sementara itu total masyarakat yang akan mendatkan KJS sebanyak 4,7 juta jiwa.[BeritaJakarta.com]

12 COMMENTS

  1. Saya kira ini memang konsekuensi logis dari berhasilnya KJS, meskipun tetap harus dijaga agar peningkatan jumlah itu bersamaan dengan peningkatan produktivitas atau kinerja mereka. Jangan karena terbiasa dengan kinerja yang rendah maka jumlah tenaga harus ditambah. Sejalan dengan itu mungkin juga perlu dikaji kembali apakah fasilitas penunjang kinerja, seperti gaji, insentif dll memang sudah memadai agar kinerja maksimal.

  2. Ibu Dien. tanpa mengurangi hormat saya pada profesi dokter, saya mau bilang to the point, bhw praktek dokter di Indonesia adalah spt menjagal nyawa manusia. malpraktek dimana2 baik dokter maupun suster di rumah sakit. bahkan utk kelas VIP di rumah sakit besar n mewah pun, tdk menjamin bebas dari malpraktek dokter n suster. contoh: skarang pasien dipasangin infus spy obat2an bisa dimasukkan lgsung via selang. nah, suster2 trutama pd jam2 malam 9 pm ke atas, bisa datang bawa bbrapa suntikan obat ke pasien A padahal suntikan obat itu utk pasien B. tanpa tanya pd pasien benarkan ia brnama pasien B, suster tsb dg pe-de nya lgsung hendak memasukkan obat tsb ke dlm infus. itu trjadi pada kk perempuan saya. untung saya bisa cegah. kalau tidak ? skrg kk saya sdh almarhum. begitu juga penyajian makanan hrus mengikuti diet dokter bila ada pantangan. dg cerobohnya, makanan pasien B normal diberikan kpd pasien A yg hipertensi & diabetes.
    Malpraktek yg dilakukan dokter jauh lebih kejam lagi. mrka jualan obat dg memberi byk jumlah obat n dosis tinggi yg harganya mahal, trnyata pasien-nya keracunan obat. padahal jelas2 dokter sudah tahu pasien memiliki alergi obat trtentu. lalu dengan enteng tanpa rasa bersalah, si dokter mengganti obatnya dan obat trdahulu dibuang ke tong sampah. padahal si dokter dapat komisi banyak dari farmasi bila berhasil jual obat tsb. kejam sekali kan ? sudah nyawa terancam krna tubuh keracunan hebat, duit pasien pun dirampok dokter 🙂
    UGD /IGD harusnya ditangani oleh dokter spesialis krna soal keadaan darurat. tapi byk rumah sakit2 besar n mewah malah menaruh dokter umum sbg dokter UGD. alhasil, ketika kponakan saya malam2 hrus dibawa ke UGD krna perutnya sakit, dokter UGD tsb memaksa utk segera bedah usus buntu saat itu (tanpa USG / rontgen dahulu krna sdh tutup) n ditakut2in dg akibat yg bs trjadi. saya bilang, jgn dioperasi tapi cari 2nd opinion dari dokter lain. esoknya, baru dipriksa dokter lain, hanya sakit perut biasa. 1 hari minum obat, sdh sembuh total. ktika saya kembali ke UGD rumah sakit tsb utk mempertanyakan keahlian dari dokter yg memaksa adik saya utk memberi anaknya dioperasi, trnyata rumah sakit berkilah bhw dokter itu adalah dokter umum n hanya magang saja disitu. padahal rumah sakit mewah n besar di bilangan pdk. indah, jaksel. sungguh mengerikan ibu Dien.
    Saya yakin, keahlian dokter2 Indonesia tdk kalah dg dokter2 Singapura. tapi dokter Indonesia tidak punya hati nurani & keperdulian kpd pasien-nya. yg dikejar hanya uang n uang saja. sudah antri 4 jam sampai tengah malam pun, ketemu dokternya, ia hanya sibuk nulis resep n bicara sambil lalu dlm wktu kurang 3 menit. padahal utk jasa dokter tsb (ahli saraf stroke) saya musti bayar Rp. 450 ribu / 1x periksa. rasanya spt dirampok oleh bangsa sendiri. tolong dilakukan sesuatu ibu supaya malpraktek ini tdk smakin memakan byk nyawa kecuali ini salah satu program pemerintah utk mengurangi kepadatan penduduk. trima kasih ibu Dien. n trima kasih pak Gubernur.

    • Benar sekali Grace, setuju sekali.
      Memang sekolah mereka mahal2, tapi nurani mrk juga minim. Sebagian besar ya…mengejar uang, mengejar komisi, dan bisnis sendiri.
      Bagaimana ya memutus rantai setan ini…..
      R.S sdh spt industri…sering kali rekomendasi2 cek ini itu yg gak masuk akal, tp menguras dana..

    • Setuju dengan aganwati Grace,ane juga pernah punya pengalaman seperti itu diRS..Kebanyakan bila salah dalam pemberian obat pasien dilakukan oleh suster/perawat siswa yang maggang diRS tsb tanpa didampingi/diawasi oleh suster senior..

  3. mau jadi dokter harus setor satu inova…itu masuknya aja…kuliahnya??…ya setelah lulus pasti cari cara buat gantiin inova nya ama biaya kuliahnya…ya ga akan berhenti dah…..ama kayak pejabat pemerintah…calon aja bisa habisin ratusan milyar…kali uda jadi ya harus balek modal dong…malah ditambah plus juga dong

    • apa yg @grace tls benar fakta.
      RS skg kyk rampok bagi pasien.
      dokternya pun arogan dan tidak peduli nyawa pasien (jgn slh baca : bukan kurang peduli).
      kakak sy dr org yg lumayan kaya habis hartanya buat berobat d RS swasta d Jkt doank. tinggal rumah tempat tinggalnya skg, gr2 sakit tumor d kepala dan tidak bagus hasil lagi…sediiiiih gw.

      • bibi sy d jl. daan mogot…jatuh dan tulang pinggulnya patah dll.
        masuk RS swasta sudah habis seratus juta lebih dan masih berobat terus….
        pikir aje berapa biayanya sampe sembuh.

  4. dalam mal praktek, seorang dokter seperti pembunuh yang berlisensi…ga bisa cuma ngandelin kode etik kedokteran, kalo memang bersalah dokter bisa diseret kemeja hijau….soal kekurangan tenaga medis, adalah konsekwensi dengan sukses KJS..bisa berdayakan mahasiswa kedokteran di Jakarta yg hampir lulus, didampingi dosen-dosen berkwalitas dan bertanggung jawab….

  5. Sebenarnya komentar berikut untuk Menkes tapi mungkin bisa melalui Ibu Dien.
    Sepengetahuan saya diluar negeri, komisi untuk dokter dari penjualan obat sudah dilarang, bahkan sample. Jika ini dapat diberlakukan di Indonesia, akan mengurangi dokter seenaknya memberi obat dan mengurangi biaya obat di APBD/APBN. Demikian pula komisi dari hasil pemeriksaan laboratorium.

  6. mungkin bisa direm sedikit kecepatan masuknya ke layanan JS dgn menuliskan scr manual no NIK KTP pasiennya ke sistem JS utk verifikasi pasien, pak Jow? sembari menunggu semua (note: dari hasil pantauan sekilas, sebagian warga DKI sudah dapat kartu e-ktp per 2012, janjinya 2013 warga DKI dapet semua) warga DKI dapat kartu e-KTP dan puskesmas/RS yg kekurangan tenaga/unit/perangkat medis bisa ada waktu (dan dana, dari penghematan anggaran pembuatan kartu JS yg lumayan besar, pdhal masih ‘baru’ tercetak 3000 dari 4.7juta calon pasien) utk recovery semua kebutuhan medis ‘baru’ tsb scr optimal dan semua pegawai2 medis terbiasa dgn “the new ‘busy’ rhythm”.

    Utk diketahui buwat yg noob with this and my issue: ane cuman gak setuju dgn pembuwatan kartunya bukan sistemnya JS ini. Karena bagi ane masih bisa diefisienkan dana pembuwatan kartunya (pakai NIK manual/e-KTP saja) dan dialihkan utk penambahan tenaga/perangkat/unit medis yg lebih dibutuhkan saat ini (e-ktp sudah pasti ada sesuai janji pa mendagri, di 2013 ini katanya – bagi ane yg penting NIK barunya dan data kependudukan spt data foto muka, retina mata, dan sidik jari yg teranyar yg ga bakal bisa masuk dlm kartu ID manapun saat ini, sudah masuk dalam sistem database e-ktp dulu, kartu bisa belakang, toh masih bisa pake/entry NIK scr manual kan?).

    Ini sorkat terkait, utk bahan pertimbangan aja agar lebih jelas kenapa koq kayaknya ane tuh sok peduli banget soal efisiensi biaya KJS ini sejak awal/dulu (“Masih bisa lebih efisien, gan!”):
    http://ahok.org/berita/news/permintaan-kjs-menumpuk-pak-jokowi-akan-tambah-mesin-pencetak/#comment-35775

  7. Semoga dengan KJS warga tidak ada lagi yg sakit sampai terlantar,juga sebaiknya ditiap kelurahan didirikan 1 Puskesmas dengan ruang rawat inap.Maju trus Pak jokowi-ahok.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here