Soal Monorel Yang Terpenting Berjalan

8
111

Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama enggan mempermasalahkan konsorsium untuk melanjutkan proyek monorel. Baginya, yang terpenting adalah proyek tersebut kembali berjalan, dan tak membebani Pemerintah Provinsi DKI dalam hal pembiayaan.

“Kayaknya dilanjutkan ke perusahaan yang lama deh (PT Jakarta Monorel/JM). Yang penting kami nggak keluarin biaya,” kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Jumat (11/1/2013).

Basuki menjelaskan, Pemprov DKI tidak mengeluarkan biaya apapun, termasuk dalam pengadaan keretanya. Namun demikian, beban yang harus ditanggung Pemprov adalah membayar sejumlah biaya jaminan meski di satu sisi Basuki belum menyebutkan jaminan apa yang dimaksudnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, PT Adhi Karya mundur untuk melanjutkan proyek monorel di Ibu Kota. Kini tinggal PT Jakarta Monorel (JM) yang berpeluang melanjutkan proyek tersebut. PT JM adalah konsorsium lama yang pernah menggarap proyek itu, tetapi proyek terhenti karena persoalan pendanaan.

Menurut Jokowi, PT JM berpeluang besar melanjutkan proyek tersebut. Jika sudah ada kepastian, Jokowi akan meminta proyek langsung dilaksanakan. Pengerjaan proyek oleh konsorsium lama memudahkan proses berikutnya. Desain monorel, katanya, mengacu pada desain lama yang pernah dikerjakan PT JM.

“Jika memilih konsorsium baru, lebih ribet prosesnya. Nanti proyeknya tidak akan selesai. Saya sudah menghitung itu. Semoga berikutnya akan berjalan lancar,” kata Jokowi.

Saat ditanya soal kegagalan JM, Jokowi mengatakan bahwa hal ini tidak akan terjadi lagi. Sebab, PT JM telah memberi kepastian mengenai kekuatan pendanaan. Pada tahap awal, dia meminta PT JM membeli semua tiang monorel yang telanjur dibangun. Semua tiang itu kini menjadi aset PT Adhi Karya.[Kompas]

8 COMMENTS

  1. sekali lagi pak proyek monoraillah yg paling pantas dimulai,daripada MRT yg telah melibatkan uang asing yg memang sudah mengendap begitu lama,lagi pula harga tiket monorail lebih murah daripada tiket MRT,kalau monorail anggaplah warga jakarta pernah merasa pergi ke negara tetangga naik monorail,alangkah betapa bangganya karena proyek monorail itu kesemuanya bikinan dalam negeri,pula insinyur2nya tolong diusahakan dari dalam negeri,itu baru dinamakan INDONESIA mempunyai nama dengan adanya monorail bikinan negeri sendiri,alangkah bangganya,dan mengenai proyek baru 6 ruas jalan tol,itu proyek itu tindak akan menuntaskan masalah kemacetan dalam kota jakarta,kalau yg dibangun tol dipesisir pantai uatara itu baru bagus,karena mobil besar dari bekasimasuk jakarta tidak melalui dalam kota

    • hehehe… sudah diputuskan (dan ditetapkan) pak JoW, MRT pasti jalan teyus (mo konpres @ 15 januari kan?).
      jaadiii.. monorel sudah pasti tetep jalan teyus juga… namuuunnn… dari yg ane liyat di tipi, pake kelas standar, standar rail-grip model, yg rada ringkih jadi kudu pelan2 klo di belokan biyar gak lepas terangkat dari rel tiba2 (jalan pelan2 asal selamat), bukan kelas canggih yg bisa tetep aman melaju dgn kecepatan >100 km/jam di tikungan/belokan radius <6 meter (kira2 sekitar 30 derajat belokan ato lebih tajam/besar) yg perlu inovasi kreatif tingkat tinggi agar mirip pembangunan wahana roller coaster tingkat keamanannya – jadi dlm bayangan ide ane, ada tikungan yg dibuwat dgn kemiringan/slope spt gaya speda-motor berbelok agar tak terlempar keluar oleh efek gaya sentrifugal ketika berbelok dgn kecepatan tinggi dan roda pengait ke rel yg lebih aman yaitu 'memeluk' rel (spt ring/cincin besar utuh tanpa putus yg melingkari rel, roda2 pengaitnya bukan cuma di sisi kanan+kiri spt yg standar [roda yg persis dibawah lantai kreta itu wajib ada utk menanggung beban utama kreta bos!] tapi juga di sisi bawah rel, minimal 1 roda bawah rel per cincin/ring, 2 roda bawah rel disarankan agar lebih stabil ketika berbelok dgn kec. tinggi) agar kemungkinan roda copot/lepas krn rusak shg membahayakan keamanan (kreta bisa lepas dari rel dan terjun bebas krn efek beban kerusakan domino pada roda pengait ke rel) bisa diminimalisir krn masih ada cincin/ring pengait relnya yg masih melingkari rel.
      Model ring/cincin yg 'memeluk' rel scr penuh tanpa putus ini juga cocok utk model MagLev, dimana roda2 penunjang/pengait digantikan oleh medan2 magnet disekitar cincin tsb, shg nyaris tak perlu ada yg dirubah ketika berpindah dari model roda ke model MagLev, selain penempatan pole2 magnetic di cincin/ring pengait/pemeluk rel dan di rel itu sendiri, kemiringan tikungan juga tak perlu diubah lagi kecuali ingin belok lebih cepat lagi di tikungan shg butuh kemiringan lebih besar/tajam lagi agar mengurangi efek sentrifugal yg timbul dari kec. yg lebih tinggi (dan pendorong model MagLev memungkinkan utk itu, faster cornering speed w/o rail friction).

      klo ane mah ga terlalu penting kudu 100% produk lokal ato kagak, nyang penting ade dulu deh barangnye dan cukup murah, soal target "konten lokal harus 100%" bisa diurus nanti pelan2 digantinya.
      Ntar keburu pak JoW pensiun dari Gub DKI gimana? malah lebih molor lagi proyek monorelnya nanti… ga jelas slesenya kapan gara2 nunggu 100% konten lokal dipenuhi dulu prasyaratnya,.

      Dan mengenai jalan tol..
      itu JLNT (non-Toll) brow.. 🙂
      dan spt yg ane trima britanye, pak JoW juga (akhirnya kita denger) nuntut agar disediakan lajur khusus public transport di tiap ruas JLNT tsb, ato kalo ga (1/2 ngancem) bakal batal proyek JLNT-nya.

      Waah, jangan terburu2 lah pak batalinnya…
      kan bisa dipake buwat pengganti proyek Deep Tunnel bapak, ya kan?
      coba pikir, jalur jalan dibawahnya bisa dipake sbg jalur saluran air dikala hujan deras/banjir (tinggal bikin tanggul kiri-kanan jalan secukupnya ajah), sama spt fungsi Deep Tunnel ya kan? setidaknya dah ada yg pasti mo bayarin proyeknya dari swasta (dibayarin scr penuh ye katanye?), drpd Deep Tunnel yg masih kudu nunggu dana investor swasta dulu lagi, gak tau kapan ade.
      Ini becandaan tapi bisa dianggep ciyus juga lho… 🙂 namanya juga orang zilog (zinting-tapi-logis) macem ane nyang kasih saran… 😀

      • sorry diralat..
        yg JLNT yg di antasari-Blok M
        yg 6 ruasl itu emang jalan tol, spt yg ditegaskan pak Jow sendiri.. shg menuai protes (krn bayar yak? klo gratis mah diem ajeh x :D)
        sorry ketuker datanya… 🙂

  2. muter-muter ga kelar-kelar, PT JM dulu ga bisa biayai, tapi udah kadung PT Adhikarya bangun tiang-tiang monorelnya. Terus mangkrak…

    Diera Gub.Jokowi mau diteruskan, keduanya diminta gabung, ga tahu apa permasalahannya akhirnya PT.Adhikarya mundur, tinggal PT. JM yang katanya sudah siap dana mau terusin, tentunya harus beli tiang-tiang yang udah dibangun PT. Adhikarya….

    Jangan sampai main kucing2an akhirnya pemprov DKI Jakarta, malah menanggung ini itu dan akhirnya morotin duit rakyat…(kayaknya sengaja deh dibikin kusut)

    • harusnya ditanya knapa dulu tuh bedua mo gabung kongsian, tapi skrg kagak mao…
      soalnye nyang ane tau, klo gak ade penengah yg dihormati bersama, gak akan ada yg mau kerjasama bedua apelagi betiga/berempat/dst.
      krn ude sifat dasar manusia yg rada ‘serakah’, ade proyek X ya harus beli satu paket semua kebutuhun proyek X tsb. misal soal monorel ini, ya kalo Adhi Karya bikin tiang/pondasi relnya, ya sekalian satu paket ama penyediaan serta pemeliharaan kreta monorelnya donk, jadi lebih sreg dan ga saling lempar tanggungjawab nanti (soalnye kan dah pengalaman seringnya begitu di negri kacaw-balaw tanpa nakhoda ini), dan profitnya bisa disabet pul total gak sebagian doank.
      Contoh lain yg mirip, soal proyek KJS dan sistem JS yg disinyalir harus dibeli satu paket, krn dr hasil analisa ane, malah lebih efisien dan hemat anggaran kalo bisa kerjasama sistem JS dgn sistem e-ktp yg (seharusnya sudah dan bisa diakses scr) online sbg ID/NIK verificator dan selanjutnya bisa langsung dilayani oleh sistem JS kalau valid sbg warga Jakarta.
      Krn dasarnya verifikasinya sama, kemungkinan besar menggunakan NIK pasien sistem JS ini, shg KJS (kartu utk mengakses sistem JS) hanya menyimpan NIK pasien, aliyas sama saja spt e-ktp yg juga hanya menyimpan NIK penduduk di magnetic stripnya.
      Ane justru ingin mendorong agar kedua pihak ini dari pemda DKI dan pemerentah pusat melalui kemendagri bisa mulai kerjasama lebih cepat utk mewujudkan CONTOH pemakaian NYATA dari akses online ke sistem database e-ktp online ini, berfungsi atau tidak, jangan cuma sekedar wacana lagi aliyas aslinya gak jalan.
      Orang awam cuma lihat kartu e-ktp nya aja, ada/tidak utk menilai, tapi ane lebih substantif klo mo menilai, yang penting dah bisa diakses scr onlen dulu sistem database e-ktp ini, krn percuma aja kita2 semua capek2 berpanas2 menunggu antrian pangambilan data sidik jari dan retina mata serta poto2 di Kelurahan setempat klo gak pernah bisa ngerasain enaknya akses data onlen ini, dgn atau tanpa e-ktp (krn yg dibutuhkan pd dasarnya hanya NIK semata, yg bisa diketik scr manual ke sistem e-ktp utk me-retrieve data pemilik NIK tsb).
      Soal kartu mah bisa nunggu, yg penting data penduduk dah masuk ke sistem e-ktp dan NIK yg digunakan kita semua dipakai sbg index utk mencari data2 pemilik NIK tsb, jadi tunggu apa lagi? mari kita test bersama kehebatan sistem database onlen e-ktp ini, saat ini juga! tanpa perlu kartu fisik e-ktp (yg cuman bisa nyimpen nomor NIK saja), just enter your f***in NIK into the client app and we’ll see the data retrieval result from the online e-ktp server, working/not!
      Toh bgmanapun tuh kartu e-ktp kudu keluar en beres diterima seluruh warga, khususnya warga DKI, sebelon awal 2014 tiba, klo ga pak Gamawan harus undur diri sesuai janjinya dulu.
      Lagian klo pake e-ktp card reader yg adalah standar nasional, pola tanggung biayanya bisa dibagi antara pemda DKI dan pempu RI ato bahkan sepenuhnya oleh pempu utk instansi2 pemda yg strategis, dan sisanya scr tanggung renteng bersama, ato bersama dgn swasta yg membutuhkan spt bank2/RS2 swasta, dan hargapun bisa jauh lebih murah krn alat pembaca kartu tsb adalah standard nasional dan dipakai scr massal, shg bisa diproduksi scr massal shg utk proyeksi biaya jatuhnya lebih murah biaya produksinya nanti, shg mungkin pemda DKI sendiri saking murahnya bisa cukup menghibahkan (gretongin) saja ke RS swasta yg mau bekerjasama dgn pemda DKI utk proyek2 kesehatannya (saling berbagi keuntungan intinya).
      Sedangkan KJS bukan standar nasional kan? cuma utk dipakai warga DKI saja, shg sulit lebih murah biaya produksinya kedepannya nanti, baik kartu maupun card readernya.

      Mangkanye ane dah pernah sindir disini, pemda DKI suruh tanya ke kemendagri soal ini: “Aloooo… met siang pak, kita cuma mo tanya, apakah pemda DKI bisa punya akses onlen ke sistem database e-ktp saat ini? ditunggu jawabannya segera yaaah paak?”

      sekali lagi, utk menjelaskan perilaku ane yg kadang ‘keluwar jalur/pakem normal’, ane bukan one of those idol fanatic dumbheads. ane cuma pendukung program/idealisme SEEE (Smart-Effective-Efficient-Economical), yg kbetulan ane invent sendiri sbg pedoman hidup ane yg dulunya sering ga jelas arahnye mo kemana, dan skrg ane share ke public, mungkin aje bisa berguna.
      Dan siapapun yg setuju ato mendukung hal/idealisme yg baik ini, termasuk Gub/WaGub kita, bakal ane dukung 100%, klo perlu abis2an kayak kaum fanatic dumbheads ituh :). Eehh.. klo gituh, apa bedanya ane dgn mereka yeh? 😀 …mirip sih tapi gak sama la yaw…

      • Lho pemerintah pusat bikin e-ktp itu sebuah protek lho, pak basuki pernah bilang, beliau sempat menyarankan pengelolaan e-ktp bisa diserahkan kpd CSR bank2 di seluruh Indonesia, dgn bgitu tidak terlalu membebani APBN, tp dasarnya proyek..ya gitu deh..mendagri tuh ditanyain..

        • wah beneran nih infonya?
          klo bener, brarti kesannya ga ada yg mau kerjasama dgn pempu urusan e-ktp.
          di negara manapun, soal KTP kudu ditangani pempu, bukan malah diserahkan ke swasta (beda ya kalo cuma minta bantuan dana dari swasta, cuma minta duwitnya doang, bukan suruh ngurusin). nanti siapa yg tanggung jawab? central database servernya siapa yg maintain? CSR yg dimaksud itu yg mana? Customer Service Reps. ato Corporate Social Resp.? bank2 swasta mana yg mau ngurus? siapa yg mau jadi kepalanya, shg bisa dimintai pertanggungjawabannya?
          Udah bener yg nanganin pempu soal e-ktp, dan jelas sebuah proyek juga, proyek yg seharusnya didukung seluruh warga negara iNdonesia termasuk seluruh pemda2 yg ada di lingkup NKRI, apalagi ibukota DKI jakarta.
          Kalo emang didukung semua pemda dan elemen kita harusnya udah liat langkah kongkrit kerjasamanya penggunaan e-ktp ini, minimal dlm bentuk kerjasama sistem spt sistem JS ini di Jakarta, gak perlu harus nunggu ada kartunya dulu, itung2 test drive dulu sistem online e-ktp, berjalan atau tidak di kenyataannya. kan bisa diatur nanti kompensasinya, misal sistem JS dan formatnya akan digunakan sbg format basis data kesehatan di seluruh pemda di NKRI misalnya (kalau diintegrasikan data kesehatan dlm database e-ktp) ato card-reader ditanggung bersama/digratiskan utk keperluan pemda DKI, ato kesepakatan yg lain.
          Kalo maen lempar ke orang laen emang enak lah, gak perlu ngurus apapun, apalagi gak perlu kluar duwit… ini kesan yg ditangkap dari info anda seolah2 pemda DKI aja gak mau kerjasama dgn pempu urusan e-ktp ini, apalagi pemda2 lainnya, apakah ini bentuk dukungan real kpd pempu/NKRI yg kita harapkan yg terkesan 1/2 hati?
          Maaf aja, ini data penduduk yg sifatnya rahasia dan pribadi, masak seenaknya diserahkan ke swasta (meski bank2 swasta juga punya data nasabah juga yg bersifat rahasia, tapi urusan tanggung jawab, nanti dulu – mereka juga kan minta kejelasan pasti siapa “head on the charge”) begitu aja tanpa ada kejelasan siapa pimpinannya yg tanggung jawab. Memang sudah senarusnya kemendagri a/n negara bertanggung jawab atas hal ini, bukan CSR swasta ato apalah itu. kalau soal pendanaan proyek dan siapa saja sponsornya proyek e-ktp ini, ya saya kurang tau soal e-ktp ini, mungkin pak Baz sendiri lebih tahu soal ini waktu masih di komisi II DPR.
          Itu sebabnya saya mendorong pemda DKI agar ‘nanya’ ke pempu/kemendagri soal akses onlinenya sudah bisa blom? ga salah kan? kali2 aja klo udah onlien bisa ditest dgn sistem JS, dan kalo sukses, bisa diintegrasikan e-ktp dgn sistem JS, shg tak perlu anggaran biaya cetak kartu JS lagi utk warga DKI yg masih belom punya.
          ini sama kan dgn anjuran “mendagri tuh ditanyain.” yg anda tuliskan? dan lebih punya kekuatan politik lagi… pemda DKI sendiri yg nanya soalnya.

          dan harap diketahui saja, kalau e-ktp ini tidak pernah ada, maka anda akan terus diminta perpanjang KTP terus tiap 5 tahun (ada oknum RT yg bilang tiap 3 tahun entah maksudnya apa) dan pasti kena pungli spt laporan2 warga s/d akhir 2012 (menurut pak Baz sendiri, dgn e-ktp tak perlu pake acara perpanjang2 lagi, aliyas berlaku seumur idup).
          dan krn tidak online, setiap pencatatan/pencarian data KTP di instansi tertentu akan makan waktu lebih lama, tidak akan sesingkat spt lamanya waktu menggesek kartu e-ktp ke card-reader dan langsung bisa terlihat data2 kependudukan yg dibutuhkan saat itu juga (termasuk data2 kesehatan jika disetujui utk diintegrasikan sekalian dlm database e-ktp nanti).

          Ane juga bingung, program baik spt e-ktp ini bisa gak mulus berjalan (tanpa dukungan penuh, bahkan dari pemerentah sendiri?), koq gak bisa kayak Malaysia ya yg didukung penuh proyek MyCard (e-ktpnya Malay yg terintegrasi penuh, satu kartu utk semua urusan) bahkan oleh warganya sendiri, memang aneh orang2 kita ini…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here