(Rapat Kerja Komisi II DPR RI Dengan Menteri Dalam Negeri, 11 November 2009)
–
Dalam era otonomi daerah, tinggi rendahnya kesejahteraan rakyat sangat ditentukan oleh kepala daerah. Semakin tinggi kualitas kepala daerahnya, maka semakin besar pula kemungkinan rakyatnya untuk sejahtera. Apabila kepala daerahnya tidak bersih, jangan harap rakyatnya bisa sejahtera.
–
Lalu bagaimana agar proses pilkada yang ada dapat menghasilkan sosok yang bersih dan mampu mensejahterakan rakyatnya? Apalagi di tengah kondisi masyarakat yang semakin apatis dan pragmatis. Jalan keluarnya adalah dari sisi peraturan. Kita perlu membuat suatu aturan main yang bersifat ‘melindungi’ individu yang bersih dari persaingan dengan oknum penguasa yang tentu memiliki modal yang jauh lebih besar.
–
Menurut Basuki yang akrab dipanggil ‘ahok’ ini, perlu memberlakukan peraturan dimana para calon peserta pilkada dikenakan asas pembuktian terbalik bagi mereka untuk membuktikan harta kekayaannya selama ini. Substansi ini mungkin bisa dipertimbangkan untuk dimasukan dalam rancangan undang-undang pemilihan kepala daerah yang merupakan salah satu bagian dalam revisi undang-undang pemerintahan daerah No. 32 tahun 2004.
–
Hal ini penting, karena selama ini para individu yang idealis dan bersih tidak sanggup bersaing dengan oknum yang korup. Terutama secara finansial. Masyarakat kita masih rentan dengan money politics dan berbagai bentuk serangan fajar.
–
Dengan aturan pembuktian terbalik ini, tentu para calon peserta pilkada yang tidak bersih akan mengurungkan niatnya dalam persaingan kepala daerah, dan menyisakan peserta pilkada hanyalah orang-orang yang berani membuktikan asal muasal harta kekayaannya pada masa lalu, saat ini, dan juga kekayaannya di masa depan.
———————————————————————————————————————————
sangat setuju proses pilkada harus melalui fit and proper test yang ketat.Agar pemimpin yang terpilih bisa diandalkan karena dapat mensejahterakan rakyat