MENJARING PENDAPAT DAN ASPIRASI PUBLIK

2
153

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR RI Dengan Berbagai Lapisan Masyarakat

Salah satu tugas dan wewenang DPR sesuai dengan Undang-undang No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat (pasal 71.s). Maka dalam rangka itu pula DPR membuka diri dengan berbagai kesempatan untuk menjaring aspirasi, keluhan maupun pandangan dari berbagai lapisan masyarakat. Aspirasi yang datang tersebut dapat dari orang perorang secara pribadi, kelompok maupun instansi. Salah satunya adalah kesempatan yang disebut dengan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).

Sesuai namanya, rapat tersebut bersifat terbuka untuk umum (ya, ada beberapa rapat di DPR yang sama sekali tertutup untuk umum, bahkan untuk wartawan dan staf pribadi anggota dewan sekalipun). RDPU dillakukan untuk mendapat masukan dari masyarakat (pasal 153 ayat 2) terkait pelaksanaan tugasnya, seperti dalam penyusunan Undang-undang. Seperti contohnya pada komisi II dimana saya berada, maka kami dapat meminta masukan dari berbagai stakeholder yang terkait dalam bidang kerja kami, diantaranya pemerintahan dan otonomi daerah, pertanahan, aparatur negara serta pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.

Contohnya pada hari Rabu (28/11/09) yang lalu kami dari Komisi II DPR mengadakan acara dengar pendapat dengan Ramlan Surbakti, pakar Pemilu yang juga mantan wakil ketua KPU mengenai segala hal yang berkaitan dengan Pemilu. Tentu harapannya agar pelaksanaan Pemilu maupun Pilkada ke depannya dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik. Kondisi objektif saat ini adalah masyarakat banyak yang kecewa pada pelaksanaan Pemlu yang lalu, baik dari sisi DPT yang carut marut, hingga sikap KPU yang sering kali inkonsisten menjalankan peraturan yang mereka tetapkan sendiri.

Dalam rapat yang dipimpin oleh Teguh Juwarno (F-PAN) ini, Ramlan Surbakti mengatakan, salah satu simpul permasalahan yang menjerat pelaksanaan Pemilu lalu adalah masalah aturan main yang dinilainya kurang baik. Selain itu tingkat kepatuhan baik peserta maupun penyelenggara pemilu tersebut juga bisa dibilang memperihatinkan. Sengketa dalam Pemilu hingga tidak jelasnya tata cara perhitungan sisa suara telah membuat Pemilu sedikit banyak kehilangan kredibilitasnya di mata publik.

Memang seperti yang kita ketahui bersama, pelaksanaan Pemilu yang kemarin sesungguhnya tidak bisa kita banggakan, bila tidak mau disebut memalukan. Terlepas dari hasilnya, tentu Pemilu yang lalu masih memberikan kita banyak ruang untuk perbaikan. Saya pribadi sebagai peserta pada Pemilu lalu juga memiliki beberapa catatan penting. Saya rasa Pemilu yang jujur dan adil adalah dambaan semua stakeholder terkait, namun belum terwujud dalam pelaksaan kemarin.

Beberapa poin penting dari RDPU kemarin antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Kita sadari bahwa sistem informasi kependudukan di Indonesia masih carut marut. Antara data di satu instansi dengan instansi yang lain berbeda. Maka sebelum sistem Single Identity Number (SIN) diterapkan secara nasional, maka perlu ada desentralisasi wewenang kepada KPUD untuk membenahi DPS maupun DPT di wilayah mereka masing-masing. Hal ini penting karena selama ini petugas di daerah tidak memiliki basis hukum yang jelas dalam melakukan tugasnya membenahi DPT.
  2. Pelaksanaan sosialisasi merupakan fokus penting dalam upaya mensukseskan pemilu, terutama sosialisasi DPS maupun DPT. Seyogyanya informasi daftar pemilih harus bisa diakses melalui berbagai cara. Selama ini masyarakat harus mendatangi kantor kelurahan untuk mengakses daftar pemilih, ke depannya informasi ini harus dapat mudah diakses, lokasi penempelan daftar pemilih dapat disesuaikan dengan keadaan sosio kultural daerah tersebut, misalnya di warung kopi, tempat ibadah, ataupun pasar. Dan akan lebih baik lagi jika informasi tersebut dapat diakses melalui media internet.
  3. Aturan main yang jelas. Inilah titik lemah pemilu yang lalu. Regulator pemilu harus tegas dan mampu menjaga kredibilitas dan kewibawaannya di mata publik maupun peserta pemilu. Termasuk aturan sanksi bagi mereka yang dinilai gagal melaksanakan tugasnya
  4. Perlu pula mulai dipertimbangkan penggunaan Teknologi Informasi (TI) yang lebih canggih dalam pelaksanaan Pemilu. Fakta bahwa tiga dari empat negara demokrasi terbesar di dunia telah mengaplikasikan TI dalam bentuk sistem e-voter dalam pemilu mereka. Negara tersebut adalah Amerika Serikat, India dan Brazil. Dan satu negara sisanya adalah Indonesia.

Bagi kami di Komisi II, tentu masalah per-Pemilu-an ini merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan bernegara di Republik tercinta ini. Seperti yang sering saya katakan, proses pemilu yang baik akan semakin mendorong munculnya pemimpin yang baik pula. Oleh karena itu fokus perhatian pertama kami adalah bagaimana menciptakan aturan main yang mengikat, tidak hanya peserta pemilu saja, namun juga ‘sang wasit’ yaitu KPU.

Berbicara tentang KPU, tentu kita sering mendengar banyak keluhan mengenai kinerja lembaga yang menjadi mitra kerja komisi II ini. Perlu diketahui pula, panitia khusus (Pansus) DPR RI tentang daftar pemilih tetap (DPT) telah merekomendasikan agar anggota KPU 2007-2013 segera diberhentikan. Seluruh anggota pansus waktu itu sepakat bahwa anggota KPU memiliki kelemahan yang sangat subtansial. Namun yang terjadi adalah kini mereka sedang ‘bepergian’ ke luar negeri dengan dalih evaluasi Pemilu. Sayangnya, payung hukum yang mengatur tentang KPU, yaitu UU No. 22 tahun 2007 tentang penyelenggara Pemilu tidak secara jelas mengatur tentang pemberhentian anggota KPU di tengah jalan. Maka kami komisi II DPR menyadari pentingnya revisi UU tersebut. Demi kepentingan yang lebih luas, mengingat secara konstitusi anggota KPU yang sekarang baru akan mengakhiri tugasnya pada 2013, perlu secepatnya disusun aturan baru yang mengatur tentang penyelenggara Pemilu. Mengingat berikutnya kita akan segera menghadapi serangkaian Pilkada di berbagai daerah.

Petisi Pemberhentian Anggota KPU

Pada hari yang sama, kami Komisi II DPR juga menerima tamu dari Panitia Pemberhentian Penyelenggara Pemilu (P4). Walaupun datang secara mendadak, namun atas nama aspirasi masyarakat, kami menerima mereka dengan tangan terbuka.

Panitia ini dikomandoi oleh enam orang pemerhati Pemilu di Indonesia, yaitu Ray Rangkuti (Direktur Lingkar Madani Indonesia), Jerry Sumampouw (TePI Indonesia), Jojo Rohi (KIPP), Agus Melaz (SPD), Yuris Oloan (Formappi), dan Yulianto (KRHN). Mereka datang untuk menyampaikan petisi berisi tuntutan untuk DPR agar segera memberhentikan anggota KPU saat ini.

Kami dari komisi II DPR menerima petisi ini sebagai salah satu aspirasi publik yang patut diapresiasi dan diperhatikan. Sesuai dengan rancangan program kerja Komisi II, kami juga akan secepatnya merumuskan tata cara untuk membenahi perangkat Pemilu dan juga memperbaiki agar pemilu menjadi lebih berkualitas. Kami juga akan selalu terbuka atas masukan dari berbagai lapisan masyarakat yang peduli dengan nasib bangsa ini.

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here