Pokok-Pokok Pikiran Anggota Komisi II DPR RI Tentang Revisi UU NO 22 Tahun 2007

0
45

1. KERANGKA KONSEPTUAL

a. Model penyelenggara pemilu tergantung kondisi masyarakatnya. Misalnya, di negara lain tidak lagi diperlukan pengawas karena situasi masyarakatnya sudah mendukung. Di Indonesia pengawas tetap diperlukan.

b. Model penyelenggara pemilu ada tiga: (1) pemilu diselenggarakan oleh organisasi independen; atau (2) pemilu dilaksanakan oleh pemerintah; atau (3) pemilu dilaksanakan oleh tim campuran (pemerintah dan parpol). Mana yang cocok? Pilihan ditentukan oleh banyak faktor, antara lain, menjamin tercapainya tujuan pemilu dan tidak merugikan kontestan pemilu.

c. Terjemahkan istilah “nasional, tetap dan mandiri” untuk menyusun format penyelenggara pemilu.

d. Revisi UU Nomor 22 Tahun 2007 agar dikaitkan dengan UU lainnya yang terkait, khususnya undang-undang politik dan pilkada.

e. Prinsip umum yang perlu dipertimbangkan: pemilu dilaksanakan dengan cara yang sederhana, tidak rumit, efisien dari segi anggaran dan organisasi penyelenggara pemilu tidak gemuk/ramping.

2. TIM SELEKSI

a. Pembentukan tim seleksi calon anggota KPU ada tiga alternatif: (1) dibentuk oleh Presiden; atau (2) dibentuk oleh Presiden dan DPR; atau (3) dibentuk oleh DPR.

b. Mekanisme rekrutmen calon anggota KPU ada dua alternatif, bersifat terbuka atau tertutup. Jika terbuka, maka semua warga negara yang memenuhi syarat mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi calon. Jika tertutup, maka tim seleksi yang dibentuk bertugas mencari orang-orang yang cakap dan memenuhi syarat untuk dijadikan calon anggota KPU.

c. Calon anggota KPU yang diusulkan sebanyak 33 orang terlalu banyak, bisa mendorong terjadinya polarisasi dan negosiasi politik. Cukup 15 orang saja calon yang diusulkan untuk uji kelayakan dan kepatutan di DPR.

3. KPU

a. Jumlah anggota KPU sebanyak 11 orang terlalu banyak. Alternatifnya cukup 7 orang atau maksimal 9 orang.

b. Status KPU ada dua alternatif: (1) organisasi KPU, dari pusat hingga ke daerah bersifat tetap/permanen; atau (2) organisasi KPU pusat bersifat tetap, tetapi bisa saja untuk KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota bersifat ad hoc, terutama jika dikaitkan dengan kemungkinan pelaksanaan pilkada yang serentak.

c. Periodisasi masa jabatan anggota KPU ada dua alternatif: (1) Masa jabatan anggota KPU/KPU Provinsi/kabupaten/kota semuanya sama 5 tahun; atau (2) masa jabatan anggota KPU 5 tahun, tetapi untuk anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota lebih pendek masa baktinya.

d. Persyaratan untuk menjadi anggota KPU diperketat. Misalnya, untuk KPU minimal berpendidikan S2, memiliki kompetensi/keahlian di bidang tertentu (misalnya ahli politik, hukum, manajemen dan teknologi informasi) dan berpengalaman dalam tugas-tugas ke-pemiluan. Untuk anggota KPU provinsi minimal berpendidikan S1. Namun harus dipertimbangkan pula bahwa yang utama adalah profesionalitas, bukan sekedar jenjang pendidikan.

e. Terkait dengan keanggotaan parpol, ada dua alternatif: (1) anggota KPU tidak boleh diisi oleh orang parpol; atau (2) bisa saja diisi oleh orang parpol, tetapi yang bersangkutan harus non aktif ketika terpilih sebagai anggota KPU.

f. Alternatif lain yang perlu dipertimbangkan: (1) KPU dikelola sepenuhnya oleh parpol; atau (2) KPU dikelola oleh pemerintah dan parpol; atau (3) parpol bertindak sebagai Steering Commitee, dan sebagai pelaksana dipilih orang-orang independen dan profesional.

g. Syarat dan prosedur pemberhentian anggota KPU jika terjadi pelanggaran agar dibuat lebih rinci sehingga mudah dipahami.

4. BAWASLU/PANWASLU

a. Pengawasan pemilu tetap penting, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa organisasi pengawas pemilu tidak lagi diperlukan. Di beberapa negara lain, pemilu dilaksanakan tanpa organisasi pengawas yang resmi.

b. Terkait dengan status Bawaslu/Panwaslu, apakah permanen atau ad hoc, kiranya dikaitkan dengan beberapa hal, antara lain, efisiensi anggaran, kemungkinan pilkada serentak, kemungkinan pemilihan gubernur tidak lagi langsung tetapi lewat DPRD, dan sebagainya.

c. Ada yang berpendapat bahwa pengawas pemilu seyogyanya dari parpol agar bisa saling mengawasi dan ini menghemat anggaran negara.

d. Otoritas dan wewenang Bawaslu agar diperkuat (pertimbangkan rekomendasi yang telah diajukan Bawaslu).

5. DEWAN KEHORMATAN

a. Dewan kehormatan seyogyanya bersifat ad hoc.

b. Anggota Dewan Kehormatan 5 orang terdiri dari 1 orang dari KPU, 1 orang dari Bawaslu dan 3 orang dari unsur masyarakat yang dipilih oleh DPR.

c. Dewan Kehormatan dipimpin oleh unsur masyarakat.

6. SEKRETARIAT

a. Kesekjenan tidak terlalu gemuk, yang penting kinerjanya.

b. Untuk menjamin independensi, perlu dipertimbangkan agar Sekjen tidak berasal dari PNS. Status Sekjen sebagai PNS bisa mengundang intervensi dari kelompok yang berkuasa.

c. Sekretariat KPU bisa saja dibentuk semacam event organizer yang dikelola oleh orang-orang profesional yang bertugas khusus untuk melaksanakan pemilu. Karena itu tidak harus berasal dari PNS.

7. PERANAN PEMERINTAH

a. Prinsip utamanya adalah pemerintah harus dicegah untuk intervensi dalam pemilu. Karena itu penugasan personel pada sekretariat KPU harus dihindari.

b. Dalam keadaan tertentu, pemerintah bisa membantu untuk kelancaran pelaksanaan pilkada.

8. LAIN-LAIN

a. Perlu dibuat jadwal yang rinci untuk proses penyusunan RUU sesuai Peraturan Tata Tertib DPR agar mekanisme kerja lebih terarah dan fokus.

b. Pasal-pasal yang dirumuskan dalam RUU seyogyanya bersifat “denotatif”, tidak “konotatif”. Jika perlu dibuat pasal-pasal khusus sekiranya pemilihan gubernur bersifat tidak langsung, dan pilkada dilaksanakan serentak.

c. Pokok-pokok pikiran di atas masih bersifat umum, satu sama lainnya masih ada yang bertentangan. Untuk memudahkan perumusan draft Revisi UU Nomor 22 Tahun 2007, maka diperlukan adanya kesepakatan di lingkungan anggota Komisi II tentang beberapa hal penting tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here