Permasalahan Pilkada 2010

0
53

(20/07)—Ada beberapa permasalahan yang ditemukan dalam proses pelaksanaan Pemilukada 2010, antara lain:

  1. Politik uang (money politic) dalam berbagai bentuk dan jenisnya, seperti hadiah berupa voucer (Kab. Mandailing Natal), pembagian baju batik dengan menyelipkan uang (Prov. Kepri) dll.
  2. DPT ganda
  3. Pemilih siluman (terjadi di Kab. Samosir) dimana salah satu pasangan calon mengerahkan mahasiswa dari Medan, Sumatera Utara untuk mencoblos di TPS-TPS. Mahasiswa-mahasiswa tsb bukan warga atau penduduk Kab. Samosir, namun nama mereka ada dalam DPT.

4. Pencoblosan ganda di hitung sah.

5. Satu orang pemilih mencoblos lebih dari satu kali di TPS yang berbeda.

6. Keterlibatan aparat pemerintah dalam upaya memenangkan salah satu pasangan calon.

7. KPU tidak netral dan salah menerapkan atau menafsirkan ketentuan-ketentuan pilkada.

8. Pengawasan terhadap KPU dan KPU daerah oleh Panwaslu belum maksimal karena Panwaslu masih kesulitan memperoleh data dalam tahapan pilkada dari KPU seperti data calon pasangan atau dokumen kelengkapan administrasi dari calon. Di samping itu kinerja Panwaslu pilkada tidak maksimal karena tidak memiliki kewenangan untuk mengeksekusi pelanggaran administrasi yang terjadi di lapangan.

9. Pasangan calon melibatkan anak-anak dalam kampanye.

10. Perselisihan antara KPU Pusat, KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota, seperti yang terjadi di Provinsi Sulawesi Utara, dimana KPU Sulut mengambilalih proses pelaksanaan pilkada Kota Manado dengan membentuk Dewan Pilkada yang terdiri dari 2 orang anggota KPU Sulut dan 3 orang wakil dari masyarakat. KPU Sulut menghendaki Pilkada serentak, yaitu tanggal 3 Agustus 2010 sesuai ketentuan Pasal 235 UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan KPU Kota Manado tetap menghendaki Pilkada tanggal 29 September 2010.

Beberapa permasalahan pelaksanaan pilkada tersebut di atas diperkuat dengan beberapa temuan Bawaslu bahwa setidaknya ada 4 (empat) kecenderungan pelanggaran dalam Pilkada 2010, antara lain:

Pertama adalah tahapan pemutakhiran data pemilih atau daftar pemilih tetap (DPT). Dugaan daftar pemilih ganda, nama yang tidak dikenal masuk dalam DPT atau pencatatan anggota TNI/Polri.

Kedua adalah tahapan penetapan pasangan calon. Misalnya tidak terpenuhi persayaratan dukungan pasangan calon, baik dari partai politik, gabungan parpol, atau perseorangan, dugaan ijzah palsu milik calon kepala daerah, penarikan dukungan dari parpol terhadap calon, atau pasangan calon tidak memenuhi persyaratan administrasi, seperti kesehatan.

Ketiga adalah tahapan kampanye. Misalnya penggunaan fasilitas oleh calon incumbent/petahana atau calon yang sedang menduduki jabatan publik, kampanye di luar jadwal, mobilitas pegawai negeri sipil, perusakan alat peraga kampanye, dan politik uang.

Keempat adalah tahapan pemungutan dan perhitungan suara. Dalam tahapan ini pelanggaran yang terjadi dalam bentuk pelanggaran administrasi dan pidana. Tahapan ini dinilai merupakan tahapan paling rawan dari tiga tahapan sebelumnya (Kompas, 4 Juni 2010)

Beberapa Catatan:

  1. Bahwa Pilkada jilid II 2010 ini memang sebagian besar sarat dengan konflik terutama konflik horisontal. Penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu/Panwaslu menjadi sorotan semua pihak, baik pemerintah (Pusat-Daerah) dan DPR terutama Komisi II DPR RI. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menciptakan suatu penyelenggaraan pilkada yang baik, demokratis dan membuat rakyat tersenyum (sejahtera). Sebagian besar konflik pilkada harus berlabuh di Mahkamah Konstitusi. Padahal MK atau pengadilan apapun namanya, bukanlah tempat untuk  ”mengadili kejujuran”. Apabila semua pihak menghormati prosedur dan tata cara penyelenggaraan pilkada, tentu hasil akhirnya lain. Sebaik apapun suatu peraturan, tetapi tidak didukung sumber daya manusia yang berkualitas secara moral, hasilnya sudah bisa ditebak. Terakhir masyarakat dididik untuk bersikap apatis terhadap pesta demokrasi yang sebenarnya merupakan hajatan politik mereka.
  2. Bagi daerah yang belum dan/atau sedang mempersiapkan pilkada, perlu bercermin atau belajar dari daerah-daerah yang sukses menyelenggarakan pilkada. Salah satu contoh adalah pilkada Belitung Timur yang syarat makna dan nilai budaya demokrasi yang nantinya menjadi model bagi demokrasi bangsa Indonesia di masa-masa mendatang sesuai nilai-nilai demokrasi Pancasila dan UUD 1945.
  3. Komisi II DPR RI harus terus mendorong dan mengevaluasi setiap pelanggaran pilkada dan mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas para pelakunya sesuai dengan peraturan perungang-undangan yang berlaku.

Terima kasih.

Jakarta, 20 Juli 2010
Kamillus Elu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here