Tanggapan Terhadap Artikel Terkait dengan RUU Pengendalia Dampak Rokok

1
69

(23/07)—Dalam salah satu artikel berita di website ini (Catatan Tentang Draft RUU Pengendalian Dampak ROkok Terhadap Kesehatan) terdapat masukan dari bapak Gabriel Mahal, S.H dimana dalam salah satu kalimat dan paragraf yang sangat menunjukkan artikel ini mengarah ke anti RUU itu antara lain:

“Pilihannya adalah, apakah kita lebih mengutamakan kepentingan dagang obat-obat NRT dari korporasi-korporasi farmasi internasional yang tidak memberikan keuntungan bagi rakyat, bangsa dan negara Indonesia, lewat suatu rejim hukum atas nama kesehatan publik atau kita mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara atas tembakau dengan segala industrinya yang nyata-nyata telah memberikan kontribusi menghidupkan petani tembakau, menyerap tenaga kerja, dan menjadi salah satu sumber penerimaan negara. Pilihan itu ada di tangan Anda, wahai pembuat UU!”

Menurut hemat saya secara nyata Pak Mahal ‘menuduh’ pihak ITCN dan kaum segolongannya adalah pendukung NRT (obat pengganti nikotin) yang disokong oleh kepentingan farmasi internasional. Jika dilihat latar belakang pak Mahal sendiri sebagai penulis epilog buku nicotine war nya wanda hamilton, perlu ‘dicurigai’ berasal dari kaum industri rokok.

Tidak bermaksud menyerang cuma sekedar berbagi pendapat, mohon Pak Ahok memberikan pandangan atau komentarnya.

Hormat saya

Dwi

1 COMMENT

  1. Pak Dwi Putra Nugraha Yang Baik,
    Salam dari sesama Anak Bangsa Indonesia! Terimakasih atas tanggapan dan komentarnya atas Catatan tentang Draft RUU Pengendalian Dampak Rokok terhadap Kesehatan yang ternyata dimuat dalam website ini. Sekalipun yang diminta Pak Nugraha adalah tanggapan/komentar dari Pak Ahok, tetapi saya merasa berkepentingan untuk memberikan tanggapan, karena: pertama, yang ditanggapi Pak Nugraha itu adalah catatan yang saya buat. Kedua, dalam tanggapan Pak Nugraha terdapat penilaian/judgement subyektif Pak Nugraha terhadap pandangan dan posisi saya yang sangat penting saya berikan klarifikasi, seperti pada kalimat “salah satu kalimat dan paragraf yang menunjukkan artikel ini mengarah ke anti RUU”; “Menurut hemat saya secara nyata Pak Mahal ‘menuduh’ pihak ITCN dan kaum segolongannya adalah pendukung NRT (obat pengganti nikotin) yang disokong oleh kepentingan farmasi internasional”; “Jika dilihat latar belakang pak Mahal sendiri sebagai penulis epilog buku nicotine war nya wanda hamilton, perlu ‘dicurigai’ berasal dari kaum industri rokok”, sbb:

    Pertama, terlalu sumir menyimpulkan bahwa kalimat/paragraf tersebut menunjukkan bahwa artikel tersebut mengarah ke anti RUU. Paragraf tersebut mesti dibaca dalam konteks sejarah dan latar belakang lahirnya proyek Tobacco Free Initiative sebagai salah satu dari 3 proyek WHO di bawah rejim Direktur Jenderal Gro Harlem Brundtland, termasuk sejarah dan latar belakang lahirnya FCTC yang merupakan ide dan prakarsa Prof. Ruth Roemer di tahun 1993 dari University of California, Los Angeles – universitas yang memiliki Program Riset Nikotin yang pada tahun 1984 telah menemukan teknologi transderma (pemindahan nikotin melalui kulit). Jika kita pahami sejarah dan latar belakang FTI dan FCTC ini sulit kita menghindarkan diri dari fakta adanya kepentingan korporasi farmasi internasional ini. Brundtland sendiri menyatakan hal tersebut dalam pidatonya di tahun 1999. Demikian juga terungkap dalam Advisory Kit WHO 1999 yang secara khusus mencantumkan bab tentang produk NRT ini.

    Kita juga tidak dapat menghindarkan diri kenyataan bahwa RUU itu merupakan bagian pelaksanaan dari proyek FTI ini dalam aspek hukum nasional Indonesia. Karena itu, menurut saya, sangat penting bagi pembuat UU untuk memahami benar sejarah dan latar belakang kepentingan di balik proyek FTI itu dan FCTC itu untuk dihadap-hadapkan dengan fakta-fakta kepentingan nasional atas tembakau dengan segala industrinya, dari hulu hingga hilir. Itulah yang saya sebut sebagai pilihan kita. Dalam hukum dikenal prinsip “ratio legis est anima legis”. Ratio legis hukum nasional Indonesia harus bersumber pada apa yang Bung Karno bilang sebagai “volkgeists” bangsa Indonesia dan kepentingan rakyat Indonesia. Sepengetahuan saya petani tembakau, petani cengkeh, para buruh/tenaga kerja dalam industri tembakau dalam negeri, baik terkait langsung maupun tidak langsung, adalah rakyat Indonesia. Belum lagi soal kepentingan penerimaan negara dari industri tembakau. Ini fakta-fakta yang harus dipertimbangkan. Ini bukan fiksi, bukan juga prediksi. Tetapi fakta!

    Kedua, dalam artikel tersebut saya tidak menulis kata-kata “anti RUU” atau kata-kata yang mengindikasikan sebagai sikap “anti RUU”. Yang saya kemukakan adalah alternatif pilihan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman saya tentang sejarah dan latar belakang proyek TFI dan FCTC dan fakta-fakta kepentingan nasional atas tembakau dengan segala industrinya. Pengajuan suatu pandangan berupa alternatif pilihan berdasarkan argumentasi tertentu, tidak berarti sebagai “anti RUU”, bukan?!

    Ketiga, dalam paragraf tersebut saya tidak menuduh pihak manapun sebagai pendukung NRT itu. Pak Nugraha sendiri yang mengatakan itu. Pernyataan Pak Nugraha berbunyi “secara nyata Pak Mahal ‘menuduh’ pihak ITCN dan segolongannya adalah pendukung NRT” dapat saya anggap sebagai tuduhan kepada saya yang saya masih pertimbangkan untuk meminta pertanggungjawab Pak Nugraha secara hukum.

    Keempat, demikian juga “kecurigaan” Pak Nugraha yang tentu harus dibuktikan. Sebab, saya bukan dari kaum industri rokok. Jikapun ada pihak lain dari industri rokok yang bersuara memperjuangkan kepentingannya, bukan orang tersebut juga memiliki hak yang sama seperti Pak Nugraha? Atau, apakah industri rokok itu merupakan industri yang ilegal di Indonesia?!

    Demikian tanggapan dan klarifikasi saya. Terimakasih.

    Gabriel Mahal
    Advokat/Pengamat Prakarsa Bebas Tembakau

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here