Apa Kabar 17 Langkah Wapres Atasi Macet di Jakarta?

0
44

Ahok.Org (08/02) – Persoalan kemacetan di Jakarta semakin hari semakin membuat emosi jiwa tak terkendali. Pertumbuhan kendaraan yang tidak terkendali, disiplin berlalu lintas masyarakat yang rendah, kurang tegasnya aparat melaksanakan hukum yang berlaku, dan semakin banyaknya rombongan pejabat negara yang menggunakan pasukan pengawal (Patwal) untuk menembus kemacetan lalu lintas di kota-kota besar, khususnya Jakarta, makin membuat macet saja.

Berangkat dari kemacetan yang semakin buruk di Ibu Kota, maka pada tanggal 2 September 2010 Wakil Presiden Boediono memimpin rapat transportasi massal dalam mencari solusi yang terbaik di Kantor Wakil Presiden. Rapat tersebut  diikutii sejumlah pejabat terkait, yaitu Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Gubernur DKI Jakarta dan beberapa pejabat eselon 1 masing-masing Kementerian dan Pemda DKI Jakarta.

Sejak rapat pertama di  bulan September 2010 tersebut sampai hari ini, hasil rapat itu sudah berusia lebih dari 5 bulan ! Adakah hasilnya? Rasanya belum dan saya sebagai warga Jakarta yang telah membayar pajak dan berbagai retribusi lainnya semakin sulit untuk melakukan pergerakan sehari-hari. Namun supaya adil, tidak ada salahnya kita evaluasi masing-masing dari 17 langkah tersebut.


Evaluasi 17 Langkah Wapres Mengatasi Kemacetan

Langkah pertama, penerapan Electronic Road Pricing (ERP), sampai hari ini masih terhambat  oleh regulasi, khususnya yang  terkait dengan penarikan dana pengguna ERP. Alhasil, ERP belum bisa diimplementasikan.

Langkah kedua, sterilisasi jalur Busway, khususnya di empat jalur yang sejak tahun lalu sudah disterilisasi.  Namun sampai hari ini jalur Busway masih sering diserobot angkutan umum non Trans Jakarta, mobil pribadi, maupun kendaraan pejabat negara dan sepeda motor. Jadi sterilisasi masih belum efektif.

Langkah ketiga, Pemda DKI mengkaji kebijakan perpakiran dan penegakan hukum tegas terutama untuk kendaraan yang parkir di bahu jalan yang dekat dengan jalur Busway. Langkah ini sampai hari ini juga belum jalan karena Pemda DKI mengajukan 2 sistem perparkiran, yaitu sistem parkir berlangganan dan sistem zone parkir. Kedua langkah ini sempat jadi pembahasan di berbagai media,  namun implementasinya sampai hari ini juga tidak jelas.

Langkah keempat,  memperbaiki fasilitas jalan dengan penerapan multi years contract tampaknya juga masih harus dilakukan pembahasan rinci dengan pihak  DPRD Jakarta terkait dengan penggunaan dana APBD yang cukup besar.

Langkah kelima, penambahan 2 jalur atau koridor Busway, yaitu koridor 9 dan 10  yang beroperasi pada akhir tahun 2010   dan akan ditambah 2 koridor lagi tahun ini. Untuk penambahan 2 koridor sudah berjalan meskipun masih banyak kendala di lapangan.

Langkah keenam, merupakan langkah yang sudah berhasil dilakukan, yaitu penetapan harga gas khusus untuk transportasi melalui Keputusan Menteri ESDM No. 2932K/12/MEM/2010 di mana harga BBG untuk transportasi adalah Rp 3.100/lsp.

Langkah ketujuh, Pemda DKI Jakarta akan merestrukturisasi pemakaian bus-bus kecil yang tidak efisien. Langkah ini belum ada tanda-tanda kapan akan dimulai.

Langkah kedelapan, mengoptimalkan kereta api di Jabodetabek dengan membangun rel routing dan peningkatan pelayanan, serta menambah gerbong untuk jalur-jalur yang padat. Langkah ini sampai hari ini masih berupa wacana saja.

Langkah kesembilan, polisi harus menertibkan angkutan liar yang sembarangan ‘ngetem’. Seperti kita ketahui bersama tugas ini belum bisa dilaksanakan karena angkot dan metromini yang ‘ngetem’ masih ada di mana-mana.


Langkah kesepuluh
, mempercepat pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) untuk jalur Lebak Bulus-Hotel Indonesia. Langkah ini tampaknya masih akan menghadapi kendala besar apalagi saat rapat di kantor Wapres Januari lalu, Menteri Keuangan masih meragukan proyek MRT dapat berjalan, sehingga dana pendamping untuk pinjaman dari Jepang belum dapat dicairkan. Penyelesaiannya pasti mundur  dari jadwal semula.

Langkah kesebelas, pembentukan otoritas transportasi Jabodetabek. Langkah ini belum ada titik kejelasan sama sekali.

Langkah keduabelas, yaitu merevisi rencana induk transportasi terpadu. Saya sebagai warga DKI Jakarta belum mendengar Pemda DKI Jakarta mulai membahas langkah ini.

Langkah ketigabelas, pembangunan double track jalur kereta api terutama ke arah Cikarang. Sampai hari ini belum dibahas secara rinci dan jelas kapan dan siapa yang akan membangun.

Langkah keempat belas,  percepatan proyek lingkar dalam Kereta Api yang akan diintegrasikan dengan sistem angkutan massal di Jakarta. Langkah ini masih kusut karena keberadaan PT Kereta Api Jabodetabek pun secara hukum masih bermasalah.

Langkah kelimabelas, pembangunan enam ruas jalan tol layang di DKI Jakarta masih terus ditentang oleh banyak pihak karena dianggap tidak dapat mengurangi kemacetan di wilayah DKI Jakarta, kecuali jalan tol tersebut tidak mempunyai pintu masuk dan keluar dalam wilayah DKI Jakarta. In dan outletnya harus berada di ujung tol Jakarta Outer Ring Road (JORR), bukan di tengah kota Jakarta.

Langkah keenambelas, menyusun kebijakan membatasi penggunaan kendaraan bermotor. Jika ini dilakukan, sepertinya Pemerintah akan menghadapi perlawanan gigih dari industri otomotif. Di dunia ini belum pernah Pemerintah sanggup melobi industri otomotif agar mengurangi produksinya. Jadi hemat saya langkah ini akan tidak dapat dilaksanakan.  Beranikah Pemda DKI melobi ASTRA, Indomobil dll ?

Langkah terakhir atau langkah ketujuhbelas, mendukung penggunaan kereta api yang dilengkapi dengan fasilitas untuk park and ride (lahan parkir dekat stasiun kereta api) sehingga bisa meningkatkan jumlah pengguna kereta api. Langkah ini masih belum tampak mengingat tarik menarik kewenangan antara PT KA dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian.


Langkah Yang Harus Dikerjakan Pemerintah

Pertama, sinkron dan harmonisasikan semua institusi Pemerintah terkait dan hilangkan ego sektoral yang ada. Kedua, kalau Kepala UKP4 tidak sanggup melaksanakan perintah Wakil Presiden karena kesibukannya, ada baiknya Wapres turun langsung.  Mohon Pak Wapres bisa mulai bertindak tegas dan cepat, sehingga kami rakyat ini dapat hidup tentram dan bangga punya pimpinan yang tegas. [detik.com]

Salam

*) Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here