Catatan PSHK terhadap Agenda Reformasi BURT

2
59

Ahok.Org – Beragam respon muncul menanggapi rencana pembangunan gedung baru DPR. Mulai dari Ketua DPR hingga anggota DPR, terutama yang duduk sebagai anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), bersikukuh mempertahankan agar proyek tersebut tetap berjalan. Namun tidak sedikit fraksi-fraksi menolak atau minimal menunda dan kemudian meminta kaji ulang.

Di tengah kontroversi keinginan membangun gedung baru, Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) mengingatkan, sekaligus mendorong agar DPR tidak larut dan terfokus hanya pada persoalan batal atau berlanjutnya rencana tersebut. PSHK mendesak fraksi-fraksi dan Setjen DPR untuk terus menerus memperbaiki mekanisme kerja BURT. PSHK berpandangan bahwa agenda reformasi BURT harus menjadi prioritas. Apalagi upaya perbaikan tersebut ternyata selama ini belum pernah atau maksimal dijalankan, di saat BURT kerapkali menghasilkan kebijakan kontroversial yang pada akhirnya membuat kredibilitas DPR semakin memburuk.

Penafsiran PSHK terhadap Perintah UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan Tata Tertib Terkait Pengaturan tentang BURT

·         Rencana Anggaran DPR

Sebenarnya masih ada celah untuk meninjau bahkan membatalkan rencana penganggaran yang dilakukan BURT, yaitu pada Pasal 30 ayat (1) huruf j Tata Tertib yang menyebutkan bahwa pimpinan DPR bertugas menyusun rencana anggaran DPR bersama BURT yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna. Muncul peluang dari ketentuan ini, dalam artian rencana anggaran DPR disahkan tidak melalui forum rapat-rapat BURT, melainkan rapat paripurna DPR, sehingga lebih mendapatkan perhatian dan pertimbangan dari anggota DPR lainnya di luar anggota BURT. Apalagi Pasal 133 UU MD3 huruf d dan Pasal 86 huruf d Tata Tertib menyatakan salah satu tugas BURT adalah menyampaikan hasil keputusan dan kebijakannya kepada setiap anggota DPR. Kewajiban tersebut bisa saja (salah satunya) memanfaatkan forum rapat paripurna DPR.

Harus dipahami bahwa pengesahan rencana anggaran DPR dalam rapat paripurna bukan langsung ketuk palu, namun harus dibicarakan dan disampaikan oleh setiap fraksi. Dengan demikian, sangat terbuka adanya peninjauan ulang bahkan perbaikan terhadap materi penganggaran yang telah dipersiapkan BURT, sebelum akhirnya disetujui bersama oleh seluruh fraksi pada rapat paripurna berikutnya. Celah ini harus disadari dan dipahami oleh anggota DPR khususnya yang bukan anggota BURT, untuk mencegah terjadi kekeliruan, kurangnya koordinasi antara wakil fraksi yang ada di BURT dengan yang bukan BURT, bahkan modus penyimpangan dalam penyusunan anggaran.

·         Akuntabilitas BURT

UU MD3 dan Tata Tertib relatif lemah mengatur aspek akuntabilitas BURT. Pasal 87 ayat (2) huruf d Tata Tertib menyatakan bahwa BURT dapat menyampaikan hasil pengawasan realisasi pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR setiap triwulan. Keberadaan kata “dapat” menunjukkan penyampaian hasil pengawasan realisasi pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR setiap triwulan bersifat fakultatif (pilihan), dalam artian bukan suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Tata Tertib. Padahal konstruksi Pasal 133 huruf e UU MD3 sebenarnya menekankan pada aspek kewajiban BURT menyampaikan laporan kinerja. Dengan demikian, rumusan Pasal 87 ayat (2) huruf d Tata Tertib telah mereduksi pengaturan Pasal 133 huruf e UU MD3.

Tidak hanya itu, ternyata laporan kinerja yang disampaikan oleh BURT tidak berlangsung reguler. Penyampaian laporan kinerja BURT bersifat “khusus”, dalam artian harus ada inisiatif dulu. Pasal 86 huruf e Tata Tertib menyatakan BURT bertugas menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu. Keberadaan formulasi “khusus diadakan untuk itu” cenderung tidak menentukan batas waktu atau frekuensi yang jelas kapan laporan kinerja BURT disampaikan, sehingga dikhawatirkan dan ini tidak tertutup kemungkinan, publik baru dapat mengetahui kinerja BURT dalam kurun waktu yang lama (satu tahun lebih). Jika dikaitkan dengan dengan Pasal 87 ayat (5) Tata Tertib, BURT menyampaikan laporan kinerjanya dalam rapat paripurna yang khusus. Padahal dalam Pasal 220 Tata Tertib, tidak ditemukan kategori rapat paripurna yang khusus sebagai salah satu jenis rapat yang berlaku di DPR.

Berangkat dari penelusuran di atas, masih banyak pekerjaan rumah menuntaskan hal-hal yang dianggap strategis dan berguna untuk menciptakan kinerja BURT yang transparan dan akuntabel. Berbagai ketentuan yang telah dirumuskan dalam UU MD3 dan Tata Tertib ternyata tidak mendorong secara agresif perubahan BURT ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, revisi terhadap UU MD3 dan Tata Tertib merupakan keharusan dan tuntutan tersebut harus memaparkan berbagai terobosan.

Salam

Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan
Ronald Rofiandri

2 COMMENTS

  1. Mending DPR bubarkan saja
    tidak berguna
    Kami merasa tidak terwakilkan
    Jelas-jelas Pemerintah itu salah
    eh.. DPR malah tidak berkutik.
    Takut ditendang dari Koalisi
    ========================
    By : Honorer Depkeu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here