Pemkot Jakarta Timur Diskriminatif Terhadap Warga Kebun Sayur

2
98

Ahok.Org – Berdasarkan data yang ada sekitar 300 kepala keluarga dan 1.200 jiwa menempati sebuah lahan di Ciracas Jakarta Timur sejak tahun 1980. Lahan seluas 5,3 hektare tersebut selain ditanami dengan sayur-sayuran, juga dibangun gubuk-gubuk sebagai tempat tinggal. Lokasi ini kemudian dikenal dengan Kebun Sayur.

Lahan itu  awalnya merupakan lahan kosong yang kemudian diklaim oleh Perum PPD DKI Jakarta sebagai miliknya. Perum PPD minta agar warga mengosongkan lahan tersebut karena mau dibangun, namun warga menolak karena Perum PPD tidak bisa menunjukkan bukti-bukti kepemilikannya. Warga kemudian mengadukan kasus ini kemana-mana, seperti ke Komnas HAM, DPR RI, Ombudsman RI, DPRD DKI Jakarta dan sebagainya. Bahkan BPN sendiri akan melakukan gelar perkara terhadap kasus tersebut sebab sampai saat ini BPN belum memberikan status dan bukti kepemilikan atas lahan tersebut kepada Perum PPD.

Warga Kebun Sayur dicap sebagai “warga liar” oleh aparatur pemerintahan setempat, mulai dari kelurahan Ciracas sampai Pemerintah Kotamadya Jakarta Timur.

Kelurahan menolak  mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan administrasi kependudukan lainnya  karena dianggap penduduk liar. Padahal warga sudah menempati lahan itu sejak tahun 1980. Ada yang sama sekali tidak memiliki KTP,  ada yang KTPnya  habis masa berlakunya, ada KTP Musiman yang hanya berlaku 6 bulan, namun diterbitkan  tahun 2005, ada yang mau mengurus KTP dengan membawa surat pindah penduduk resmi dari daerah asal, namun tetap ditolak.

Permasalahan tersebut terungkap ketika Bapak Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM diundang oleh warga Kebun Sayur untuk bersilaturahmi sekaligus melihat langsung kondisi warga sesungguhnya pada hari Sabtu 14 Mei 2011. Sebagai tindaklanjutnya, hari Rabu tanggal 18 Mei 2011 staff beliau yang terdiri dari Kamillus Elu, SH dan Natanael Oppusungu bersama 6 orang perwakilan warga mencoba menanyakan masalah ini ke kelurahan Ciracas Jakarta Timur. Kami ditemui Sekretaris Kelurahan yaitu Bapak Wisnu dan Bapak Udiyono dari Satpol PP.

Wisnu menjelaskan bahwa masalah warga Kebun Sayur sudah dibahas di tingkat pemerintah Kota Madya Jakarta Timur yang dipimpin langsung oleh Wakil Walikota Jakarta Timur dengan dihadiri Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Timur bulan Januari 2011 lalu. Dimana salah satu keputusannya adalah menolak menerbitkan KTP untuk warga Kebun Sayur karena dianggap tidak memiliki domisili  tetap.

Ironisnya setiap kali pemilu nama mereka tercatat sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun mereka “dihambat” untuk memperoleh hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia yang kebetulan berdomisili di lahan tersebut hanya gara-gara tidak memiliki KTP atau adminstrasi kependudukan lainnya. Anak-anak mereka sebagian besar tidak memiliki akta kelahiran karena orang tuanya tidak memiliki KTP untuk mengurusnya. Sehingga ada yang bersekolah tanpa akta kelahiran.  Untuk mengurus akta kelahiran yang sudah lewat 60 hari harus melalui penetapan Pengadilan Negeri (Pasal 32 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan). Hal ini tentu semakin memberatkan mereka.

Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan calo-calo KTP yang nilainya mencapai Rp 500.000,-. Itupun bermotif penipuan. Praktek-praktek seperti ini seharusnya tidak terjadi apabila pemerintah daerah setempat bertindak bijaksana dengan mencarikan solusi yang terbaik untuk warganya tanpa harus melanggar hukum.

Salah satu hak asasi mereka sebagai warga negara Indonesia adalah memiliki dokumen administrasi kependudukan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 huruf (a dan b) UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatakan bahwa:

”Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh  dokumen Kependudukan; dan pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil”.

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah menganggarkan Rp 6,7 triliun untuk program KTP elektronik (e-KTP) yang rencananya akan dilakukan tahun 2012 nanti. Bagaimana program ini bisa terlaksana dengan baik jika masih banyak warga masyarakat yang tidak memiliki dokumen kependudukan yang lengkap?.

DKI Jakarta harus menjadi contoh bagi daerah lainnya karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara. Apabila DKI Jakarta saja tidak beres, bagaimana dengan daerah-daerah terpencil yang jauh dari perhatian pemeritah pusat? Pemerintah harus pro aktif membantu warga masyarakat yang kurang mampu dan bermasalah dengan administrasi kependudukannya. Jangan membiarkan warga masyarakat hidup tanpa identitas diri. Apabila pemerintah mengabaikan masalah ini, pemerintah telah melanggar konstitusi. (Kamillus Elu, SH)

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here